MENJELANG NATAL

Berdasarkan dari sebuah kisah nyata

@karyakarsa_id @IDN_Horor @chow_mas @SpesialHoror

#Natal
#natal2021
#kisahnyata Image
Lily, adikku yang terkecil, baru saja mengucapkan ikrar pernikahannya.
Wajah-wajah bahagia serta sumringah memenuhi seisi ruangan di gereja pada hari itu.
Aku yg turut berada di sana juga ikut merasakan kebahagiaan kedua pasangan pengantin tsb.

Namun di relung kalbuku yg paling dalam, tersirat sedikit pilu kesedihan di sana.

*****
Sebut saja namaku Rosi.
Aku merupakan anak tertua dari empat orang adik yg kesemuanya adalah perempuan.
Dengan jumlah saudara yg cukup banyak ini, sedari kecil aku sudah terbiasa membantu ibu ikut mengurus keempat adikku.
Adik-adikku lahir di dunia ini setelah usiaku menginjak ke usia lima tahun. Jarak kelahiran mereka pun tidak terpaut begitu jauh seperti aku. Masing-masing kurang lebih hanya sekitar satu tahunan.
Ketika mendekati waktu kelahiran anak Ibu yg terakhir, Ayah meninggal dunia karena sebuah kecelakaan.
Lily pun lahir dgn status sebagai seorang anak yatim dan dalam keadaan yg sangat seadanya.
Ibu jatuh dalam jurang nestapa kalau itu. Untung saja, beliau masih tetap taat beribadah dan mencoba untuk bisa bangkit kembali seperti sedia kala.
Untuk mempertahankan agar asap di dapur tetap bisa mengepul, Ibu pun banting tulang sekuat tenaga.

Selain melakoni sebagai buruh cuci di beberapa rumah tetangga, beliau juga bekerja di sebuah tempat yg memproduksi makanan ringan.
Karena saking banyaknya jadwal kerja Ibu yg terlalu padat, terpaksa beliau memintaku utk harus lebih banyak meluangkan waktu supaya bisa mengurus rumah dan juga adik-adikku.
Akibatnya, aku jadi jarang masuk sekolah. Bahkan hanya untuk sekedar bermain di halaman bersama anak-anak sekitar rumah saja aku sudah tak sempat.
Kalaupun harus keluar rumah, aku terpaksa membawa semua adikku karena mereka masih terlalu kecil utk kutinggal tanpa ada yg mengawasi.
Akupun mengeluh pada Ibu bahwa diriku lelah. Tapi ia tak mengucapkan satu kata pun. Mungkin juga ia memang tak tahu apa yg harus dikatakan agar bisa menjawab keluhanku.
Ibu hanya tersenyum kecil dgn raut wajah yg sedih.
Ada sedikit linangan air yg keluar dari sudut matanya.
"Rosi, kamu yg sabar ya, nak! " begitu ucap Ibu.
Hatiku luluh. Aku pun mencoba utk belajar memahami beban berat yg dipikul Ibu sebagai orang tua kami satu-satunya.
Belajar memahami semua kesukaran dalam hidup ini disaat usiaku masih teramat sangat muda.

*****
Dengan sangat berat hati,terpaksa kutinggalkan juga pendidikan di sekolah. Ketika itu aku sudah duduk di bangku kelas lima sekolah dasar.
Apa daya, waktu dan kondisi ekonomilah yg membuatku sangat tidak memungkinkan utk bisa terus bersekolah.

Ada rasa sedih dan sesal yg muncul, saat melihat teman-teman bisa pergi ke sekolah ataupun bermain dgn bebasnya tanpa ada beban.
Tapi kata Ibu,aku tak boleh menangis. Setidaknya di depan adik-adikku yg masih kecil-kecil ini.
Karena sering kusaksikan, kalau Ibu menangis karena sesuatu, biasanya mereka juga akan ikut-ikutan menangis melihat Ibu yg meneteskan air mata.
Karena itu, aku tak mau kelihatan lemah di hadapan mereka. Aku ingin mereka menganggapku sebagai seorang kakak yg kuat dan siap untuk menjaga mereka semua.

*****
Satu persatu, adik-adikku mulai masuk ke sekolah dasar. Ada yg bertahan sampai lulus, ada juga yg tak selesai. Alasannya juga sama seperti diriku yg terpaksa harus berhenti sekolah. Faktor keuangan yg menjadi penyebab utamanya. Ekonomi kami memang tak pernah kunjung membaik.
Lagipula di masa itu, masih ada anggapan dalam masyarakat sekitar kalau seorang wanita itu tak perlu utk bersekolah terlalu tinggi.
Yang penting tahu membaca dan menulis serta lebih banyak utk berdiam diri di rumah saja, itu sudah cukup, kata mereka.
Memang persis seperti diriku saat itu. Aku hanya menghabiskan banyak waktu utk tinggal di rumah saja, sembari mengurus dan merawat adik-adikku.
Kecuali utk di hari Minggu.
Khusus di hari itu, kusempatkan diri utk beribadah di sebuah gereja sederhana yg jaraknya cukup dekat dari rumah.
Walaupun aku tak bisa berlama-lama di sana, setidaknya hanya di satu hari ini saja aku bisa mendapatkan hiburan sejenak.
Kugunakan waktu yg sangat berharga ini dgn banyak memanjatkan doa serta memohon belas kasih dariNya.
Dan hanya di gereja ini aku bisa mencucurkan semua air mata kesedihan atas semua beban yg kurasakan.

