PONDOK PELATIHAN

Sebuah Kisah

@PenulisMalam94
@bacahorror
@ceritaht
@IDN_Horor
@Penikmathorror

#ceritaserem #ceritahoror

*Image by Google ( Illustration only) Image
Disclaimer : tulisan di bawah ini merupakan cerita fiktif belaka.
Jika ada kesamaan nama tokoh dan tempat, maka itu hanyalah sebuah kebetulan semata.
Peringatan : terdapat beberapa adegan kekerasan dan sedikit vulgar di cerita ini.
Aku termenung menatap beberapa lembaran kertas yg tergeletak di lantai tepat di hadapanku.
Kepala ini terasa mumet. Heran sekali aku kenapa sulit amat untuk mengingat dan menghapalkan deretan angka yg tertera di kertas-kertas tsb.
Tadi, Eyang menyerahkan lembaran-lembaran itu kepadaku supaya aku mempelajarinya.
Ini dikarenakan akibat kebodohanku sendiri yg selalu salah dalam memilih dan mengambil kertas yg ia sebut sebagai uang itu.
Menurut dia,seharusnya aku mengambil kertas yg memiliki warna biru atau yg berwarna merah saja.
Tapi, karena aku ini buta warna, satu-satunya metode termudah bagiku utk mempelajarinya yaitu dgn cara menghapal jumlah angka yg tertera di lembar uangnya.
Eyang mengajarkan kalau aku harus menghitung dulu angka-angkanya. Jika di depannya ada angka lima, lalu diikuti empat angka kosong di belakang atau ada angka satu dan terdapat lima angka kosong setelahnya, maka uang itulah yg mestinya kuambil.
Sayang sekali, diriku ini pun tak bisa menghitung. Eyang jadi frustasi.
Tolol kau! makinya kepadaku.
Ia tak mau tahu. Aku tetap dipaksanya harus segera pandai dalam mengenal uang, bagaimana pun caranya.
Kucoba lagi untuk menghitung dan menghapalkan angka-angka tsb semampu kapasitas otak di kepala ini. Arrgh, pusing aku. Hatiku jadi geram.
Saking geramnya, kuremas kertas-kertas tadi dan kuhamburkan begitu saja.
Masa bodohlah dgn Eyang. Ia tahunya hanya tinggal beres dan marah-marah saja.
Sudah lama aku muak dengan ini semua. Muak dengan tempat ini. Muak juga dengan tugas-tugas membosankan yg harus selalu aku lakukan.
Aku pun telah merasa jenuh tinggal di pondokan yg selama ini menjadi tempat diriku bernaung.
Ingin rasanya pergi sejauh mungkin sebebas-bebasnya kemanapun aku suka.
Tetapi, Eyang memperingatkanku, sebelum dapat keluar dari tempat ini, aku harus berlatih dulu hingga benar-benar pandai dan ahli.
Jika diriku sudah menguasai keahlian dan kepandaian yg seperti Eyang ajarkan, nantinya akan ada orang yg mau mengadopsiku sehingga aku pun bisa ikut pergi bersama orang itu.
Makanya,sambil menunggu,aku harus banyak berlatih dan belajar agar kelak tidak mengecewakan orang yg akan mengadopsiku nantinya.

Pelajarannya bukan hanya mesti mengenal nominal angka-angka seperti yg aku sebut tadi , tapi ada juga latihan berupa praktek langsung di lapangan.
Dan dari hasil pelajaran yg telah kulalui, menurut Eyang, aku terlalu bodoh dan belum pantas utk diadopsi saat ini.

Bukan cuma diriku saja sih yg bebal. Masih ada belasan lagi teman-teman yg bernasib sama denganku yg bercokol di pondokan ini.
Kami semua sama-sama harus giat berlatih dan sama-sama pula menanti masa-masa bisa segera hengkang dari tempat di tengah hutan ini.
Suatu kali, pernah kami dikumpulkan di dalam satu ruangan oleh Eyang. Di situ kami semua disemprot habis-habisan oleh beliau.
Ia menyebut kami ini hanyalah ampas yg tak berguna dan terlalu tolol sampai-sampai tak satupun dari pelanggannya yg mau membeli kami.
Lho? Memangnya kami ini barang dagangan apa? pikirku, bingung ketika itu.

Dulu, pondokan ini sempat ramai penghuni di dalamnya. Bangunan yg berlantai dua ini pun sesak dan penuh kala itu. Bahkan,aku hanya kebagian tidur di bagian tangga saking ramainya.
Seiring jalannya waktu, sedikit demi sedikit, mereka pun keluar dari pondokan karena ada orang yg mau mengadopsi.
Makin banyak penghuni yg dibawa orang, Eyang malah semakin senang. Mukanya yg jelek itu cengengesan tanpa henti.
Biasanya, setelah banyak yg telah diadopsi, Eyang akan mendatangkan lagi penghuni yg serupa kami ini kedalam pondokan. Heran juga aku,bisa dapat darimana dia.

