Setelah obrolan kedua orang tuaku berakhir, Akhirnya siang itupun ayahku kembali keluar rumah menuju rumah Alm pak Parman untuk menunggu kedatangan jenasahnya dari rumah sakit. Setelah ayah pergi, akupun kembali melakukan aktifitasku seperti biasanya.
Namun tidak beberapa lama setelah itu, tiba tiba ibuku mengajakku pergi kepasar untuk berbelanja. " Selly mariki terne ibuk neng pasar ( Selly habis ini antar ibu kepasar ) " . Ucap ibu, " Injih ( iya ) " jawabku sopan.
Dan setelah beberapa lama kemudian, akhirnya kamipun berangkat ke pasar tradisional untuk berbelanja bahan makanan yang akan digunakan ibuku selamatan.
Sesampainya di pasar, waktu itu aku dan ibuku dikejutkan dengan adanya kakek kakek pengemis yang tiba tiba berdiri dibelakangku. Melihat hal itu tentu saja aku langsung terkejut hingga membuat jantungku seketika berdetak cepat.
Tapi karena dipasar ini memang banyak sekali pengemis akhirnya akupun menganggap pemandangan ini sudah biasa. Namun anehnya, setelah kami memberinya uang, kakek pengemis tersebut tidak kunjung pergi, beliau memandangiku dengan wajah keheran heranan.
Itu terlihat dari exspresi wajahnya yang serius memandangiku dari atas hingga bawah. Bahkan sebelum pengemis itu pergi meninggalkanku, aku sempat mendengarnya berbicara lirih. " Sakken arek sek enom. ( Kasian anak masih muda ) " ucap pengemis tersebut.
Mendengar hal itu tentu saja aku hanya diam sambil melangkah pergi mengikuti ibuku yang saat itu sibuk dengan belanjaannya. Dan setelah semuanya selesai, akhirnya saat itu aku dan ibuku langsung pergi meninggalkan pasar tersebut.
Waktu itu aku juga sempat merasa terheran heran dengan isi belanjaan ibu, yang awalnya kukira selamatan yang dimaksud membeli bahan makanan, ternyata tidak, waktu itu ibu malah membeli telur ayam jawa, bunga bunga,,dan seekor ayam hitam.
Karena waktu itu aku merasa aneh akupun langsung menanyakan hal itu kepada ibuku. " Lho, jare selamatan buk ( lho, katanya selamatan bu ) " tanyaku, " Jare sopo ( kata siapa ) ", jawab ibu, " La wau njenengan sanjang bapak slametan ( la tadi ibu bilang ke ayah mau selamatan ) "
tanyaku sopan, " Iyo ( iya ) " jawab ibu singkat, " Lho kok mboten tumbas ayam potong kados umum e tiyang slametan, jenengan bade masak nopo ( lho kok gak beli ayam potong seperti umunya orang selamatan, ibu mau masak apa " tanyaku heran,
" Uwes meneng wae ( sudah diam saja ) " jawab ibu. Dan tanpa berani membantah perkataan ibuku, akupun kembali diam sambil terus melangkahkan kakiku menuju kerumahku. Dan singkat cerita malampun tiba.
Waktu itu aku hanya dirumah bersama ibuku karena ayahku yang saat itu masih berada di rumah Alm pak Parman, karena sudah menjadi tradisi di Desaku, jika ada orang yang meninggal sudah terlalu sore, jenasah akan dikebumikan keesokan harinya. "
Bapak moleh jam pinten buk, ( bapak pulang jam berapa bu )" Tanyaku, " Bapakmu melekkan ndek pak Parman sampek isuk. ( Ayahmu begadang di rumah pak parman sampai pagi ) " terang ibu.
Dan seperti biasanya jika ayah sedang tidak ada dirumah aku selalu tidur dikamar ibuku sambil menemaninya agar beliau tidak kesepian. Malam itu sebelum tidur kami ngobrol kesana kemari sambil mendengarkan suara hujan yang saat itu tiba tiba turun dengan sangat deras.
" Ibuk sesuk te slametan nopo buk, kok kados e penting, ( ibu besuk mau selamatan apa bu, kok kelihatannya penting ) " tanyaku memulai pembicaraan, " Nylameti samean nduk, cek adoh teko balak, ( selamatan untukmu nak, biar jauh dari musibah ) " jawab ibu.