*****
Kemalangan datang tanpa dapat kutolak.
Tak ada yg menyangka jika Ibu akhirnya pergi meninggalkan kami semua utk selamanya.
Seluruh duka dan lara kami tumpah di hari yg kelam itu.
Kami kehilangan Ibu sebagai sosok orangtua tunggal yg jiwanya sangat tegar dan tabah dalam menghadapi setiap goncangan dalam hidup.
Kulihat wajah Ibu seperti tersenyum di pembaringannya yg terakhir.
Ah, beliau pasti sudah tenang sekarang. Semua beban berat duniawi pasti sudah lepas dari pundaknya.
Kurangkul tubuh keempat adikku dgn erat. Kami pun menangis bersama semalaman.
Dan semua kemalangan tsb terjadi dua hari sebelum memasuki hari Natal. Sekaligus Natal pertama kami tanpa keberadaan Ibu.

*****
Waktu berjalan cepat tanpa terasa. Kini, semua adikku yg kemarin hanya berupa bocah-bocah kecil ingusan, sekarang mulai tumbuh menjadi gadis-gadis remaja yg manis.
Semenjak Ibu tiada, akulah yg menggantikan peran beliau sebagai satu-satunya tulang punggung keluarga.

Karena terlalu sibuk bekerja ini, aku jadi tak dapat mengawasi dan mengontrol diri mereka.
Akibatnya, mereka jadi selalu sering keluyuran di luar dan tak pernah mau membantu utk mengurus rumah. Yang lebih parah lagi, mereka malah mulai berani untuk main pacar-pacaran dgn lawan jenisnya.
Informasi ini kuketahui dari Lily, adik bungsuku yg sering mereka tinggalkan sendirian di rumah.

Kumarahi mereka semua yg menurutku kelakuannya sudah cukup kelewatan. Tapi apa yg kudapat? Mereka malah balik memarahiku.
Mereka menyebutku terlalu mengekang kebebasan hidup mereka. Bahkan aku di ejek dgn kata kolot.
Astaga!
Aku memekik di dalam hati. Padahal semua hal ini kulakukan utk kebaikan mereka semua.
Aku pun menghela nafas panjang.Tak satupun dari kami yg mau mengalah.
Mungkin ini dikarenakan kami memang kakak beradik yg punya sifat keras kepala. Hampir semua dari kami memiliki jiwa temperamen yg tinggi.
Seingatku, Ibu juga memiliki sifat yg serupa. Mungkin saja, tanpa disadari, sifatnya ini di turunkankan pada kami semua, anak-anak nya.

*****
Sejak pertengkaran kecil antara aku dengan adik-adikku tempo hari, hubungan kami jadi agak merenggang.

Mereka makin berani utk bepergian entah kemana,kemudian baru pulang setelah beberapa hari kemudian.
Ketika kutanyakan perihal ini pada Dahlia, adikku yg pertama, malah dengan santainya ia menjawab kalau ia pergi ikut bersama pacarnya.
Emosiku tak tertahankan kala mendengar pengakuannya. Ini sudah kelewatan, pikirku.
Kucaci maki dirinya saat itu, padahal sebelumnya tak pernah kulakukan hal semacam ini selama aku mengurusnya saat kecil dulu.
Di antara sela amarahku, ia masih sempat mengejek, kalau aku tak segera mencari pacar, bisa-bisa nanti aku akan tetap jadi perawan sampai tua.
Darah di tubuhku mendidih mendengar olokannya. Panas di hatiku bergejolak.
Segera saja gagang sapu yg terbuat dari kayu terpaksa harus patah karena kugunakan utk menghantam bagian punggungnya hingga ia melolong kesakitan.
Akhirnya, ia pun minggat dari rumah setelah kejadian tersebut dan tak pernah kembali lagi.

*****
Karena ceritanya masih lumayan panjang, jdi ane lanjutin besok ye sob!
Kita terusin yuk sob, semoga selesai ni malem.
Adikku yg lainnya, entah kenapa, mulai terkesan seperti orang asing saja.
Mereka seperti tamu yang datang ketika malam tiba dan pergi saat siang hari menjelang. Kami bahkan hampir tak pernah saling bicara.
Masing-masing kami tenggelam dalam dunianya sendiri.
Hanya si bungsu Lily yg sesekali masih mau berinteraksi denganku.
Saat ini, ia juga mulai tumbuh remaja. Ia pun juga berpacaran dengan pria yg masih belum kukenal siapa orangnya. Namun, sebelum aku menanyainya, ia buru-buru mengatakan padaku tentang lelaki ini.
Ia berjanji akan memperkenalkan pacarnya tsb secepat mungkin.
Aku mengangguk paham. Andai saja adik-adikku yg lain sifatnya lebih terbuka seperti Lily. Mungkin aku tak perlu untuk sampai emosi saat menghadapi sikap mereka.

