, 49 tweets, 8 min read
-Kentongan-

Terkadang mereka menunjukan eksistensinya bukan untuk menakuti, tapi untuk membuka tabir dimasa lalu.

@bacahorror #bacahorror
@ceritaht #threadhorror
sumber foto: google.
Malam itu gue sedang menikmati kopi bersama kedua teman gue yang bernama Budi dan Tejo. Dalam kesunyian malam, tiba-tiba terdengar suara kentongan yang berasal dari arah pos ronda.

"Kalo di daerah gue, ada kisah menarik tentang kentongan." Ujar Budi sambil menyeruput kopinya.
"Kisahnya gimana?" Tanya Tejo penasaran.

Budi bermain mata dengan gue, seolah-olah meminta izin untuk menceritakannya, lalu gue menganggukan kepala. Gue sendiripun tahu kisahnya, karena gue dan Budi berasal dari satu daerah yang sama.
Budi terlihat menghembuskan nafas panjang, tak lama kemudian dia memulai ceritanya.

"Malam itu adalah malam yang panjang. Gue merupakan pemuda kalong, yang artinya kita hidup di malam hari, sedangkan saat siang harinya adalah waktu untuk beristirahat dan tidur.
Di suatu malam, kami berempat baru saja pulang dari sebuah acara dan dua temanku mampir ke daerahku. Kami nongkrong dipinggir jalan sambil mengobrol. Sampai akhirnya terdengar bunyi kentongan sebanyak 2 kali yang entah darimana.

"Udah jam 2 aja." Ucap Adit teman se daerah gue.
"Tau dari mana lo?" Tanya Bejo. Dia merupakan pemuda daerah sebrang yang belom tahu menahu kisah di daerah sini.

"Dari jumlah bunyi kentongannya." Gue menghembuskan nafas sebentar. "Tadi bunyinya 2 kali, berarti jam dua." Lanjut gue kemudian.
"Oh, berarti keamanan disini kodenya kayak gitu." Ucap temennya Bejo yang bernama Tomo sambil ngelirik jam tangannya.

"Masalahnya tuh disini gak ada keamanan. Jangankan hansip, orang ngeronda aja jarang." Kata Adit menjelaskan.

"Maksudnya?" Tanya Tomo lagi.
Gue tertawa lirih, "Iya, yang tadi kita denger itu bukan dari orang yang lagi ngeronda ataupun hansip."

Tomo hanya menampilkan wajah terkejut, sedangkan Bejo hanya memasang wajah datar.

"Tapi dari mereka yang tak terlihat oleh mata." Ujar Adit menambahkan.
"Kalo menurut gue sih, itu orang beneran." Kata Bejo.

Gue tertawa pelan, "Gak percaya ya?"

"Kalo gak percaya, coba aja cari sendiri sumber suaranya bro." Saran Adit. "Palingan lo gak bakal nemu sumber suara itu dimana." Lanjutnya dengan tersenyum.
"Dan jikalau lo menemukan sumber suara itu, pasti lo nanti bilang, itu semua di luar nalar." Gue menambahkan kembali.

Namun Bejo hanya senyum mengejek, "Kalian cuma nakut-nakutin aja kan?" Katanya. "Yaudah nanti kita cari bareng aja, gimana?" Tawarnya.
"Kok barengan sih bro?" Tanyaku dengan terkekeh, bermaksud meledeknya karena dia minta 'barengan'.

"Kenapa lo takut?" Tanya Bejo dengan sedikit nyolot.

"Yaudah besok kesini aja bro, jam 1an gue tunggu di rumah gue yak." Ujar Adit sembari menaikkan sebelah alis.
Mereka pun akhirnya pulang. Sedangkan disini terjadi perdebatan kecil antara gue dan Adit.

"Beneran nih Dit?" Gue mengungkapkan isi hati yang sedari tadi tertahan.

Adit tertawa, "Ya lagian mereka yang mau toh?"
Malam berikutnya pun tiba, Bejo dan Tomo telah tiba dirumah Adit. Bahkan mereka membawa persiapan berupa senter dan beberapa cemilan.

"Buset, niat bet niat." Kata gue sambil tertawa melihat banyaknya makanan ringan yang dibeli oleh mereka.
"Iya dong, gak sabar ketemu setan." Ungkap Bejo.

