, 80 tweets, 12 min read
My Authors
Read all threads
-Teror Tetangga-

@bacahorror #bacahorror
@ceritaht #threadhorror
Sumber foto : Google.
Tidak terasa waktu sudah menunjukan pukul satu dini hari dan gue masih betah untuk nongkrong bersama Putra di teras rumahnya.

"Nan, bentar lagi Pak Andi keluar rumah nih." Ucap Putra sembari melihat jam tangannya.
Gue hanya mengkerutkan dahi, tanda kurang percaya dengan ucapannya.

Putra tertawa lirih, "Habis dia keluar rumah, langsung tiduran di terasnya, macam orang kepanasan." Ucap Putra lebih lanjut.
Tak selang lama, apa yang telah diucapkan oleh Putra benar-benar terjadi.

"Klek."

Bunyi pintu terbuka dari seberang rumah sukses membuyarkan fokus gue dari game moba analog yang sedang gue mainkan.
Gue menengok ke arah sumber suara. Bisa dilihat, dari dalam rumah itu keluar seseorang yang sudah berumur.

Pak Andi bertelanjang dada tanpa baju, namun masih menggunakan kain sarung untuk menutupi sebagian tubuhnya.
Kemudian Pak Andi mengambil posisi duduk disalah satu sudut teras rumahnya.

Dengan menggunakan potongan kardus, dia mengipas-ngipas pada wajahnya, seperti orang kepanasan.

Gue heran, padahal malam ini lumayan dingin.
Gue mengalihkan pandangan kembali, kini menuju sosok Putra, "Kok lo tau, Put?" Tanya Gue.

Putra hanya tertawa, "Gue ceritain sebuah kisah, Nan."

Dengan segelas kopi hitam dan sebungkus rokok, gue mulai mendengarkan kisahnya.
-FLASHBACK-

Mulai saat ini pakai sudut pandang Putra ya.

Sepuluh tahun yang lalu, gue dan keluarga pindah dari desa ke sebuah kota kecil di pulau Jawa.

Awalnya kita hanya mengontrak disebuah rumah kecil di pinggir jalan.
Pada mulanya, kami disambut baik oleh tetangga-tetangga disini.

"Assalamualaikum." Terdengar suara seseorang dari luar rumah.

"Waalaikumsalam." Jawab kami sekeluarga sembari berjalan ke teras rumah.
"Perkenalkan saya Pak Andi dan ini istri saya, Bu Asih. Rumah kami di dalam gang sana." Ucap Pak Andi sambil menunjuk ke sebuah gang di depan rumah.

Bapak mengangguk, "Oh iya pak, Saya Bapak, ini Ibu dan ini kedua anak saya, Putra dan Dani."
"Wah masih kecil ya si adek. Kelas berapa?" Tanya Bu Asih sambil mengelus rambut Dani.

"Baru kelas 3 SD, Bude." Jawab Dani.

"Anak saya mah sudah pada besar, bahkan udah ada yang nikah." Seloroh Bu Asih perihal anak-anaknya.
"Eh, Bapak sama Ibu kerja ya?" Tanya Bu Asih kembali dan diikuti oleh anggukan orang tua gue.

"Iya." Kata Bapak dan Ibu bebarengan.

"Kalau gitu waktu Bapak sama Ibu kerja, si Dani titipkan sama saya aja, Bu." Tawar Bu Asih.
Akhirnya Bapak dan Ibu menitipkan Dani disaat orang tua gue bekerja.

Semakin hari kami semakin dekat dengan keluarga mereka. Bahkan Ibu dan Bapak telah menganggap Pak Andi dan Bu Asih sebagai orang tua kedua mereka.
Bapak dan Ibu bekerja disebuah perusahaan dan kami membuka warung sembako di rumah.

Semakin lama, ekonomi kita semakin baik dan bapak berkeinginan untuk membeli tanah dan membangun rumah.
Suatu hari, tetangga kami yang bernama Pak Mul menawarkan sebidang tanah kepada kami.

"Pak, saya mau menjual tanah nih." Tawar Pak Mul.

"Tanah yang di depan rumah Pak Andi itu?" Tanya Bapak dan dibenarkan oleh Pak Mul.
"Sebenarnya tanah ini sudah ditawar oleh Pak Andi, namun dia mengajukan harga yang begitu murah." Curhat Pak Mul.