*****
Jasmine, adikku yg nomer dua, kabur dari rumah tanpa sepengetahuanku.
Dari kabar yg kudengar, ia terpengaruh ajakan pacarnya untuk kawin lari.
Kudengar juga bahwa orangtua pacarnya itu memang tak merestui hubungan mereka. Tapi sialnya, orangtua lelaki tsb malah datang ke rumah dan melabrakku habis-habisan.
Mereka menuduhku ikut membantu adikku dan anaknya melarikan diri serta turut bersekongkol dalam pelarian mereka.
Tentu saja, aku segera gelap mata.
Kuraih asbak kaca dari atas meja,ku perintahkan tamu kurang beradab itu untuk segera angkat kaki sebelum asbak ini terbang ke wajah salah satu dari mereka.
Keduanya pun pergi dgn mulut penuh caci maki.
Aku terduduk lemas.
Oh Tuhan, batinku berucap. Kuatkanlah diriku yg lemah ini, mohon ku saat itu.

*****
Sepertinya memang Tuhan lebih memilih utk mengujiku dgn cobaan yg didatangkan Nya melalui kelakuan adikku.
Kali ini ada Esther, adik ketigaku yg sekarang sedang merengek dihadapanku.
Ia memintaku utk datang ke hari pernikahannya nanti.
Pernikahan apa? tanyaku.
Sejak kapan kau berpacaran?
Dengan siapa kau akan menikah? Kenapa aku tak pernah kau beri tahu sebelumnya?
Berbagai pertanyaan tsb tak dapat kulontarkan dari mulut. Lidahku kelu.
Aku menatap kosong pada Esther yg memasang wajah memelas. Tentu ia sangat berharap aku akan datang.
Setelah ia memastikan kehadiranku di hari pernikahannya nanti, ia pun pamit pergi.
Pikiranku hampa, tak tahu lagi apa yg harus kulakukan.
Adik-adikku yg kurawat dan kusayangi sewaktu kecil dulu, kini satu persatu pergi meninggalkan dan mengabaikanku seolah diriku ini tak berarti.
Anehnya, aku tak bisa menangis ketika menyadari hal tsb. Diperlakukan seperti ini memang rasanya menyedihkan, tapi entah kenapa rasa sakit ini belum sanggup membuatku utk meneteskan air mata.

*****
Aku memutuskan untuk tidak menghadiri acara pernikahan Esther yg di gelar pada hari itu.
Pasti ia marah kepadaku, karena setelahnya ia tak pernah lagi datang berkunjung.
Masa bodoh ah, jawabku sekenanya saat Lily menanyakan tentang Esther yg tak mau menginjakkan lagi kakinya ke rumah ini.
Sepintas, kulihat Lily agak bersedih karena mungkin dipikirannya sudah hampir semua kakaknya keluar meninggalkan rumah bersama suami mereka.

Aku pun merasakan kalau sekarang rumah ini semakin terkesan sunyi dan sepi.
Ada sedikit kerinduan pada masa-masa sewaktu kami kecil dahulu. Ketika Ayah dan Ibu masih ada, dan kami masih begitu polos-polosnya.
Semua kenangan itu terasa begitu manisnya dan menjadi menyakitkan saat begitu cepatnya waktu berubah.

*****
Hari itu merupakan hari yg sangat berbahagia bagi Lily. Ia dan kekasihnya saat ini sedang melakukan prosesi pernikahan di sebuah gereja yg cukup megah.
Mereka baru saja mengucapkan ikrar untuk selalu saling setia satu sama lain.
Wajah-wajah bahagia dan sumringah memenuhi ruangan yg diramaikan oleh tamu serta jemaat yg hadir.
Aku yg turut menyaksikan juga ikut hanyut dalam kebahagiaan kedua mempelai tsb.
Air mata bahagia mengalir pelan dari sudut mata ini. Namun, lebih banyak lagi tangis yg kusimpan sendiri jauh di dalam hati.

*****
Baru teringat dikepalaku kalau sudah lama aku tak pernah beribadah di gereja. Jam kerja yg terlalu padat juga membuatku hampir tak punya waktu untuk libur.
Pagi di hari Minggu itu, kuringankan langkah untuk menuju ke gereja yang ada di dekat rumah.
Gereja lama yg dulunya selalu kudatangi utk beribadah semasa aku kecil dulu.
Tak banyak yg berubah dari bangunan ini. Jumlah jemaatnya juga sekarang jauh berkurang banyak jika dibandingkan dgn yg dulu.
Setahuku, ramai jemaat yg berusia muda lebih memilih utk beribadah ke gereja lain yg baru saja di bangun.
Kuperhatikan bangku-bangku yg ada di ruang gereja ini, hampir semuanya di isi oleh jemaat yg kebanyakan sudah berusia lanjut. Ada juga beberapa anak-anak kecil, tapi tetap saja kesannya terasa sepi.
Jauh sangat berbeda dgn dahulu, kenangku, sedikit sedih.
Kuambil tempat duduk di pojokan dan mulai berdoa di dalam hati. Semua kilas balik itu terulang lagi di kepala.

Tentang Ayah, tentang Ibu, tentang adik-adikku dan juga tentang pernikahan.
Di usia yg sudah tak bisa di sebut muda lagi ini, membuatku sulit utk memikirkan tentang menikah dgn seseorang. Terpaksa aku harus menelan pil pahit karena menyaksikan satu kenyataan bahwa aku telah di langkahi adik-adikku dalam masalah menemukan pendamping hidup.
Sedikit air turun perlahan dari pelupuk mataku ketika mengingat kembali momen bahagianya Lily saat pernikahannya tempo hari. Aku sempat sedikit iri kala itu. Dan sejujurnya, aku juga menyimpan keinginan utk dapat mencicipi manisnya sebuah pernikahan kelak di kemudian hari.