Gue hanya menggelengkan kepala melihat perilakunya yang sembrono itu.

"Yaudah kita jalan ke arah selatan yuk, soalnya tadi jam 1 suaranya dari sono." Ajak Adit.

Lalu kita bertiga mengiyakan dan berjalan menuju selatan.
Sampailah kita di jalanan yang sepi. Sisi kanan jalan adalah persawahan, sedangkan sisi yg lain adalah kebun milik warga yang dimana dibelakangnya berdiri kokoh perbukitan.

Keadaan saat itu sunyi, bahkan tidak ada kehidupan lagi selain kita berempat.
Gue melihat jam yang berada di pergelangan tangan kini hampir menunjukan pukul dua pagi.

"Lima menit lagi, Dit." Bisik gue kepada Adit.

Adit tersenyum, "Jo, lima menit lagi jam dua, pastiin lo denger sumber suaranya darimana." Titah Adit kepada Bejo.
Sampai akhirnya, sesuatu yang dinantikan itu berbunyi sebanyak dua kali. Empat pasang telinga mendengar bahwa bunyi kentongan itu berasal dari perkebunan milik warga. Tanpa basa basi, kami segera berlari kearah sana.

Namun setelah jauh berlari, tidak mendapatkan hasil.
"Sial, padahal tadi deket banget." Ujar Tomo sambil terengah-engah.

"Iya, suaranya harusnya dari sini." Tebak Bejo.

Gue dan Adit hanya berpandangan, seperti yang kami prediksi sebelumnya, bahwa kita tidak akan menemukan sumber bunyi tersebut.
"Tuh kan gak ada." Kata Adit.

Bejo berdalih, "Orangnya udah lari kali."

"Buat apa mereka lari anjir?" Tanya gue. "Terus buat apa juga mereka bunyiin kentongan di tengah kebun begini?" Lanjut gue kembali.

Gue baru sadar, sepertinya kami terlalu jauh masuk ke dalam kebun.
"Sebentar, ini dimana dah?" Tanya gue kepada Adit sambil mengarahkan senter ke penjuru kebun.

Mata Adit memandang sekitar, namun gue yakin jika dia juga bakal berfikiran sama dengan gue saat ini. Iya, kita gak tau ada dimana. Tempatnya begitu asing.
"Iya, tempatnya kok asing ya? Padahal masih di daerah kita." Ujar Adit sambil memandang sekitar.

"Masa orang sini gak hafal?" Tanya Bejo.

Gue hanya mengangguk lemah, "Gue kan jarang ke kebun sini, apalagi udah mau masuk hutan begini."
Kami sedang menselonjorkan kaki, berharap bisa menemukan jalan keluar. Sepasang mata ini melihat sesuatu di balik pepohonan.

"Bajingan." Umpat gue sambil menunjuk objek itu dengan telunjuk tangan. Sesosok manusia berkaki kuda tengah berdiri disana.
Kalian yang bermain game moba analog, tau karakter hylos, kan? Bentuknya sebelas dua belas. Hanya saja, aslinya memiliki tanduk dan matanya merah menyala.

Seketika, gue dan Adit berlari menjauhi sosok tersebut. Bahkan gue juga sempet lihat jika Bejo dan Tomo mengikuti kami.
Sampai kami disebuah pos kecil yang sepertinya telah terbengkalai. Jujur, selama ini, gue gak pernah melihat pos tersebut. Bangunannya juga asing dan terlihat lama.

"Kenapa pada lari?" Tanya Tomo sedangkan nafasnya tersengal.

"Kalian gak liat apa?" Tanya Adit.
Bejo dan Tomo hanya menggeleng lemah. Mereka saling mengatur nafas.

Sedangkan Adit hanya seperti tercengang melihat bangunan ini, bahkan terlihat banyak pertanyaan di raut wajahnya.

"Ini pos apa?" Tanya Adit kepada gue.

Gue melihat bangunan itu sekilas, lalu menggeleng.
Bangunannya kecil, sekilas mirip seperti pos ronda.

"Yaudah, ayok kita jalan lagi." Perintah Adit.