"Kalo Bapak bersedia membeli tanah ini dengan harga yang lebih tinggi, lebih baik saya jual ke Bapak saya." Lanjutnya.
Akhirnya setelah mencapai kesepakatan dengan Pak Mul, Bapak membeli sebidang tanah itu.

Beberapa bulan kemudian, berdirilah sebuah rumah yang hingga kini gue tempati. Rumah yang sebelumnya diidam-idamkan oleh kami sekeluarga.

Namun dari sini petaka itu muncul.
Siang hari disaat gue habis pulang sekolah, gue langsung pulang ke rumah. Saat tiba di ruang keluarga, gue melihat ibu sedang menonton TV.

Karena faktor capek, akhirnya gue memutuskan untuk masuk ke kamar dan berniat untuk tidur siang.
Disaat mata ini hampir terlelap, terdengar suara Ibu berteriak memanggil gue. Dengan berat hati, gue bangkit dari kasur dan berjalan menghampiri Ibu yang berada di ruang keluarga.

"Kenapa, Mah?" Tanya gue dengan malas.
"Kamu tuh kalo tidur dikamar, kenapa TV dinyalain?" Omel Ibu.

Gue bingung. "Lah tadi bukannya mamah yang lagi nonton TV kan?" Selidik gue.

Kini Ibu yang memasang muka bingung, "Lah mamah aja habis dari rumah Bu RT."

Lho tadi siapa dong?
Kejadian seperti ini ternyata bukan hanya gue aja yang mengalami, tapi Ibu dan Bapak juga mengalaminya.

Jadi keanehan yang terjadi adalah sosok yang menyerupai gitu. Jadi mereka bisa menyerupai gue atau menyerupai Ibu gitu.
Pernah suatu siang, saat itu Ibu sedang tiduran di kamarnya. Tiba-tiba ada yang mengetuk pintu dan membunyikan bel dari luar rumah.

"Bentar ya." Ucap Ibu sedikit berteriak dari dalam kamarnya dan berjalan menuju depan rumah untuk membuka pintu.
Setelah membuka pintu rumah, Ibu kaget karena ada gue (yang palsu) disana.

"Lah kamu Put, Ibu kira siapa." Ucap ibu kepada gue (yang palsu).

Namun gue (yang palsu) hanya diam, tidak mengucapkan sepatah kata dan bergegas menuju ke dalam rumah.
Biasanya ini anak kalo masuk rumah asal nyelonong deh, gak pernah ngetuk pintu dulu, batin Ibu saat itu.

Disaat ibu sedang menutup pintu, gue (yang asli) baru pulang.

"Mah." Kata gue sambil lari dan sedikit berteriak.
Ibu memasang wajah bingung, "Lho kamu baru pulang, Put?" Tanya Ibu sesaat gue sampai dihadapannya.

"Iya Bu, emang kenapa?" Tanya gue balik.

"Lho yang tadi siapa?" Ungkap Ibu sambil menunjuk ke dalam rumah.
Hari-hari berlalu, segala macam gangguan tentang sosok yang menyerupai itu semakin sering muncul.

Tapi kami tidak menggubrisnya, kami hanya selalu berfikir jika hal seperti itu wajar terjadi pada rumah yang baru dibangun.
Pada suatu sore Ibu sedang ngerumpi bersama Pak Andi dan Bu Asih di pelataran rumah. Kebetulan ada gue juga disana.

"Bu, semenjak saya tinggal disini kok seperti diganggu mulu ya." Curhat Ibu pada saat itu.

"Wajar jeng, kan belakang rumah ibu ada kuburan." Celoteh Bu Asih.
Memang dibelakang rumah kami itu ada beberapa kuburan, yang kata warga disini itu sebagai makam keramat sesepuh desa.

"Lagian kan disitu memang terkenal angker dari dulu, Bu." Ucap Pak Andi mengikuti pembicaraan.
Ibu hanya mengangguk, "Oh gitu ya, Bu."

Sehabis itu Ibu belum berfikir macam-macam, mungkin yang dikatakan Pak Andi dan Bu Asih itu memang benar. Toh di tempat ini memang dulunya terkenal angker, batin Ibu.
Hari terus berlalu, kini keanehan itu semakin menjadi.