Sampai akhirnya hanya tersisa kami, yg ia sebut sebagai ampas karena tak ada satupun yg tertarik utk mengadopsi.
Seingatku, sepertinya aku sudah berada sangat lama di sini. Entah semenjak kapan, tahu-tahu aku bertemu dan dibawa oleh seseorang yg menjuluki dirinya sendiri dgn sebutan Eyang.
Awalnya, si Eyang ini terlihat baik hati dan sangat melindungi. Lama-lama, ketahuan juga sifat asli beliau yg sebenarnya sangat jahat.
Kami semua dilarang keras untuk keluar dari pondokan kalau tanpa sepengetahuannya. Kami bisa keluar hanya di saat jam praktek di lapangan tiba.
Diluar waktu tersebut, kami diwajibkan untuk tetap berdiam diri di dalam pondokan.
Sebagai antisipasi demi keamanan kami, Eyang telah menaruh dua penjaga di depan pintu masuk pondokan. Kedua penjaga tsb memiliki postur tubuh tinggi besar dgn pakaian serba gelap.
Mata mereka memancarkan sinar seperti api. Tersembul pula sepasang taring panjang dari bagian bawah gigi mereka.
Masing-masing di tangannya memanggul sebuah pentungan besi berukuran raksasa.
Aku tahu, mereka ini adalah makhluk dari jenis genderuwo yg hidup di sekitar hutan ini. Mungkin juga mereka sudah jadi peliharaan Eyang.

Baik amat si Eyang, dugaku saat itu, pasti ia kuatir akan keselamatan kami di tempat ini.
Tapi, kemudian kucurigai dua makhluk tsb sepertinya ditempatkan bukan untuk menjaga keamanan, tapi lebih difungsikan untuk mencegah kami agar jangan sampai keluar dari pondokan.
Begitu kesimpulan yg kudapat, ketika terjadi suatu peristiwa yg merenggut nyawa salah satu penghuni beberapa waktu yg lalu.
Kedua penjaga yg sangat kejam itu menghajar si penghuni yg bernasib malang tsb hingga tewas. Disinyalir kalau ia sedang mencoba utk melarikan diri.
Nahasnya, ia keburu ketahuan dan hidupnya pun berakhir di saat itu juga.
Setelah kejadian tsb, tak pernah ada lagi yg berani utk coba-coba minggat dari sini.
Perlakuan Eyang kepada kami pun tak kalah kasarnya. Terutama bagi yg isi kepalanya terlalu dangkal utk belajar, termasuk aku. Jika hasil praktek kerja di lapangan tak sesuai dgn yg ditargetkan maka ia tak akan segan-segan utk main tangan.
Tubuhku yg kecil ini pun telah puas jadi santapan amukannya. Penyebab ia selalu marah, biasanya karena aku salah dalam mengambil uang.
Menurut Eyang, uang yang kuambil itu nominalnya terlalu kecil dari yg ia maukan.
Yah, mana aku paham soal begituan. Aku tahunya cuma ambil terus kabur begitu uangnya berhasil kudapatkan.
Memang wataknya si Eyang ini selalu tak pernah puas ,lagi-lagi ia tak mau mendengar apapun itu keluhanku.
Sambil menyumpahiku dgn kata-kata kasar,aku dihajarnya hingga babak belur.
Untungnya, nasib baik masih menyertai. Aku tak sampai mati dibuatnya.