"Emang tau jalan, Dit?" Tanya gue.

Adit menggeleng, "Gatau sih." Kemudian nyengir. "Daripada kita disini, siapa tau nemu jalan keluar toh?" Lanjutnya.
Gue mengiyakan, lalu mengikuti langkah Adit yang diikuti oleh Bejo dan Tomo.

Setelah beberapa lama berjalan, kami melihat sebuah pos lagi di depan. Tak lama, kami sampai disana.

"Asem." Umpat Tomo. "Kita balik lagi ke pos ini." Sambil mendudukan diri di tanah.
"Kayaknya kita di puterin deh." Selidik gue.

*Di puterin itu kayak semacem kita ada disuatu tempat terus jalan tapi kembali lagi ke tempat semula.

"Iya, tuh bekas puntung rokok gue." Ucap Adit sambil menunjuk sebuah putung rokok yang masih baru.
Akhirnya keheningan menyelimuti kami karena kelelahan. Setiap orang tengah berkutat dalam pikirannya masing-masing.

Sampai akhirnya terdengar suara kentongan sebanyak 3 kali. Suaranya sangat dekat, saking dekatnya membuat bulu kuduk merinding.
Sampai semua mata tertuju pada bangunan pos dan disana kita melihat seseorang berpakaian seperti hansip yang usianya mungkin lebih dari setengah abad, namun masih terlihat enerjik. Tapi sepertinya dia tidak melihat kami, padahal hanya berjarak sekitar 5 meter.
Hansip itu berdiri disebelah kentongan bambu, lalu menaruh tongkat pemukul kentongan itu di pos. Sepertinya dia yang baru saja memukul kentongan tersebut, batin gue.

Sepsang mata elangnya menelusuk ke sela pepohonan, "Hey stop." Teriaknya dengan lantang.
Dua orang berpakaian warna hitam dengan sebuah kain diwajahnya itu menengok ke arah si hansip. Sadar akan keadaan, mereka lari menjauh.

Pak hansip itu membawa kentongan dan pemukulnya, berlari mengejar kedua orang itu sembari memukul kentongan dengan irama yang cepat.
Kami berempat terpaku dengan apa yang terjadi, namun Adit tiba-tiba berdiri dan mengejar mereka bertiga.

Aku dan sepasang pemuda dari daerah sebrang itu mengejar Adit yang sepertinya penasaran dengan apa yang terjadi. Bahkan Adit berlari sangat cepat menyusul mereka.
Sampai disuatu kebun dengan berbagai pohon, sepasang orang berpakaian hitam itu mengumpat dibalik besarnya batang pohon beringin.

Hansip yang sepertinya tidak melihat mereka bersembunyi dibelakang pohon, masih terus berlari hingga melewati kedua orang tersebut.
Lalu, mereka mengikuti hansip itu secara diam-diam dan akhirnya memukul kepala bagian belakang dari penjaga keamanan tersebut.

Hansip itu terjatuh dan terkapar diatas tanah hingga tak sadarkan diri. Kepala bagian belakangnya berdarah.
Salah satu dari mereka membopong badan hansip tersebut, sedang yang satunya lagi membawa kentongan bambu miliknya.

Mereka berjalan ke sebuah jurang dan membuang raga hansip itu kesana beserta kentongannya. Mereka membalikkan badan dan melihat ke arah kami.
Wajahnya tidak kelihatan, namun dari sudut matanya terlihat bahwa mereka juga tidak berniat melakukannya.

Mereka kemudian berjalan kembali menjauhi kami. Namun pandangan gue tiba-tiba menjadi samar, kepala gue menjadi pening. Dan gue tertidur.
Gue terbangun disebuah amben (semacam tempat tidur). Gue melihat sekeliling, ada lelaki tua yang rambutnya telah memutih yang gue kenal sebagai toko agama di daerah gue dan disebelahnya lagi ada Adit.

"Gimana? Sudah enakkan?" Ucap beliau.

Gue mengangguk.
"Diminum dahulu." Tokoh agama itu memberikan secangkir air putih. Gue menerimanya dan meminumnya.

"Apa yang terjadi?" Ucap gue setelah menghabiskan air tersebut.