Ibu menderita sebuah penyakit kulit, bahkan diwajahnya terdapat tonjolan-tonjolan kecil.

Akhirnya gue membawa Ibu ke rumah sakit untuk memeriksa penyakit apa yang diderita oleh Ibu.
Sampai dirumah sakit, keanehan kembali terjadi.

"Dok, Ibu saya sakit apa ya?" Tanya gue kepada dokter sesaat setelah keluar ruangan.

Dokter hanya menggaruk tengkuknya, "Setelah saya periksa dan uji darah, ibu tidak memiliki penyakit apapun." Ucap Dokter.
"Maaf mas, tapi beneran setelah kami periksa berulang kali, Ibu negatif terhadap penyakit apapun. Ibu positif sehat." Lanjut Dokter.

Aku hanya bengong mendengar penjelasan dokter. Bagaimana bisa ibu tidak terjerat penyakit apapun, sedang terdapat benjolan pada wajahnya.
Penyakit Ibu semakin menjadi, kini penyakit kulit dan benjolannya semakin besar, bahkan mengeluarkan bau yang kurang sedap.

Dokter selalu mengatakan jika Ibu tidak sakit apapun, harapan kepada medis selalu tidak menunaikan hasil.
Suatu hari Pak Andi dan Bu Asih menjenguk Ibu.

"Gimana kabarnya, Bu?" Tanya Bu Asih.

"Ya gini-gini aja, Bu." Ucap Ibu lemah.

"Memang kenapa awalnya, Bu?" Kali ini Pak Andi yang bertanya.

"Kurang tau saya juga, Pak." Jawab Ibu lagi.
"Apa semenjak tinggal disini ya?" Tanya Bu Asih seakan-akan memancing tentang masalah rumah baru ini.

Ibu semakin bingung, mengapa akhir-akhir ini Pak Andi dan Bu Asih selalu mengait-ngaitkan penyakit yang di deritanya dengan rumah yang baru ini, aneh sekali, batin Ibu.
"Kalo ibu berniat menjual rumahnya, kami siap membelinya kok, Bu." Tawar Bu Asih.

Apa-apaan nih, apa mereka tidak terima jika Pak Mul menjual tanahnya kepada kami? Atau mungkin bisa saja mereka kesal, karena tanah ini sudah diincar oleh mereka sejak dulu, batin Ibu.
"Wah enggak deh, Bu. Lagian rumah ini adalah rumah yang selalu kami idam-idamkan bu. Apalagi ini kan rumah pertama untuk keluarga kami." Tolak Ibu secara halus.

Namun Ibu belum berfikir negatif kepada mereka pada saat itu.
Pada malam hari, gue sedang merokok dipojokkan teras rumah, sehingga tidak ada yang tahu jika gue sedang berada disana.

Waktu itu sudah jam 1 malam, tiba-tiba Pak Andi keluar dari rumahnya.

Namun ada yang aneh dengan perilaku Pak Andi malam itu.
Setelah dia keluar, dia mengambil sapu dan menyapu dipelataran rumahnya.

Aneh kan? Ngapain malam-malam jam 1 dia nyapu halaman rumah?

Selagi dia menyapu, matanya melirik-lirik ke arah rumah gue, seakan-akan menelusuri kegiatan yang ada didalamnya.
Selesai menyapu, dia berjongkok dan mengambil sesuatu dari tumpukan tersebut.

Lalu dia berjalan menuju rumah gue dan kemudian melempar barang yang sebelumnya dipungut itu ke halaman rumah gue.

Setelah itu dia kembali berjalan dan masuk ke dalam rumahnya.
Setelah dirasa aman, gue mencoba untuk mendekati benda yang sebelumnya dilempar oleh Pak Andi.

Pada saat itu gue melihat jika benda tersebut adalah sebuah Paku berkarat yang dililit oleh tali.

Gue gak tau itu tujuannya buat apa, cuma ngapain dia ngelempar ke rumah gue?
Gue aslinya mau mengambil barang tersebut, tapi gue urungkan karena merasa takut. Akhirnya gue memutuskan untuk masuk aja ke dalam.