Sama juga dgn pelatihan yg lain. Jika kami berbuat salah atau sedikit keliru saat menjawab soal-soal yg ditanyakannya, maka siap-siap saja sebuah tamparan akan mendarat di wajah kami.
Ada kalanya juga ia malas untuk main tangan ketika sedang mengajar. Ia justru mengganti pukulannya dgn sundutan api di kretek yg sedang ia hisap. Caranya, ia sundutkan ujung kreteknya yg berapi ke kepala kami yg gundul ini.
Sengsara sekali hidup ini. Menyakitkan.
Rasa-rasanya, tak sanggup lagi aku meneruskan pelatihan ini. Kemungkinan besar aku keburu mati disiksa Eyang sebelum sempat diadopsi seseorang.
Lanjutannya besok ye sob, ceritanya gak terlalu panjang kok, insyaa Allah besok kelar!
Kita lanjut yuk sob, semoga selesai malem ini!
Di sudut ruangan, ada si Ujang yg sedang melamun. Dia juga termasuk penghuni lama yg mendiami pondok ini.
Dihadapannya pun terdapat lembaran uang kertas, yg sedari tadi hanya ia amati.
Persis seperti aku, ia juga di suruh oleh Eyang untuk belajar jauh lebih giat lagi. Si Ujang ini sebenarnya kalau soal kapasitas otak, tak terlalu beda jauh denganku alias sama bodohnya.
Bukan cuma sama bodohnya saja, tapi bentuk fisik kami dari ujung kepala hingga ke ujung kaki pun nyaris sama. Dan ini bukan antara aku dan Ujang saja, tapi merata ke seluruh penghuni pondokan ini.
Kami persis saudara kembar, padahal belum tentu kami lahir dari orangtua yg sama. Karena wajah dan bentuk tubuh kami yg terlalu mirip satu dengan yg lain, leher kami dikalungkan seutas tali dengan tulisan nama masing-masing.
Oleh Eyang, kami memang diberikan nama agar mudah dikenali. Contohnya seperti temanku tadi yg diberi nama Ujang. Ada yg namanya Sholihin, kemudian ada juga yg bernama Wibowo.Sedangkan aku dinamai sebagai Slamet.
Benar-benar absurd.
Selain nama-nama tersebut, masih banyak lagi nama-nama simpel hasil kreasi si Eyang yg diberikannya kepada semua penghuni pondokan. Aku sendiri sudah banyak lupa nama teman-teman yg lain.
Kudekati si Ujang yg wajahnya menunjukkan kesedihan mendalam. Di sekujur tubuhnya masih membekas sisa-sisa dari pukulan Eyang.
Aku juga senasib dengannya. Faktor senasib ini yg membuat kami berdua menjadi sahabat.
Aku dan dia memang jarang berbicara, karena Eyang melarang semua penghuni untuk saling berteman. Tapi ia tak tahu kalau kami bisa berkomunikasi hanya dgn saling menatap mata.
Dan dengan tatapan mata, kami bisa berbagi cerita sekaligus dapat merasakan penderitaan dan kesulitan diantara kami semua.

*****
Siang hari ini, Eyang muncul di pondokan sambil. Ia berteriak memanggil kami utk segera berkumpul.
"Yok bocah-bocah! Waktunya minum susu! ," pekiknya dgn nada kasar.
Ah ya, aku baru ingat, hari ini sudah jadwalnya untuk asupan gizi bagi para penghuni.
Sesuai jadwal, setiap beberapa hari sekali, kami akan mendapatkan jatah utk mengisi perut. Kami memang tidak diberi makan setiap hari. Makanan kami cuma disediakan sekali dalam setahun. Itupun hanya berupa potongan-potongan kecil daging hewan yg hidup di hutan.
Namun, sebagai pengganti makan tadi, kami diberikan susu yg wajib kami konsumsi sebagai sumber energi dan kekuatan. Kalau tidak minum susu ini, tubuh kami akan melemah sehingga tak mampu utk beraktivitas setiap harinya.
Seorang wanita berlenggang masuk ke dalam ruangan tempat aku dan teman-teman semua berkumpul.Rupanya yg jelek semakin terlihat buruk karena wajahnya yg senantiasa muram.
Wanita tua inilah yg nantinya akan menyuplai kebutuhan gizi kami dgn air susunya. Saat pertama kali aku melihatnya dulu , Eyang menyuruh kami utk memanggil dia dgn sebutan Nyai.
Berbanding terbalik dgn Eyang yg kurus kerempeng, tubuh si Nyai ini gemuk dan penuh dengan lipatan-lipatan lemak di beberapa bagian. Sejumlah perhiasan yg melekat di badannya tampak mencolok, menambah kesan angkuh pada si wanita ini.
Aroma tubuhnya sangat wangi. Seolah-olah ia baru tercebur ke kolam seribu bunga. Tapi kalau dicium dari dekat, wanginya malah bisa bikin sesak nafas. Setidaknya lebih mendingan daripada Eyang yg selalu berbau busuk seperti aroma kemenyan.
"Cepat! Cepat! Berbaris yg rapi! ", perintah Eyang lagi kepada kami.
Nyai mulai melepas pakaian yg dikenakannya,segera menyiapkan bagian dadanya utk menyusui kami.
Pandangannya tertuju ke arah kami satu persatu dgn ekspresi tak senang. Sama seperti sebelum ini, kemungkinan besar ia pun merasa keberatan utk melakukan pekerjaannya.
"Jangan bengong saja kalian! Cepat berbaris! Aku sibuk, banyak kerjaan! Bukan cuma ngurusin kalian saja, bocah setan! ", bentaknya.
Kasar sekali, sifatnya pun tak beda dgn si Eyang.Sempat kuduga jangan-jangan mereka ini sepasang kekasih atau mungkin sudah suami istri.
Sakit juga hatiku disebut olehnya sebagai bocah setan. Brengsek! makiku.
Ucapan itu sungguh sangat menyinggung perasaan. Hanya karena penampilan kami yg kecil ini, bukan berarti kami ini adalah anak-anak.
Kami semua adalah makhluk berusia dewasa yg kebetulan terjebak di dalam tubuh yg kecil, itu saja.
Tak sabar karena gerakan kami yg dinilainya terlalu lamban, buru-buru Nyai menarik lengan kami utk segera maju.
"Cepetan! ", pekiknya.
Supaya acara ini lekas selesai, ia akan menyusui sekaligus dua dalam sekali waktu. Durasinya pun tak lama. Hanya beberapa kali hisapan, kemudian ia akan mengganti dgn yg belum mendapat giliran.
Sembari menyusukan kami, mulutnya tak berhenti mengoceh. Ada saja makian yg selalu ditujukannya kepada kami.
Jika ada yg menghisap dadanya terlalu cepat, tangannya akan menggebrak kepala kami sekuat-kuatnya.
Kadang-kadang, kuping kami yg panjang ini akan ditariknya jika sedikit terlambat utk melepas hisapan di mulut bila melewati batas waktu yg sudah ia tentukan.
Ludahnya terciprat ke segala arah saat ia menjerit memaki-maki kami.
Giginya yg tonggos membuat pemandangan di wajahnya makin tak menyenangkan saat caci makinya berlangsung. Sungguh memualkan isi perut ketika melihatnya.
Buru-buru aku menyedot susunya saat giliranku tiba, untungnya dapat selesai sebelum ia membentakku utk berhenti menghisap dadanya.
Sengaja aku tak mau berlama-lama. Yang penting, rasa hausku bisa sedikit berkurang.
Tapi aku masih butuh makanan. Tak cukup hanya diberi susu itu saja. Karena kekurangan makan ini, kami semua menjadi gampang sakit. Tak ada yg memiliki tubuh sehat, semuanya kurus nyaris hanya menyisakan tulang yg dibungkus kulit memucat.
Memang tak enak kalau kelaparan. Tapi, apa yg bisa di makan di tempat ini selain sedikit susu yg barusan kami telan?
Ujang terpekur sendirian di pojok sambil mengelus perut. Mungkin ia juga masih lapar. Tak tega aku melihatnya.
Ia menatapku dengan sorot mata yg tajam.
Tatapannya terlihat berbeda dari yg biasa ia tunjukkan. Sepertinya ada sesuatu yg tak ingin ia utarakan. Aku mencoba utk mencari tahu arti tatapan matanya tsb, namun sayangnya aku terlambat utk menyadari.