***
Awalnya aku sempat senang saat Lily dan Budiman, suaminya itu, memutuskan utk tinggal bersamaku.
Alasan mereka baik, hanya karena tak ingin membiarkanku sendirian saja di rumah tanpa ada yg menemani.
Tapi, ujung-ujungnya malah membuatku jengkel setengah mati dgn kelakuan mereka. Terutama kelakuan suami adikku, si Budiman ini.
Ia cenderung memiliki sifat pemalas. Pekerjaannya saja tak tetap, kadang kerja kadang tidak. Malah lebih sering menganggur saja di rumah. Alasannya, belum ada tawaran kerja yg datang.
Sungguh alasan yg tak logis.
Akupun melayangkan protes pada Lily yg terkesan tenang-tenang saja dgn kelakuan suaminya. Jengah sekali hatiku ketika melihat kegiatannya yg hanya bisa bermalas-malasan saja.
Kalau tidak dicari, mana ada pekerjaan yg akan datang menghampiri, begitu kataku dgn maksud agar Lily mau menegur sang suami.
Bukannya berterimakasih, ia malah tersinggung dengan perkataanku tadi.
Bodohnya lagi, malah ia yg sibuk mencari kerjaan kesana kemari, sedangkan suaminya malah makin asyik bersantai seperti tanpa ada beban.
Tentu saja aku sangat keberatan kalau harus terus begini.
Gaji yg kuterima tiap pekannya dari kerjaanku di pabrik teramat minim. Hanya cukup utk makan sehari-hari saja. Dan seharusnya mereka sudah paham akan kondisi ini.
Parahnya lagi, si Budiman yg perangainya sangat tidak budiman ini mulai berani mengajak teman-temannya utk mabuk dan berjudi di rumahku.
Rumah sederhana peninggalan orangtua yg paling berharga buatku ini hendak di jadikan sarang maksiat oleh mereka. Sungguh manusia tak tahu diri.
Lagi-lagi, aku mengamuk. Kudamprat habis-habisan adikku beserta suaminya, tak lupa kuusir juga teman-temannya yg tengah berjudi. Botol-botol minuman yg memabukkan itu kuhempaskan di depan muka mereka.
Aku tak rela rumah yg sangat kusayangi dan selalu kurawat ini jadi ajang untuk berbuat kerusakan.
Puncaknya, kuperintahkan mereka berdua untuk segera minggat dari sini.
Tapi, Lily menolak. Ia tak mau pergi. Ia malah memelukku, memohon agar aku membolehkannya untuk tetap tinggal di rumah ini. Dengan bercucuran air mata, ia berkilah bahwa ia tak sanggup berjauhan dgnku, sebagai kakak yg tersisa setelah semua meninggalkan dirinya.
Diriku terdiam membisu. Tak tahu lagi harus berkata apa.
Di dalam hatiku hanya terucap satu kalimat,
Ya Tuhan, kuatkanlah aku selalu...

*****
Di kala kondisi dan situasi keuanganku yg kian memburuk, Tuhan memberikan lagi satu ujiannya kepadaku.
Pabrik tempatku utk mencari rupiah terpaksa harus tutup karena bangkrut. Memang aku diberikan pesangon dari pemilik pabrik. Namun, jumlahnya terbilang kecil dan habis hanya cukup utk makan selama beberapa hari kedepan.
Aku benar-benar kebingungan ketika itu. Entah dimana lagi aku bisa mencari penghasilan. Ditambah lagi, aku tak punya keahlian apa-apa. Ketika bekerja pun aku hanya mengandalkan niat dan keuletan saja sebagai modal utama.
Apalagi di usiaku yg sudah tidak sesegar dulu, rasanya tak akan ada orang yg tertarik utk mempekerjakanku lagi.

*****
Masih tersisa keyakinan di dalam batinku bahwa Tuhan pasti akan menurunkan karunia-Nya suatu hari nanti.
Dan benar saja.
Di pagi minggu itu, aku berbincang dgn pendeta yg bertugas di gereja kami.
Sedikit kuceritakan keluh kesah padanya mengenai kebutuhanku akan sebuah pekerjaan. Pak pendeta yg berwajah ramah ini berkata bahwa ia kenal dgn seseorang yg biasa menyalurkan tenaga kerja utk dikirim ke luar negeri.
Jika aku berminat, ia bisa menyampaikannya pada kenalannya tsb. Aku langsung mengiyakan tawaran pak pendeta.
Melihat antusiasku, beliau pun berjanji akan segera menghubungi orang itu secepatnya.
Dua hari kemudian, datanglah seorang pria yg berpakaian rapi ke rumah. Rupanya pria ini yg dimaksud oleh pak pendeta sebagai penyalur tenaga kerja.
Kami pun memulai obrolan.
Intinya, aku ditawarkan bekerja sebagai TKI yg akan dikirim ke negeri Jiran. Segala macam biaya seperti transportasi dan yg lain-lain akan ditanggung oleh pihak mereka.
Aku hanya perlu membawa badan ini saja.
Rasanya, aku sangat tertarik dgn penawaran mereka. Jujur saja, sesekali akupun ingin pergi jauh dari segala kejenuhan di rumah.
Tak perlu berlama-lama dipikir, kuterima tawaran pekerjaan tsb tanpa ada banyak pertimbangan. Karena aku yakin, inilah saatnya aku untuk bangkit dari keterpurukan.