Pas paginya setelah gue bangun, gue mencoba mencari barang itu dan ternyata sudah tidak ada. Hilang.
Bangke kuota abis 🤦🤦

Sakedap nya, aing rek meuli pulsa heula di hareup.
Sedelo yo, aku tumbas pulsa sek nang ngarep yo.
Sebentar ya, gue beli pulsa dulu di depan.
Wait a minute, I want to buy pulsa on minimarket.
Tak berapa lama, paman gue datang untuk menjenguk Ibu.

"Wah ini mah ada yang ngirim, Bu." Kata Paman.

"Ngirim gimana?" Tanya Ibu bingung.

"Ada yang gak suka sama Ibu, makanya ada yang ngirim penyakit sama Ibu." Jelas Paman.
"Iya, aku mikirnya gitu juga Pakde, masak udah periksa ke dokter, dokter aja bilang Ibu gak sakit apa-apa." Kata gue mengeluarkan unek-unek.

"Nah, menurut Pakde sih, ini bukan orang jauh kok." Ucap Paman yang diamini oleh gue.
"Sstt, gak boleh suudzon." Ucap Ibu lirih.

"Iya sih, Bu. Cuma aneh aja, masa ibu sakit begini, tapi kata dokter malah ibu gak sakit apa-apa. Ya aneh jadinya." Ucap gue.

"Yowes, biarin Ibu istirahat dulu." Kata Paman sembari mengajak gue untuk keluar kamar Ibu.
Pada saat didepan, paman mengajak gue untuk berbicara dua mata.

"Kamu kenapa yakin kalo itu kiriman, Put?" Tanya Paman.

"Soalnya aku kemarin malem liat salah satu tetangga itu buang sesuatu di halaman rumah, Pakde." Ungkap gue mengingat kejadian malam itu.
"Benda apa yang dia buang, Put?" Tanya Paman penasaran.

"Kayak Paku dililit benang gitu. Tapi pas pagi harinya aku cek, benda itu udah gak ada." Ucap gue.

"Wah berarti benar, ini memang kiriman." Ungkap Paman dengan mengepalkan tangan.
Kita berdua kembali masuk ke dalam kamar Ibu.

"Bu, besok kita adakan pembersihan ya." Ujar Paman kepada Ibu

Ibu hanya mengangguk, "Yaudah, kalo memang ini kiriman, kita bersihkan saja." Ibu menyetujui ide Paman.
Beberapa hari kemudian Paman datang kembali. Mereka telah membawa bahan-bahan untuk pembersihan malam itu.

Aku, Paman, Ibu, dan Bapak berada disebuah ruangan. Sedangkan Dani diungsikan terlebih dahulu ke rumah saudara.
Ruangan ini berada disalah satu sudut rumah. Hanya ada lemari di dalam ruangan itu.

Semua lampu dimatikan, hanya ada penerangan lilin dihadapan kita berempat.

"Pak, nanti kalo saya berbuat aneh, cukup pegangi yg kencang saja ya." Kata Paman kepada Bapak.
Akhirnya kita berempat duduk bersila. Paman memimpin doa dan diikuti oleh kita bertiga. Gue hanya memejamkan mata pada saat itu.

"Gubrak."

Gue membuka mata setelah terdengar bunyi gubrakan. Dalam kegelapan, gue bisa melihat Ibu yang juga memejamkan matanya.
Gue lihat paman masih fokus memejamkan matanya, sedangkan memfokuskan diri melihat ke arah Paman.

"Gubrak."

Seketika gue melihat ke arah lemari. Lemari itu bergoyang perlahan, menimbulkan bunyi gedebak-gedebuk dari sana.
Tiba-tiba terdengar suara aungan harimau. Mata ini melihat kesekitar, tapi gue tidak mendapati apapun disana. Doa-doa yang sedang gue panjatkan, tiba-tiba terputus dengan keadaan yang terjadi saat itu.

Gue mendengar Ibu masih bersholawat, walau beliau memejamkan mata.
Dari dalam lemari terdengar bunyi suara beling yang beradu, padahal di dalam lemari itu kosong.

Paman terlihat bergerak, namun segera dipegangi oleh Bapak. Melihat hal itu, gue menarik tangan Ibu supaya menghindar.

Dan benar paman melakukan gerakan-gerakan silat.
Melihat Bapak yang terlihat kelelahan memegangi Paman, akhirnya gue menyuruh bapak untuk melepaskan Paman.