*****
Break dulu ye sob, ternyata masih panjang jalan ceritanya 😄
Lanjut!
Malamnya, dua genderuwo yg menjaga pintu luar sibuk menggeledah isi pondokan. Setiap ruang mereka obrak-abrik seperti sedang mencari sesuatu. Teman-teman yg lain gemetar karena ketakutan.
Sebelumnya kami memang blm pernah melihat mereka mengamuk seperti sekarang ini.
Tak lama kemudian, Eyang tiba dgn kemarahan yg sama.
Baru kuketahui kalau ada salah satu dari penghuni yg telah menghilang. Dan aku juga baru sadar jika aku tak melihat Ujang dari tadi.
Ternyata dia yg hilang. Ujang telah kabur dari sini. Sepertinya memang ia sudah merencanakan aksinya ini dgn baik.Dan berhasil, karena dua genderuwo tsb pun tak tahu kapan ia melarikan diri.
Entah bagaimana caranya Ujang bisa lolos dari penjagaan. Kuyakini, ia telah merancang rencana pelariannya ini dari sejak lama.
Tapi kenapa ia tak mengajakku ikut serta lari bersamanya? tanyaku dalam hati. Sahabat macam apa kau, Ujang?
Setiap penjuru pondokan ini telah rata diperiksa, hasilnya tetap saja Ujang tak dapat diketemukan.
Kuyakini, kini ia telah berada jauh diluar sana. Kuharap juga ia dapat menjaga dirinya baik-baik, mengingat hutan di lokasi pondokan ini dipenuhi dgn bangsa jin yg amat kuat.
Setahuku,beberapa dari mereka ada yg bersekutu juga dgn Eyang. Dan aku cemas jika Eyang akan meminta bantuan mereka utk mencari si Ujang. Kalau ini terjadi dan Ujang bisa didapatkan, maka habislah nyawa temanku itu ditangan mereka.
*****