Mendengar hal itu tentu saja aku langsung terkejut dan kembali kebingungan apa yang sebenarnya terjadi kepadaku kok ibu sampai harus melakukan selamatan demi diriku, fikirku dalam hati. Namun belum selesai aku kebingungan,
tiba tiba malam itu aku kembali mencium wangi bunga melati. Bau tersebut tiba tiba tercium oleh hidungku dengan sangat menyengat seolah bunga tersebut ada di dalam rumahku.
Anehnya,,tanpa mencari sumber bau tersebut, tiba tiba ibu langsung mengunci pintu kamar ini sambil terlihat sangat tergesa gesa. " Wes ayo turu ojo rame yo,,lek krungu opo opo meneng ae yo nduk ( sudah ayo tidur, jangan berisik ya, kalau kamu dengar apa apa diam saja ya nak."
Ucap ibu tiba tiba. Melihat tingkah ibuku yang seolah merasakan hal aneh tentu saja aku langsung merasa ketakutan dan langsung menuruti semua perintah ibuku tanpa mempertanyakan alasannya.
Masih sangat teringat jelas dikepalaku, detik demi detik malam itu adalah malam yang tidak akan pernah aku lupakan seumur hidupku. Karena di malam itulah yang akhirnya menjadi awal aku mengetahui jika aku dan keluargaku sebenarnya telah menjadi incaran setan sejak lama.
Malam itu, setelah aku dan ibuku mencium aroma bunga melati, tiba tiba kami mendengar suara lemparan benda dari arah samping rumahku. Suara lemparan tersebut terdengar sangat jelas dan berulang ulang.
Bahkan akupun yakin jika saat itu ada seseorang yang sengaja melempari tembok rumah kami dengan sesuatu yang kuduga kuat adalah telur ayam.
Karena selain baunya yang amis, aku kembali teringat saat aku melihat samping rumahku memang penuh dengan cangkang telur ayam yang berserakan. " Oo..suoro iki to seng nggarai omahku akeh ndok bosok e ( oo suara ini ta yang membuat rumahku banyak telur busuknya ) "
fikirku dalam hati. Karena kufikir itu adalah kesempatanku untuk melihat siapa pelaku pelempar telur busuk tersebut, akupun akhirnya mengajak ibuku untuk membuka jendela kamar dan mencari tau siapa sebenarnya pelaku pelempar tersebut.
Tapi anehnya, bukannya mau mencari tahu, ibuku saat itu malah memelukku dengan sangat erat sambil memberi tanda agar aku tetap diam dan tidak banyak bergerak.
Melihat hal itu tentu saja aku hanya diam sambil kembali merasa heran dengan sikap orang tuaku yang menurutku sudah sangat tidak masuk akal. Namun belum selesai aku memikirkan hal itu,
tiba tiba aku sangat terkejut tidak karuan karena malam itu aku tiba tiba mendengar suara lompatan yang seolah berasal dari kamar ini. Suara tersebut terdengar sangat dekat hingga lompatan demi lompatannya terasa menggetarkan lantai yang ada di kamar orang tuaku ini.
Blek.....Blek......Blek......Blek......... Mendengar hal itu tentu saja tubuhku seketika gemetar tidak karuan, keringat keluar bercucuran hingga aku kesulitan untuk bernafas. Dan yang paling membuat aku semakin ketakutan adalah,
waktu itu lompatan tersebut hanya mondar mandir di dalam kamarku dan seolah memang sengaja menunggu dan mengangguku. Karena sudah tidak kuat lagi, akhirnya waktu itu akupun memberontak dan berteriak sekuat tenaga untuk mengusir sosok yang kuduga adalah pocong tersebut.
Karena selain aku sudah tidak kuat lagi dengan gangguan ini, akupun waktu itu tidak tega melihat ibuku yang mulai terlihat menangis tersedu sedu. " Pergiii kamuu,,, jangan ganggu akuu " teriakku sambil membuka selimutku.
Dan benar..... Di tengah cahaya yang gelap karena lampu kamar yang memang sudah dimatikan,,aku waktu itu memang melihat sosok pocong yang berdiri tepat dihadapanku. Sosok tersebut selain menyeramkan, dia juga terlihat sangat menjijikan.