"Kamu sudah melihat semuanya, bukan?" Ujar beliau dan diangguki oleh gue.
"Kamu tahu jika di daerah ini ada mitos, bahwa hampir setiap malam ada yang memukul kentongan?" Tanya tokoh tersebut.

"Iya, kek." Jawabku.

"Dulu, waktu kakek masih remaja, ada seorang penjaga keamanan yang sangat disiplin dan jujur." Beliau mulai bercerita.
"Dia berjaga hampir setiap malam dan selalu memukul kentongannya setiap jam. Bahkan jumlah pukulannya disesuaikan dengan jamnya."

Kakek itu menghela nafas, "Tapi suatu saat, dia menghilang entah kemana. Ada yang bilang pergi, menghilang di hutan dan ada yang bilang dibunuh."
"Tapi setelahnya, setiap jam, setiap waktu pasti terdengar bunyi kentongan yang entah darimana. Bahkan mereka yang sedang ronda juga mengaku tidak pernah memukul kentongan."

"Pernah sekali kita mencari tahu darimana asal suara kentongan itu berasal, namun tidak pernah ketemu."
"Akhirnya warga sini berpendapat jika itu adalah ulah dia, sang penjaga keamanan terdahulu yang menghilang secara tiba-tiba. Tapi kita sama sekali tidak ketakutan. Bahkan kita merasa nyaman dengan adanya bunyi kentongan tersebut, karena membangunkan kami disaat subuh."
"Terkadang mereka menunjukan eksistensinya bukan untuk menakuti kita, tapi untuk selalu mengingatkan bahwa dia pernah ada dan menjaga kami. Dan juga tentunya, untuk melihat tabir dimasa lalu, seperti yang kalian alami."
Tokoh agama itu menolehkan wajahnya kepada Adit. "Sekarang kamu juga minta maaf sama Nanang karena ini juga ulahmu. Kamu yang sengaja memanggil mereka, karena ingin tahu tentang kejadian apa yang menimpa kakek buyutmu." Ucap kakek itu kepada Adit."
"Eh stop bentar." Ucap Tejo ( Kalo lupa, liat awalan tweet) mengintrupsi cerita dari Budi.

"Tadi lo bilang Nanang? Berarti dia dong?" Ucap Tejo sambil menunjuk kepadaku.

Budi tersenyum, "Iya dari tadi gue menceritakan kisahnya si Nan kok."
Tejo cuma bisa melongo, sedangkan gue sama Budi cuma nyengir.

"Eh anjir, gue baru sadar." Ujar Tejo.

"Berarti biang keroknya itu si Adit? Karena dia sengaja memancing mereka, agar tau kejadian yg menimpa si hansip di masa lalu?" Lanjutnya.

Gue dan Budi mengangguk.
Akhirnya malam itu, pembahasan cerita tentang kisah bunyi kentongan di daerah itu selesai dengan meninggalkan plot twist.

Tak begitu lama, kami pulang menuju rumah masing-masing.

Salam, Nan.
Gimana nih? Siapa aja yg nyadar kalo ada double plot twist di thread gue kali ini? 🤣🤣

Bingung-bingung dah kalian bacanya 😂😂

Selamat malam, sampai jumpa di cerita selanjutnya.
Missing some Tweet in this thread? You can try to force a refresh.

Enjoying this thread?

Keep Current with Call Me, Nan.

Profile picture

Stay in touch and get notified when new unrolls are available from this author!

Read all threads

This Thread may be Removed Anytime!

Twitter may remove this content at anytime, convert it as a PDF, save and print for later use!

Try unrolling a thread yourself!

how to unroll video

1) Follow Thread Reader App on Twitter so you can easily mention us!

2) Go to a Twitter thread (series of Tweets by the same owner) and mention us with a keyword "unroll" @threadreaderapp unroll

You can practice here first or read more on our help page!

Follow Us on Twitter!

Did Thread Reader help you today?

Support us! We are indie developers!


This site is made by just three indie developers on a laptop doing marketing, support and development! Read more about the story.

Become a Premium Member ($3.00/month or $30.00/year) and get exclusive features!

Become Premium

Too expensive? Make a small donation by buying us coffee ($5) or help with server cost ($10)

Donate via Paypal Become our Patreon

Thank you for your support!