Gagal menemukan Ujang,Eyang pun menginterogasi kami satu persatu.
Ia menyediakan sebuah pecut, yg akan digunakannya utk menindas kami beserta beberapa macam pertanyaannya.
Ia mencurigai kami semua terlibat dalam usaha pelarian si Ujang. Terutama aku, karena kata Eyang, dirikulah yg paling akrab dgn Ujang selama ini. Kemungkinan besar, aku tahu dan ikut membantunya lari dari pondokan, begitu tudingan Eyang kepadaku.
Alih-alih mau mendengar jawaban, ia malah menyiksaku dengan sangat kejam. Aku melolong menahan sakit yg luar biasa. Padahal aku sudah bersumpah bahwa aku tak tahu apa-apa mengenai kaburnya si Ujang.
Sungguh, aku sudah tak sanggup lagi. Malahan aku berharap jika Eyang lebih baik langsung mematikanku saja dibanding harus menyiksa sedikit demi sedikit seperti sekarang ini.
Aku tersungkur ketika Eyang melayangkan satu tendangannya yg tepat menghantam bagian dadaku.
Selebihnya, aku tak dapat mengingat lagi apa yg terjadi kemudian.

*****
Pagi-pagi sekali aku sudah dipanggil utk menghadap Eyang. Dengan sorot mata angker, ia memelototi diriku ini yg masih dipenuhi dgn bekas siksaannya tadi malam.
Mungkin saja ia masih belum puas menghajarku dan berniat melanjutkannya pagi ini juga.
Ternyata tidak. Ia malah memberi sebuah hukuman lain ketimbang harus memukulku.
Hukuman ini berupa sebuah tugas semacam praktek di lapangan yg seperti biasa aku lakukan. Menurutku tugas tsb bakalan mudah kukerjakan, tapi ujung-ujungnya aku salah mengira.
Eyang memerintahkanku utk beroperasi di dalam sebuah pasar dan harus dilaksanakan pada siang hari ini juga. Aku melongo mendengar kalimat tsb. Diriku mesti beraksi di tengah pasar dan dilakukan di waktu siang hari bolong?
Mana aku bisa! Jelas itu semua diluar kemampuanku. Memang aku sering latihan langsung di tempat, tapi kebanyakan lokasinya hanyalah rumah-rumah penduduk desa. Dan itu kukerjakan hanya di waktu malam saja.
Menyatroni pasar yg penuh akan manusia di siang hari terlalu sulit untukku yg masih tergolong pemula ini. Belum tentu aku bisa keluar dalam keadaan hidup saat mengerjakan tugas di sana nanti. Resiko utk ketahuan terlalu tinggi.
Aku berupaya menolak, jujur aku takut utk melaksanakan perintahnya. Tapi, tentu saja ia tak mau ambil peduli. Ia malah balik mengancam akan membunuhku secara perlahan-lahan jika aku berani menentangnya.
Ah ya, baiklah kalau begitu. Mati dalam menjalankan tugas mungkin jauh lebih menarik dibandingkan harus mati karena disiksa olehnya.
Dengan lapang dada, kuturuti juga permintaan Eyang.
Kami pun bersiap-siap utk segera berangkat menuju lokasi tujuan.
Sebelum beranjak, kuperhatikan dgn seksama ruangan di pondok ini. Bisa jadi, ini hari terakhirku menjadi salah satu dari penghuni yg pernah mendiaminya.
Teman-teman menatapku dgn penuh rasa iba. Sepertinya mereka juga telah mengetahui kalau aku sedang merencanakan sesuatu.
Memang, aku telah berniat utk mengakhiri hidup pada tugas hukuman ini.
Sudah saatnya bagiku utk mengucapkan selamat tinggal pada mereka semua, teman-teman senasib sependeritaan.

*****
Kami berdua tiba di gerbang masuk suatu pasar. Baru pertama kali ini aku mendatangi tempat tsb. Nyaliku sempat ciut juga melihat ramainya manusia yg ada di sana.
Selain takut, aku juga bingung dan ragu pada awalnya. Tapi, mengingat tujuanku yg sesungguhnya di sini, ku kuatkan juga diri ini utk masuk ke dalamnya.
Saat kami dalam perjalanan menuju ke sini tadi, Eyang menjelaskan apa saja yg perlu kulakukan selama berada di pasar.
Hanya dalam waktu satu jam, aku harus sudah berhasil mengumpulkan lembaran uang sebanyak yg ia minta.
Untuk itu, aku harus mampu mengingat semua hapalan tentang angka-angka yg telah kupelajari sebelumnya.
Eyang juga berjanji akan menaikkan peringkatku jika berhasil menyelesaikan tugas dgn nilai melampaui target yg diinginkannya.
Part end nya besok ye sob!
Lanjut!
Tetapi, karena aku sudah tahu watak asli si Eyang yg merupakan seorang pembual besar, maka aku tak mempedulikan lagi janji manis tsb.
Aku hanya ingin melaksanakan tujuan awal ku sesegera mungkin. Dengan langkah gontai, aku mulai menapaki jalan masuk menuju pasar.
Eyang menungguku di luar, dengan menyamar menjadi seorang penarik becak. Sama seperti saat kami sedang melakukan praktek di lapangan, ia juga menggunakan cara seperti ini.
Ia melirik sinis kepadaku, mengancam agar jangan berani main-main dengannya. Tangannya mengelus batu di cincin yg dikenakannya. Di dalam batu itu, setahuku, bersemayam juga sesosok genderuwo yg akan dikeluarkannya utk menangkap kami jika mencoba utk melarikan diri.
Namun, aku tak akan lari kemana-mana. Eyang tak perlu kuatir.Kupastikan rencana untuk mati di tengah pasar ini harus terlaksana dgn sukses.