Matanya yang sudah hampir keluar ditambah dengan wajahnya yang sebagian sudah hancur membuat pemandangan waktu itu tidak akan pernah bisa kulupakan selama hidupku.
Melihat hal itu tentu saja aku semakin terkejut dan langsung berteriak histeris sambil masuk kedalam selimut dan kembali memeluk ibuku sambil menangis tidak karuan. " Buk pocongan bukkkk,,,,, iki ono opo see bukk ya allah,,, ono opo,,,aku emoh urip ngene terus,,
( buuu Pocong Buuu,,,,ini ada apa see sebenarnya,,ya Allah,,,ada apa,,,aku tidak mau hidup seperti ini terus ) " Rintihku, " Wes nduk sabar nduk ( sudah nak sabar nak ) " ucap ibuku lirih, " Wes gak usah ditutup tutupi maneh, aku wes gedhe aku duduk arek cilik maneh,,
aku eroh ono seng gak bener nd omah iki,,, ono opo genah e,, lapo jempol samean kok taleni,, lapo ndek tembok kok di bendoki ndok bosok,,mbek iku lapo kok akeh men barang aneh ndk nisor kasur. Samean mbek bapak iku lapo ae genahe ".... ( sudah tidak usah ditutup tutupi lagi,
aku sudah besar, aku bukan anak kecil lagi,, aku tau ada yang salah dirumah ini,,,ada apa sebenarnya,, kenapa jempol kaki ibu selalu diikat,, kenapa tembok rumah kok dilempari telur busuk. Dan ngapain itu banyak sekali barang aneh yang ada di bawah kasur...
bapak dan ibu itu sebenarnya ngapain." ucapku dengan nada yang sedikit tinggi sambil terus menangis tersedu sedu. Waktu itu,,, tanpa menjawab semua pertanyaanku, lagi lagi ibu langsung menarik tanganku dan kembali memelukku dengan sangat erat. "
Percoyo o ibuk yo nduk,,ibuk ndk kene nglindungi samean,,wes iku diomongno mene ae.. " Percaya ibu nak,,ibu disini melindungimu,,sudah itu semua kita bahas besuk saja.." Ucap ibu.
Dan lagi,,, belum selesai aku mendengar jawaban ibuku,,,tiba tiba aku mendengar suara langkah kaki orang dewasa yang terdengar seperti langkah kaki orang pincang.
Bersambung besok malam ya....
• • •
Missing some Tweet in this thread? You can try to
force a refresh
Melihat hal itu, tentu saja aku kembali berteriak dengan jantung yang mulai berdegup kencang.
" Aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa " teriakku.
Namun anehnya, setelah aku berteriak dan tidak berani melihatnya lagi, waktu itu tubuhku tiba tiba lemas dengan kepala yang saat itu mendadak pusing tidak karuan.
Mataku seketika berkunang kunang, ditambah dengan langkah kakiku yang mulai geloyoran.
Mendengar hal itu tentu saja aku langsung gemetar dan berlari keluar rumah menuju rumah pak Yosep dengan tidak berani menoleh kebelakang lagi....
Sesampainya dirumah pak Yosep, saat itu aku melihat ada beberapa warga yang duduk duduk dan ada juga yang terlihat mempersiapkan nisan mbok Marmi yang akan dimakamkan esok hari.
Malam itu, tanpa menyapa satupun warga yang ada didepan rumah pak Yosep,
Mendengar hal itu tentu saja kami semua yang ada di ruangan tersebut seketika terkejut dan seolah tidak percaya dengan apa yang dikatakan oleh bu Yosep.
" Innalillahi wa innaillaihi rojiun " ucap kami.
Dan dengan tidak lama lama lagi, malam itu Ayahku dan pak Yoseppun akhirnya bergegas pergi meninggalkanku
Langkah kaki tersebut tidak terdengar normal seperti layaknya orang yang sedang berjalan.
Mendengar hal itu tentu saja aku dan ibuku semakin gemetar tidak karuan dengan keringat yang juga sudah tidak berhenti bercucuran.
Malam itu,,,,,
Suara langkah kaki tersebut terdengar perlahan semakin dekat seolah melewati ruang tengah rumahku dan menuju ke arah dapur.
Bahkan yang paling membuatku semakin gemetar adalah, sesampainya di depan pintu kamarku, suara langkah kaki pincang tersebut tiba tiba terdengar berhenti.