"Wes Pak, Paman lagi tarung itu." Ucapan gue membuat Bapak melepaskan pegangannya. Namun tetap menjaga Paman supaya tidak membentur tembok.
Selama paman seperti itu, jujur banyak suara yang terdengar di ruangan itu. Mulai dari bunyi gedebag gedebug di dalam lemari.

Ada juga aungan harimau yang entah darimana suara itu berasal.

Aku, Ibu dan Bapak hanya bisa membantu doa pada saat itu.
Setelah paman sadar, kami memberinya minum.

"Nyalain lampu dan buka lemarinya." Perintah Paman kepada gue dan Bapak.

Kami menuruti perintah Paman, dan kalian tahu? Lemari yang sebelumnya kosong, kini penuh terisi barang-barang yang entah darimana asalnya.
Ada garam gosok, tanah kuburan, baju yang bekas dibakar, serpihan potongan kayu yang masih baru, dan tentunya paku berkarat yang dililiti oleh benang yang malam itu gue lihat.

"Astahfirullah." Ucap kita bertiga beristigfar.
"Ini adalah benda-benda yang telah dia kirimkan kepada kalian. Sebenarnya kalian sekeluarga yang diincar, namun karena Ibu yang paling lemah, akhirnya Ibu yang paling parah." Ucap Paman memberi penjelasan.

"Tapi gak papa, sekarang Inshaallah udah aman." Lanjut Paman.
"Ini mau dibalikin ke orangnya atau gimana?" Tanya Paman.

Ibu menggeleng, "Udah gak usah, biar Tuhan yang membalasnya." Ucap Ibu dengan bijak.

"Yaudah, saya pagari rumahnya ya, seenggaknya bisa menangkal." Kata Paman memberi tahu.
"Kalo boleh tahu, siapa orangnya ya Pakde?" Tanya Bapak kepada Paman.

Paman tersenyum, "Saya gak bakal beritahu nama, jika kalian ingin tau, coba saja cari orang yang setiap malam keluar rumah dan dia membuka baju, seperti orang kepanasan."
Malam itu acara pembersihan selesai, namun paman menginap di rumah kami.

Malam hari tiba, saat itu gue, Bapak dan Paman sedang menonton TV di ruang keluarga.

"Mau lihat orang yang ngirim?" Tanya Paman yang diangguki oleh kita berdua.
Paman berjalan ke ruang tamu dan kita mengikutinya, kemudian dia membuka korden jendela depan.

"Tuh liat." Suruh Paman kepada kita.

Gue melihat, disana Pak Andi sedang diteras rumahnya dengan bertelanjang dada. Dia juga mengipas-ngipasi wajahnya dengan kipas.
"Gimana?" Tanya Paman kepada Bapak.

"Bapak belum percaya saja kalo yang melakukan itu keluarga Pak Andi. Padahal mereka telah Bapak anggap sebagai orang tua sendiri." Ucap Bapak dengan sedikit sedih.

Gue hanya mengelus pundak Bapak pada saat itu.
"Awalnya aku juga gak percaya pak. Tapi aku pernah liat disuatu malam kalo Pak Andi melempar sesuatu ke halaman rumah. Aku cek malam itu ternyata paku yang dililitkan benang. Pada paginya aku cek lagi benda itu, dan bendanya hilang Pak." Jujur gue panjang lebar.
"Dan waktu tadi sehabis pembersihan, ternyata benda tersebut ada di dalam lemari itu pak. Bapak sendiri liatkan, kalo disana ada paku berkarat yang dililitkan benang?" Tanya gue kepada Bapak.

Bapak mengangguk.

"Nah dari situ aku yakin kalo Pak Andi pelakunya." Lanjut gue.
"Oh iya, kalian masih ingat waktu khitanan si Dani?" Tanya Paman menginterupsi pembicaraan.

Gue dan Bapak mengangguk.

"Masih ingatkan waktu Dani sunat itu dia rewel banget, badannya juga panas?" Tanya Paman.

Kita berdua mengangguk kembali.
"Siang itu anginnya kenceng banget kan? Sampai bikin tenda sunatan Dani jadi sedikit roboh? Padahal waktu itu siang hari, udah gitu musim kemarau lagi." Ucap Paman panjang lebar.