*****
Langkahku semakin maju di bagian terdalam lorong-lorong pasar. Suasananya lumayan sesak akan keramaian orang yg berlalu lalang.
Kususuri daerah itu sambil memikirkan tentang rencanaku sebelumnya. Namun, aku bingung juga harus memulai dari mana. Saat sedang dilanda kebingungan , tercium olehku aroma makanan yg sangat sedap.
Aahh, baunya sungguh nikmat. Kontan saja perutku yg memang kosong ini menjadi semakin lapar. Aku ingin makan sekarang juga.
Aroma sedap tadi rupanya berasal dari sebuah warung makan yg berada sangat dekat dengan tempatku berdiri sekarang. Cepat- cepat aku menuju ke warung itu dan mengintip ke dalamnya.
Kondisinya cukup sepi, hanya ada dua orang yg terlihat sedang sibuk makan di meja.
Tak terasa, air liurku menetes. Aduh, memang sakit menahan lapar. Masa aku harus mati hanya karena perut yg keroncongan, padahal saat ini didepan mataku tersaji makanan yg bisa sedikit kuambil.
Lagipula, istilah mati kelaparan kedengarannya sangat tidak keren bagiku.
Ya sudahlah, aku akan mengambil sepotong paha ayam bakar disana utk sekedar mengganjal perut ini.
Dengan mengendap-endap, tanganku berhasil meraih paha incaranku tadi. Kubawa potongan paha tsb utk kunikmati sambil mencari tempat yg sepi utk makan.
Kulihat di bagian belakang rumah makan ini sepertinya lengang dan ada tembok tinggi disitu. Aku bisa makan dgn tenang tanpa harus takut ketahuan orang di sana.
Langsung saja aku mencari posisi yg nyaman utk duduk dan bersantai. Baru saja kubuka mulut ini utk menggigit paha tadi, barulah kusadari ada seseorang yg sedang memperhatikan.
Seorang gadis kecil yg tengah mencuci piring sedang terpaku menatap ke diriku. Aku juga bengong menatap dia yg entah bagaimana bisa melihatku. Kami saling bertatap muka selama beberapa detik, sampai ia mulai berteriak dengan sangat lantangnya.

