Kepercayaan akan “Sanghyang Taya” Artinya hampa atau kosong, ada tapi tidak terlihat.
Orang Jawa/Sunda Wiwitan definisikan Sanghyang Taya dalam kalimat, “tan kena kinaya ngapa” #Kapitayan
"Tan kena kinaya ngapa", sesuatu yang tidak bisa dilihat, juga tidak bisa diangan-angan seperti apapun. Artinya Dia (Tuhan) itu ada (wujud) tetapi tidak bisa dilihat, karena sifat yang ADIKODRATI Nya.
Sanghyang Taya tidak bisa dikenali kecuali ketika muncul kekuatan gaib yg disebut “Tu”.
Dalam ajaran agama Kapitayan tidak mengenal istilah banyak dewa-dewa, makanya tempat peribadatan nya "Tempat kosong"
"Tempat" itu Sebagai apresiasi sarana untuk menyembah Sanghyang Taya yang bentuk wujud Nya tidak bisa dilihat oleh manusia.
“Hamemayu Hayuning Bawono: Menata Keindahan Dunia”.
Menata keindahan dunia, menjaga melestarikan alam, menjaga keharmonisan sesama.
Dari sini sudah terlihat sifat Budi dan budaya adiluhung dimasyarakat kita di Nusantara.
Menyembah Tuhan dan harmonis.
Berjalan nya waktu, masyarakat agar terlindungi dari bahaya melakukan ritual tertentu..
Lalu mengasih "Sesajen"
Bagi Orang barat orang Belanda menganggap itu sebagai laku Animisme dan dinamisme menyembah berhala.
Padahal Kapitayan menyembah Sanghyang Taya.
Walau ada juga persamaan..
Ada tapi tidak ada (tak terlihat)
Tidak ada (tak terlihat) tapi ada.
#nkrihargamati 🇮🇩 🙏