*****
Sengaja aku tidak mengabarkan rencana keberangkatanku ke luar negeri pada Lily. Kupikir, jika kuberitahu pun mungkin ia tak akan ambil peduli. Tapi, dugaanku meleset.
Sehari sebelum kepergianku, barulah kabar tsb kusampaikan padanya. Ia kaget luar biasa. Tak mengira aku akan pergi begitu mendadak. Kemudian ia menangis tanpa henti hingga matanya membengkak.
Aku terenyuh.
Tak mengira akan reaksinya yg begitu enggan utk kutinggalkan.

Ah, maafkan aku yg egois ini ya dik, kataku, walau hanya bisa terucap di dalam hati.

*****
Di Jiran sana, profesiku hanyalah sebagai seorang pembantu rumah tangga sekaligus juga mengasuh seorang anak majikan yg masih kecil.

Pekerjaannya cukup mudah buatku. Pengalaman masa kecil yg dulunya juga berkutat disekitar urusan rumah, menjadi pelajaran yg sangat berharga.
Pengalaman bernilai itu sudah kuterapkan saat mulai bekerja di tempat ini. Semuanya kulakukan dengan ikhlas dan niat tulus agar hasilnya memuaskan.
Lagipula, yg membuatku senang utk bekerja di sini, majikanku orangnya sangat baik. Mereka tak pernah memperlakukanku layaknya seorang babu yg bisa seenaknya di suruh-suruh.
Malah mereka menganggapku sebagai bagian dari anggota keluarga mereka.
Walau agama dan keyakinan mereka berbeda denganku, mereka tak pernah mempermasalahkan tentang ini.
Aku tak dilarang untuk menaruh simbol salib di kamar tidur ataupun membaca Alkitab di saat jam istirahat.
Dan khusus di hari Minggu, aku diberikan ijin untuk libur kerja dalam sehari penuh. Aku juga di persilahkan utk beribadah di sebuah gereja yg tak jauh dari kediaman mereka.
Sungguh beruntungnya nasibku dipertemukan oleh Tuhan dgn orang-orang yg berhati mulia seperti mereka ini.
Selalu ada perasaan haru dan pedih menyelimuti ketika perayaan Natal tiba.
Jauh dari sanak famili serta kawan dekat disaat hari raya memang sangat tidak menyenangkan.
Itulah perasaan yg kualami kala diri ini harus merayakan Natal jauh dari kampung halaman utk pertama kalinya.Sempat kuikuti kegiatan misa Natal di gereja terdekat, dan hatiku lumayan merasa terhibur saat itu.
Tapi setelah semuanya berakhir, perasaanku kembali hampa.
Aku merindukan rumah. Aku merindukan suasana Natal di rumah. Dan aku menangis di hari yg seharusnya penuh dgn suka cita dan tawa bahagia.

****
Part end nya kita lanjutkan besok ya sob!
Kita terusin ya sob! Maaf klo updatenya lelet 😄
Waktu pun berputar tanpa terasa.
Hari ini tepat tujuh tahun sudah aku bekerja. Selama tujuh itu juga aku tak pernah menghubungi adik ataupun kerabat sama sekali.
Namun, di penghujung tahun, kuputuskan utk tidak melanjutkan kontrak kerjaku lagi.
Majikanku sedikit kaget ketika mendengar penjelasan sewaktu aku menolak utk menandatangani lembaran yg di serahkannya.
Alasanku sebenarnya sangat sederhana saja. Aku ingin pulang.
Masa enam tahun itu sepertinya sudah cukup bagiku utk mendapatkan pengalaman hidup di negeri orang.
Ibu majikanku menangis sedih. Sesungguhnya ia tak ingin aku pulang. Beliau malah menyuruhku utk tetap tinggal di sini saja bersama keluarganya.
Aku hanya bisa mengucapkan terimakasih yg tak terhingga padanya dan meminta maaf atas keputusanku yg sudah bulat.

*****
Di hari kepulanganku, wajah si ibu majikan berderai air mata. Ia memeluk tubuhku lekat-lekat seakan tak ingin kehilangan seorang sahabatnya.
Anaknya pun juga begitu. Ia meraung sambil mendekap pinggangku dan menjerit supaya aku jangan pergi.
Kutahan tetesan air di mata yg hendak mengalir ini. Kalau aku tak segera beranjak, bisa kupastikan maka tangisku akan pecah.
Ada perjumpaan, ada pula perpisahan. Namun, entah kenapa perpisahan rasanya memang paling sangat menyakitkan.

*****
Langkah kaki ini terhenti tepat di depan rumah. Rumah yg telah kutinggalkan tujuh tahun lamanya.
Mataku bergerak mengamati sekelilingnya.
Bangunan itu nampak semakin tua dan terlihat mulai merapuh.Terkesan sangat kurang terawat.
Dulu, di terasnya kuhiasi dengan penuh berbagai macam tanaman cantik yg kurawat dgn telaten.
Sekarang, sehelai daun pun tak terlihat ada bekasnya di situ.

