Jawabannya: TIDAK.
Here's why.
1. Hak atas hidup
2. Hak untuk tidak disiksa
3. Hak utk tdk diperbudak
4. Hak utk tdk dipenjara krn urusan perdata;
5. Hak utk tdk dikenai pasal berlaku mundur
6. ....
7. Hak kebebasan berpikir, bernurani, berkeyakinan.
Ketujuh hak ini tidak boleh dilanggar dalam keadaan apapun.
Tapi..... tapinya, ICCPR mengandung aturan tambahan untuk mencegah EKSES dari kebebasan ini.
Misal, untuk hak atas hidup: ICCPR masih perkenankan hukuman mati, dgn syarat2 ketat.
Kebebasan beragama, contoh lain, tak boleh dibatasi. Yg boleh dibatasi adlh ekspresi keagamaan di depan publik; yakni jika melanggar hak dan kebebasan dasar orang lain.
Sah bila pemerintah melarang org berkotbah "bunuh kafir". Kotbah itu adalah seruan untuk melanggar hak hidup orang lain. Sudah seharusnya pengkotbahnya ditangkap.
Sama sekali TIDAK.
ICCPR tidak menyebut syarat Negara harus ada dalam keadaan darurat sebelum melakukan pembatasan.
Kalo yg di kasta tertinggi saja ada pembatasannya, maka akan jadi mengada2 klo dibilang hak kebebasan berpendapat tdk boleh dibatasi.
Pada ayat 2, disebutkan tiap org berhak menyatakan pendapat, mencari, menerima, memberikan informasi dan pemikiran apapun terlepas dari pembatasan2.. dst.
Dan pihak2 yg membela hoax sbg "kebebasan informasi" nyatanya memenggal ayat 2 ini dari keseluruhan pasal 19.
"penerapan hak yg diatur dlm ayat 2 mengandung kewajiban dan tanggung jawab khusus. Karenanya DAPAT DIKENAI PEMBATASAN TERTENTU...."
1) menghormati hak atau nama baik orang lain;
2) Melindungi
keamanan nasional atau ketertiban umum atau kesehatan atau moral umum
1) propaganda untuk menghasut perang,
2) hasutan untuk melakukan diskriminasi dan kebencian berbasis kebangsaan, ras atau agama
HARUS DILARANG oleh hukum.
Jika ada aktivis HAM bilang: "kebebasan berpendapat mutlak tak boleh dibatasi", mungkin dia lg tipsy.
Kalo ada aktivis HAM yg pertanyakan "Negara ga darurat kok ada pembatasan atas kebebasan berpendapat?", dia kader kuping.
Pertama, itu framing. Tidak ada pembatasan terhadap internet. Tdk ada pembatasan thdp kebebasan berpendapat. Yg ada cuma gak bisa kirim gambar/video.
Yang bilang "ada pembatasan internet" sedang melakukan framing/spin doctoring. Kalo yg melakukan itu mengaku aktivis, dia lagi nipu publik. Dia politisi, nyamar aktivis.
Pemblokiran itu lebih berdampak buat awam internet, yg tdk paham cara mengakali blokir.
Sementara target pemblokiran, para produsen hoax, tahu betul bgmana menembus blokir itu.
Dan aturan ICCPR membenarkan pembatasan termaksud.
Tdk mengikat sifatnya, tp bs dijadikan rujukan jika ada yg tanya: idealnya bagaimana sih?
1) tidak boleh meniadakan hak kebebasan berpendapat itu sendiri;
2) harus proporsional dan sesuai kebutuhan saja;
3) pembatasan hanya boleh berdasar UU Negara, bukan hukum agama atau adat;
4) ....
5) tdk menutup debat publik, seruan utk boikot atau golput;
6) tdk menutup hak pembelaan diri di depan pengadilan;
7) ....
Dari ketujuh syarat ini, hanya pada no 7) pemerintah Indonesia bisa digugat.
Yg bs digugat adlh bahwa blokir ini berlaku "blanket"; smua gambar/video terblokir.
Utk dpt memblok konten yg spesifik hoax, pemerintah hrs bisa melihat kiriman sseorang. Smantara kiriman media dilindungi dgn hak privasi. Jd, klo strict dgn syarat 7), hak privasi terlanggar.
Terus terang sih, ga ada teknologi yg saat ini tersedia utk bs blokade spesifik hoax dr medsos tnp melanggar hak privasi.
Indonesia rajin ikut forum ini, dievaluasi sesama negara anggota PBB. Masy Sipil bisa kasih laporan independen.