"Aaahhh.... ".
Suara si gadis kecil menggelegar memecah langit di siang yg terik itu. Aku yg belum siap dengan reaksinya yg begitu cepat tentu saja jadi gelagapan. Inilah yg kutakutkan jika harus beraksi di luar waktu malam.
Resiko utk terlihat oleh mata manusia terlalu tinggi bila kami berkeliaran di siang hari seperti sekarang ini. Padahal, semestinya kami pantang utk dapat dilihat oleh mereka.
Apalagi yg masih dalam tahap pemula sepertiku,sebentar saja wujud ini terpampang di depan mata manusia, maka akan sukar buatku untuk bisa menghilangkan diri secepat mungkin.
Yang kucemaskan terjadi juga. Baru saja aku hendak mengaktifkan kemampuan menghilang, sejumlah orang telah muncul hadapanku.
"Tuyul!! "
"Ada tuyul!! "
Mereka menjerit-jerit sambil jari mereka menunjuk ke arahku.
Aku terpojok. Aku juga mulai panik. Jumlah orang yg berdatangan malah semakin banyak. Mereka berdesak-desakan untuk berebut melihatku.Mungkin baru pertama kali ini mereka menyaksikan makhluk seperti aku ini.
Ekspresi mereka bercampur aduk,ada yg takjub,ada yg terlihat jijik dan ada juga yg marah. Saat itu, aku sudah sangat ketakutan. Karena terlalu takutnya, aku tak bisa berkonsentrasi utk segera dapat menghilang.
"Ada yg miara pasti nih! " kata seseorang.
"Mampusin aja sekalian! ", teriak seseorang yg lainnya.
Tak ayal lagi, ucapan tadi membuat orang-orang itu dengan ganasnya mulai mengeroyokiku.
Habislah sudah.
Mereka meninju, mereka menendang, dan ada pula yg menggunakan senjata ketika menghajar diriku. Sakitnya jangan ditanya. Jauh berkali-kali lebih nyeri dibanding dgn pukulan yg biasa kuterima oleh Eyang.
Ah, bedebah kalian semua! pekikku dalam hati.
Di tengah-tengah aksi keroyokan itu, aku teringat kalau diriku masih menyimpan satu kemampuan lagi. Suatu kemampuan khusus untuk merubah bentuk yg hanya bisa digunakan saat berada dalam situasi yg benar-benar genting.
Situasi genting itu sendiri sedang terjadi saat ini dan jika tak segera kugunakan,bisa-bisa aku tewas sekarang juga.
Kufokuskan pikiran untuk membayangkan bentuk makhluk yg akan kujelma.
Tak perlu waktu lama, kurasakan wujud ini telah berubah menjadi bentuk yg lainnya.
Lagi-lagi, orang-orang itu kembali memekik.
"Lho, dia malah jadi babi! "
"Babi ngepet! Dia jadi babi ngepet!! "
Kerumunan manusia itu semakin mengganas. Sama sekali aku tak diberi celah utk dapat lari dari amukan mereka.
"Mampusin tuh setan sekalian! Mampusin! ", teriakan provokatif itu kembali terdengar.
Sayang sekali, aku terlalu lelah utk bisa bergerak cepat. Sedari awal aku memang sudah terluka dan fisikku dalam keadaan sangat lemah saat memasuki pasar sialan ini.
Pada akhirnya, aku tak mampu mempertahankan bentuk jelmaanku yg berupa babi tadi. Aku kembali lagi ke wujud asli. Dan kembali jadi bulan-bulanan massa yg semakin ramai berkumpul.
Di titik ini, aku baru tersadar akan rencanaku di awal. Bukannya aku memang sudah meniatkan diri utk mati disini? Jadi kenapa aku harus melarikan diri? Biarlah orang-orang ini yg akan memudahkan jalanku utk mengakhiri semuanya.
Aku bisa tersenyum bahagia sekarang. Tak lama lagi penderitaan hidup ini akan usai.

Digebuki secara brutal seperti ini membuat pandanganku menjadi gelap. Sepertinya aku akan segera binasa. Syukur deh, batinku.

"Tidak! Tidak! Jangan..! "
Suara Eyang menganggu konsentrasiku. Padahal aku sudah hampir tak sadarkan diri. Saat aku memandangnya, ia sedang berusaha keras menerobos kerumunan yg tengah mengamuk tsb.
Kenapa Eyang? Apa ia mau menyelamatkanku? Apa ia juga mau membawaku kembali ke pondokan itu?Oh, tidak! kataku.
Aku tak ingin kembali lagi kesana. Aku tak sudi utk kembali ke tempat terkutuk itu. Aku tak tahan harus disiksa terus-menerus olehnya.
Segera saja Eyang mengangkat tubuhku yg telah tak berdaya ini, kemudian membawaku berlari menjauh dari keramaian. Sedangkan manusia-manusia yg ganas itu terlihat tak rela kalau harus kehilangan bahan siksaannya.
Mereka mengejar Eyang sambil mengeluarkan sumpah serapah mengerikan.
Eyang pun berlari sangat kencang. Seisi pasar memburu kami dengan penuh nafsu. Situasi semakin kacau. Massa kembali bertambah dan semakin memanas. Pekik dan teriakan manusia menggaung di setiap penjuru.
Dalam gendongan Eyang, aku berontak meminta utk dilepaskan. Aku juga memohon agar lebih baik aku ditinggalkan saja. Aku sangat kecewa, ideku utk menghabisi nyawa sendiri jadi berantakan karena ulahnya.
Aku meronta sejadi-jadinya. Tapi, tetap saja Eyang tak menghiraukan. Malah ia semakin mempercepat larinya. Berlari menjauh dari kejaran massa yg seolah siap utk membantai kami berdua.
"Eyang, tidak! Aku tak mau lagi kembali ke sana! ", rintihku.
" Biarkan saja aku mati disini, Eyang! "
Namun, dia tak mendengar. Dan mungkin ia memang tak mau mendengar.
Sekali lagi aku berteriak dan akan terus berteriak.
"Tidak, Eyang! "

"Tidak!!"

"Tidakkkkkk!!! "

***Selesai****
Sekian utk cerita malam ini sob. Ane ucapin terimakasih banyak buat yg udah ngikutin ceritanya.
Sampai jumpa lagi di kisah ane yg berikutnya.
So, good night and sleep tight!