Ada sebuah meja di sana. Di bagian atasnya, berjejer beberapa jenis makanan ringan.
Seorang gadis kecil berumur sekitar lima tahun tengah asyik membaca di sisi meja. Sepertinya ia sedang menjaga barang-barang jualannya
Aku tersenyum haru.
Gadis kecil di depanku ini mirip sekali dgn Lily, adikku. Ternyata ia telah melahirkan seorang anak yg begitu manis semenjak kepergianku.
Kupeluk dgn eratnya ponakanku ini sambil kuciumi wajah imutnya. Anak itu kebingungan dgn kelakuanku. Ia memanggil ibunya berulangkali dgn nada cemas,mungkin ia takut denganku.
Lily berjalan tergopoh-gopoh dari dalam rumah. Ia nampak jauh lebih dewasa sekarang.
Sesaat ia terpana melihat diriku. Mungkin belum yakin kalau yg ada di hadapannya kini adalah kakak tertuanya.
Kemudian ia menghamburkan diri ke arahku. Kami saling berpelukan demi meluapkan kerinduan yg tertahan setelah sekian tahun lamanya tak bersua.

*****
Senang sekali perasaan ini bisa berkumpul lagi dgn keluarga. Terlebih lagi sekarang ada ponakan kecilku yg sangat menggemaskan.
Namanya Yovilia. Sebuah nama yg indah. Anaknya kalem dan sangat penurut. Dengan cepat, kami pun sudah saling akrab seperti dua orang sahabat.
Rumah peninggalan Ibu ini kusadari sudah semakin bobrok. Banyak kerusakan hampir di tiap sudutnya. Penghasilan dari suami Lily terlalu sedikit utk bisa membetulkan rumah.
Untuk menambah pemasukan, mereka menggelar dagangan yg sederhana di depan seperti yg sudah kulihat. Itu juga hasilnya tak seberapa.
Kuakui, uang yg kuperoleh dari hasil kerjaku di luar negeri sana memang lumayan banyak. Akhirnya, sebagian besar uang tsb kugunakan utk membiayai perbaikan rumah ini.
Jika dulu lantainya hanya berupa papan biasa, sekarang sudah menggunakan keramik yg cantik. Dan juga perbaikan di hampir setiap sudut ruangan, yg membuat bangunan tua ini akhirnya kembali terlihat indah.
Sisa uangnya kubelikan perabotan baru utk mengisi rumah. Sekarang sudah ada sofa yg empuk di ruang tamu, ada juga lemari es yg sebelumnya tak pernah kami miliki dari dulu.
Lily menangis dlm kebahagiaan. Hatiku juga merasa senang bisa sedikit berbagi. Tapi kala mengingat mendiang Ibu serta ketiga adikku yg telah hilang kabar beritanya, aku kembali bersedih.
Selama dirumah, kuisi waktu luangku dgn aktif mengikuti kegiatan di gereja. Di tiap hari Minggu, kubawa serta Yovilia utk bersama-sama beribadah di sana.
Tujunku supaya ia mengenal dan paham akan ajaran agamanya sedari muda.

Aku juga diminta untuk menjadi salah satu pengurus di gereja tersebut. Bersyukur sekali hatiku ketika diberikan tanggungjawab yg mulia seperti ini.
Kulakukan semua hal itu dgn hati yg tulus dan ikhlas hanya utk Tuhan semata. Karena aku yakin bahwa segala kebaikan yg kuterima ini merupakan anugrah serta belas kasih dariNya.

*****
Dan waktu berputar dgn cepatnya sekali lagi. Seakan-akan hanya dgn satu kedipan mata, semuanya telah berubah dalam sekejap.
Yovilia, ponakan terkasihku sedang diliputi kebahagiaan di hari ini.
Ia menikah dgn sang pujaan hati yg telah lama berpacaran dengannya. Pernikahannya pun dilaksanakan di gereja tua ini. Acaranya memang sederhana saja, tapi berlangsung sangat khidmat dan penuh kesan.
Aku terduduk di bangku paling ujung. Kacamataku mengembun karena air mata yg keluar. Usiaku memang sudah menua. Jika tak memakai kacamata ini, aku tak bisa melihat dgn jelas.
Rambut putih di kepala ini juga mulai merata. Dan aku masih belum menikah. Dan mungkin aku takkan pernah menikah. Diriku harus rela menjadi seorang perawan tua. Persis seperti apa yg dikatakan Dahlia,bertahun-tahun yg silam.
Nyeri di dada bagian kiriku semakin tak tertahankan. Aku mencoba mengurutnya pelan-pelan agar sakitnya bisa sedikit berkurang.
Tapi, sakitnya tak mau menghilang. Malah semakin tak terperihkan rasanya. Pandanganku mulai gelap, sepertinya aku akan pingsan. Tapi, aku tak ingin merusak acaranya. Yovilia pasti akan marah dan kecewa kepadaku.
Namun, aku sudah tak mampu lagi menahan kesakitan ini. Aku sudah tak berdaya. Tubuhku pun ambruk tak sadarkan diri saat itu juga.

*****
Sebenarnya sudah lama aku menyadari kalau diriku menderita penyakit berupa kanker yg tumbuh di payudara. Tapi, karena terlalu lama kubiarkan, kini sel kanker tsb makin mengganas dan sulit utk disembuhkan.
Lily menangis histeris. Yovilia juga. Mereka mencecarku dgn pertanyaan kenapa aku tak pernah mau bicara tentang sakitku.
Aku tak menjawab. Aku tak kuasa utk membuat repot dan menyusahkan mereka.
Biarlah semua penderitaan dan rasa perih di dada ini kutanggung sendiri. Lagipula aku sudah mempersiapkan diri dan pasrah jika maut itu sewaktu-waktu datang menjemput.