"Padahal waktu paman di jalan, angin saja tidak ada." Lanjut Paman.
Lanjut nanti ya, batre gue sekarat. Ini belum pulang ke rumah soalnya. Hehe.
"Kalian sadar tidak apa yang terjadi siang itu?" Tanya Paman.

Gue dan Bapak menggeleng.

"Acara hari itu diganggu oleh Pak Andi. Dia sengaja membuat kacau acara sunatan pada hari itu, dengan mendatangkan angin yang terasa hanya disekitar rumah kalian." Jelas Paman lagi.
"Hanya karena mereka tidak suka kepada kalian." Lanjutnya.

"Memang kenapa sampai keluarga Pak Andi berbuat demikian?" Tanya Bapak.

"Apa karena dia mengincar tanah ini?" Selidik gue.

Paman menjentikan jari, "Iyap, benar."
"Bukankah dari dulu mereka mengincar tanah ini? Namun karena Pak Mul menjualnya kepada kalian dengan harga yang lebih mahal, itu membuat mereka tidak senang." Ucap Paman kembali.

"Mereka merasa bahwa seharusnya keluarga dia yang berhak membeli tanah ini." Lanjutnya.
"Seperti kesannya, kalian itu merebut apa yang sedang mereka inginkan." Kata Paman.

"Apalagi dengan kesuksesan Bapak dan warung kalian yang semakin laris manis semenjak pindah kesini, membuat mereka iri kepada kalian." Lanjutnya panjang lebar.
Paman menghela nafas, "Jika rasa benci dan iri sudah melampaui batas, mereka yang tidak suka dengan kesuksesan kalian akan melakukan segala cara untuk membuat kalian tidak nyaman dengan apa yang telah kalian milikki."
"Ya itulah suka duka hidup bertetangga dengan orang yang seperti itu. Sekarang biarlah waktu yang akan membalas apa yang telah diperbuatnya." Ucap Paman mengakhiri pembicaraannya.

*FLASHBACK OFF*
"Jadi begitu, Nan. Awal mula gue tahu bahwa setiap malam, Pak Andi keluar rumah seperti orang kepanasan." Putra mengakhiri ceritanya.

"Jadi, sekarang dia menanggung perbuatannya dengan rasa kepanasan setiap malam?" Tanya gue yang diangguki oleh Putra.
"Selama bertahun-tahun kebelakang, setiap malam Pak Andi keluar rumah rumah dan merasa kepanasan?" Tanya gue menyelidiki lebih dalam.

Putra mengangguk, "Iya, karena setiap dia mengirimkan lagi hal itu, pasti selalu gagal. Dan ujungnya kembali lagi ke dia akibatnya."
"Biarlah raga kita bertetangga, namun batin kami selalu bertengkar." Kata Putra.

Tidak terasa waktu sudah menunjukan pukul tiga pagi. Soalnya emak gue pesen, jangan pulang malem-malem, yaudah gue balik subuh aja, gitu.
Akhir kata, jika ada kesalahan kata mohon dimaafkan. Dan terimakasih kepada Putra yang sudah meluangkan waktunya untuk bercerita dan mengizinkan saya untuk dijadikan thread di twitter.

Sampai ketemu lagi, Nan.
Missing some Tweet in this thread? You can try to force a refresh.

Enjoying this thread?

Keep Current with Call Me, Nan.

Profile picture

Stay in touch and get notified when new unrolls are available from this author!

Read all threads

This Thread may be Removed Anytime!

Twitter may remove this content at anytime, convert it as a PDF, save and print for later use!

Try unrolling a thread yourself!

how to unroll video

1) Follow Thread Reader App on Twitter so you can easily mention us!

2) Go to a Twitter thread (series of Tweets by the same owner) and mention us with a keyword "unroll" @threadreaderapp unroll

You can practice here first or read more on our help page!

Follow Us on Twitter!

Did Thread Reader help you today?

Support us! We are indie developers!


This site is made by just three indie developers on a laptop doing marketing, support and development! Read more about the story.

Become a Premium Member ($3.00/month or $30.00/year) and get exclusive features!

Become Premium

Too expensive? Make a small donation by buying us coffee ($5) or help with server cost ($10)

Donate via Paypal Become our Patreon

Thank you for your support!