• • •

Missing some Tweet in this thread? You can try to force a refresh
 

Keep Current with IndraOne

IndraOne Profile picture

Stay in touch and get notified when new unrolls are available from this author!

Read all threads

This Thread may be Removed Anytime!

PDF

Twitter may remove this content at anytime! Save it as PDF for later use!

Try unrolling a thread yourself!

how to unroll video
  1. Follow @ThreadReaderApp to mention us!

  2. From a Twitter thread mention us with a keyword "unroll"
@threadreaderapp unroll

Practice here first or read more on our help page!

More from @adelbert_rusty

14 Jan
Jadi ini semak-semak di sebelah rumah ane. Sebulanan yg lalu kira2, pas ane lagi diluar rumah ada suara anak-anak ketawa dri arah semak ini.Padahal baru sekitar jam 8an gtu. Masih gak malam2 amat. Beberapa harinya pas emak ane lgi makan malam di dapur, blio juga denger ada- Image
-suara tangisan gtu,tpi yg nangis ini kata blio kyak suara anak bayi. Berdasarkan dari pengalaman diatas, jadilah kisah berikut yg idenya ane dapet dari suara di semak-semak tadi.
Sewaktu ane lagi ngerjain naskahnya, ada juga satu kejadian. Sekitar jam 10 malem saat ane sibuk nulis tu kisah, ada suara emak ane manggil ane dari arah luar jendela kamar. Udah jam 10 malem dan emak ane manggilin dri jendela? Padahal emak ane lgi nyante dikamarnya.
Read 4 tweets
5 Jan
Malem sob.
Kisah yg akan ane tulis di bawah ini merupakan sebuah kisah dari seorang kenalan ane yg terjadi di sekitar tahun 2018 yg lalu.

Langsung saja sebelum kita mulai, yuk ramein trit nya dg rt dan like sekalian.

Kalo udah, so let the haunt begin!
Aku sedang naksir kepada seorang gadis di tempatku bekerja.
Ia dan aku sama-sama berada di bagian marketing di sebuah perusahaan rokok. Bedanya aku baru saja menjajaki pekerjaan ini selama enam bulan, sedangkan Nia, nama gadis itu, merupakan pekerja yg baru masuk bulan lalu.
Read 47 tweets
24 Dec 21
MENJELANG NATAL

Berdasarkan dari sebuah kisah nyata

@karyakarsa_id @IDN_Horor @chow_mas @SpesialHoror

#Natal
#natal2021
#kisahnyata Image
Lily, adikku yang terkecil, baru saja mengucapkan ikrar pernikahannya.
Wajah-wajah bahagia serta sumringah memenuhi seisi ruangan di gereja pada hari itu.
Aku yg turut berada di sana juga ikut merasakan kebahagiaan kedua pasangan pengantin tsb.

Namun di relung kalbuku yg paling dalam, tersirat sedikit pilu kesedihan di sana.

*****
Read 182 tweets
25 Nov 21
Lelaki tua itu mengayuh sepedanya dengan kecepatan sedang.
Sebenarnya ia ingin mempercepat laju sepeda itu lebih kencang lagi.
Tapi apalah daya dan upaya, kalau sepeda butut tsb sudah tak mampu lagi menambah daya kecepatannya, walaupun pedalnya di genjot sekuat tenaga.
Read 83 tweets
18 Nov 21
Malem sob!
Kisah yg akan ane tuliskan di bawah ini merupakan sebuah cerita yg sempat terjadi di komplek tempat ane tinggal dulunya.
Sebelum mulai yuk ramein dg like rt dan komen nya sekalian ya sob!

Kalo udah so let the haunt begin!
Read 53 tweets
14 Nov 21
Hai sob!
Malem ini ane akan menuliskan kisah dari seorang kenalan ane,tentang pengalaman mistisnya sewaktu ia bekerja di sebuah gedung bioskop dulu.
Seperti biasa, nama tokoh dan lokasi kejadian akan ane samarkan.
Dan seperti biasanya juga, yuk ramein trit nya dgn rt like dan komen sekalian biar makin seru.

Kalo udah, so let the haunt begin!
Read 79 tweets

Did Thread Reader help you today?

Support us! We are indie developers!


This site is made by just two indie developers on a laptop doing marketing, support and development! Read more about the story.

Become a Premium Member ($3/month or $30/year) and get exclusive features!

Become Premium

Too expensive? Make a small donation by buying us coffee ($5) or help with server cost ($10)

Donate via Paypal

Or Donate anonymously using crypto!

Ethereum

0xfe58350B80634f60Fa6Dc149a72b4DFbc17D341E copy

Bitcoin

3ATGMxNzCUFzxpMCHL5sWSt4DVtS8UqXpi copy

Thank you for your support!

Follow Us on Twitter!

:(