*****
Tubuhku terbaring lemah tanpa daya. Sebuah tabung diletakkan di samping kasur tempat pembaringanku. Hidungku menyerap oksigen yg mengalir lewat selangnya. Kalau tak ada benda tsb, aku tak akan sanggup lagi utk bisa bernafas.
Fisikku memang tak kuat lagi utk bergerak seperti sedia kala. Tapi otakku masih bisa sedikit kugunakan utk berpikir dan mencerna keadaan di sekelilingku.
Lagu-lagu pujian yg menyayat hati terdengar syahdu dari ruang tengah. Dari sudut mata, kulihat ada beberapa dekorasi sederhana tergantung di dinding rumah.
Memang aku sudah tak pernah lagi melihat kalender semenjak sakitku kian parah, namun aku tahu dan yakin jika sekarang ini pasti sudah memasuki waktu menjelang Natal tiba.
Ah, nyawa ini entah sanggup bertahan atau tidak ketika datang harinya nanti. Aku kembali melamun hingga terlelap , dan terbangun di waktu malam.
Entah pukul berapa saat itu ketika diriku terjaga dari tidur. Di sebelahku, telah ada seorang wanita yg sedang duduk dgn anggunnya.
Wanita misterius itu mengenakan pakaian serba putih disertai dgn kerudung panjang yg menutupi bagian kepalanya. Susah payah aku berusaha utk membuka mata selebar mungkin agar aku dapat melihat wajahnya.
Namun, aku tak bisa melihatnya. Ada cahaya terang yg menghiasi wajah wanita itu. Sinarnya begitu terang tapi terkesan lembut karena tak menyilaukan penglihatan.
Ah, mungkin dia yang datang untuk menjemputku
"Anakku, sudah siapkah kau utk ikut bersamaku? " tanyanya.
Suara itu begitu jernih dan terdengar sangat merdu di telinga.
Seketika juga pikiranku melayang terbang ke masa yg silam. Kembali ke masa kecilku bersama Ibu dan Ayah serta keempat orang adikku.
Lalu melompat beranjak ke momen dimana saat-saat sulit dan terberat yg telah kualami sepanjang hidupku. Sedih, senang, haru dan bahagia, semuanya membaur menjadi satu di dalam ingatan.
Air mataku membanjir begitu deras. Seingatku, baru kali ini aku menangis sedemikian hebatnya. Segala macam ujian berupa kesukaran hidup yg telah kulewati di masa lalu bahkan belum mampu membuat diriku bisa menangis separah ini.
Oh iya, bisa jadi ini adalah tangisku utk yg terakhir kalinya. Karena aku telah yakin, tak akan ada lagi pedih dan derai air mata setelah ini.
Wanita itu membelai kepalaku dgn penuh rasa kasih sayang. Jarinya menyeka air mata di wajahku. Sungguh terasa sangat hangat dan lembut sentuhannya.
"Tuhan telah melihat semua perjuanganmu dalam hidup, anakku", ucapnya lagi.
Ketahuilah,bahwa Ia tak pernah sejengkal pun beranjak dari sisimu. Semua permintaan dalam doamu telah dijawab olehNya.Sekarang Ia memerintahkanku utk datang membawamu jika kau sudah siap. "
"Disana telah dipersiapkan balasan yg terbaik atas segala perbuatan mulia dan pengorbanan yg telah kau berikan selama hidup di dunia ini, anakku. Maka , lekaslah kita berangkat! " katanya.
Lega hati ini mendengar pengkabaran yg sangat menggembirakan. Tangisku berubah menjadi tawa penuh rasa kebahagiaan. Aku siap untuk meninggalkan dunia ini dengan segera.
Namun masih ada satu pertanyaan yg dilontarkan oleh wanita ini.
"Sebelum kita pergi, sudah kau ikhlaskan semua hal yg telah kau lalui di dunia fana ini? ".
Dengan keyakinan yg penuh, kujawab pertanyaan itu dgn cepat.
" Sudah, bunda. Dan aku juga sudah siap utk ikut bersamamu. "
Ia pun memintaku untuk memejamkan mata. Ada kehangatan yg mengalir di dalam tubuh ini ketika aku melakukannya. Dan rasanya ada juga sesuatu yg sepertinya sedang mencoba utk keluar melalui puncak kepala.
Dan ketika sesuatu itu berhasil keluar, kurasakan tubuh ini menjadi ringan seperti kapas.
Aku melayang-layang di udara.
Kuperhatikan tubuhku yg baru saja kutinggalkan,tengah terkulai di atas pembaringannya.Ada sedikit senyum disertai lelehan air mata yg belum sempat mengering di wajah.
Kusadari, kini aku telah pergi dan takkan pernah kembali ke dunia ini lagi.

*****
Gerimis turun dari langit membasahi bumi pada sore hari itu.
Aku sedang menjahit sehelai pakaian usang, sambil mengawasi keempat adikku yg masih asyik bermain.
Mereka memang sedikit lincah. Kalau tidak kujaga, terkadang mereka akan bermain sampai kelewat batas. Sesekali aku ikut tertawa menyaksikan tingkah mereka yg lucu dan konyol.
Ah, adik-adikku! Sungguh sebenarnya aku sangat sayang pada kalian.

Ayah dan Ibu muncul dari ambang pintu. Keduanya berpakaian serba putih lagi bersih. Tangan mereka terulur, siap membimbingku utk pergi bersama-sama.
Sebelum beranjak, kupeluk dan kuciumi satu persatu adik-adikku. Tak lupa kuberpesan pada mereka, agar selalu menjaga diri dan saling menyayangi.
Mereka menangis tak ingin diriku pergi. Tapi, aku berbisik bahwa aku akan tetap menjaga mereka sampai kapanpun, hingga tiba saatnya utk berkumpul bersama lagi kelak di sana.
Dan mereka pun melepasku dengan iringan derai air mata.

Dengan di apit oleh Ayah dan Ibu, langkahku bergerak perlahan menuju pintu itu.
Seberkas cahaya terang menyinari sebuah tempat di sana. Irama-irama nan kudus menggema dari dalamnya.
Aku yakin tempat tsb pastinya penuh dgn kedamaian.
Takkan ada lagi susah, gundah gulana dan nestapa. Dan aku akan segera memasukinya untuk selama-lamanya.

- Selesai -
Sedikit catatan utk kisah diatas.
Cerita ini lumayan lama udah ane dengar. Narasumbernya sndiri adalah ibu Lily adik bungsu dari mendiang Ibu Rosi. Ane sendiri pernah bertemu langsung dgn beliau, waktu itu ane bertamu pas Imlek di rumahnya bersama kakak ane.
Ane sempat berjumpa dgn beliau yg saat itu rambut di kepala beliau udah gak ada, karena di kemo. Dan yg terakhir ane ikut kakak ane juga ketika beliau wafat. Ane ngobrol-ngobrol dgn Ibu Lily tentang beliau dan akhirnya kisah kecil ini pun terekam.
Salam hormat kami utk Ibu Rosi di sana.
Damai dan sejahteralah bersamaNya di surga.
Sekian.

• • •

Missing some Tweet in this thread? You can try to force a refresh
 

Keep Current with IndraOne

IndraOne Profile picture

Stay in touch and get notified when new unrolls are available from this author!

Read all threads

This Thread may be Removed Anytime!

PDF

Twitter may remove this content at anytime! Save it as PDF for later use!

Try unrolling a thread yourself!

how to unroll video
  1. Follow @ThreadReaderApp to mention us!

  2. From a Twitter thread mention us with a keyword "unroll"
@threadreaderapp unroll

Practice here first or read more on our help page!

More from @adelbert_rusty

25 Nov
Lelaki tua itu mengayuh sepedanya dengan kecepatan sedang.
Sebenarnya ia ingin mempercepat laju sepeda itu lebih kencang lagi.
Tapi apalah daya dan upaya, kalau sepeda butut tsb sudah tak mampu lagi menambah daya kecepatannya, walaupun pedalnya di genjot sekuat tenaga.
Read 83 tweets
18 Nov
Malem sob!
Kisah yg akan ane tuliskan di bawah ini merupakan sebuah cerita yg sempat terjadi di komplek tempat ane tinggal dulunya.
Sebelum mulai yuk ramein dg like rt dan komen nya sekalian ya sob!

Kalo udah so let the haunt begin!
Read 53 tweets
14 Nov
Hai sob!
Malem ini ane akan menuliskan kisah dari seorang kenalan ane,tentang pengalaman mistisnya sewaktu ia bekerja di sebuah gedung bioskop dulu.
Seperti biasa, nama tokoh dan lokasi kejadian akan ane samarkan.
Dan seperti biasanya juga, yuk ramein trit nya dgn rt like dan komen sekalian biar makin seru.

Kalo udah, so let the haunt begin!
Read 79 tweets
6 Nov
Hai sob!
Di malem minggu ini, ane akan menuliskan sebuah kisah pendek utk menemani weekend kalian!

Cerita di bawah ini ane dapet kan dri seorang teman yg pernah mengalami suatu kejadian mistis di tempat kerjanya.
Seperti biasanya, sebelum mulai yg pencet rt like dan komen sekalian biar tritnya rame.

Kalo udah, so let the haunt begin!
Read 58 tweets
31 Oct
Malem sob!
Cerita yg akan ane bawain ini,ane dapetin dari seorang narasumber yg bernama Ridwan ( nama samaran).
Beliau ini merupakan saksi mata dari sebuah peristiwa yg nanti akan ane tuliskan di bawah ini!
Harap DIPERHATIKAN sebelumnya, jika nantinya akan ada sedikit penyebutan terkait sebuah ritual agama atau suatu kepercayaan tertentu yg ada di negeri ini, tidaklah ane bermaksud utk menyinggung karena yg akan ane tulis ini murni sbgai salah satu dari isi cerita.
Read 90 tweets
22 Oct
Hai sob!
Malam ini perkenankanlah ane utk menuliskan sebuah kisah utk menemani akhir pekan kalian.
Tapi sebelum lanjut, seperti biasa yuk ramein dgn rt like dan komen sekalian biar tritnya makin seru!

Kalo udah, so let the haunt begin!
Read 82 tweets

Did Thread Reader help you today?

Support us! We are indie developers!


This site is made by just two indie developers on a laptop doing marketing, support and development! Read more about the story.

Become a Premium Member ($3/month or $30/year) and get exclusive features!

Become Premium

Too expensive? Make a small donation by buying us coffee ($5) or help with server cost ($10)

Donate via Paypal

Or Donate anonymously using crypto!

Ethereum

0xfe58350B80634f60Fa6Dc149a72b4DFbc17D341E copy

Bitcoin

3ATGMxNzCUFzxpMCHL5sWSt4DVtS8UqXpi copy

Thank you for your support!

Follow Us on Twitter!

:(