Seperti kisah teman follower briistory ini, dia menceritakan pengalaman seram ketika naik bis malam menuju Sukabumi.
Simak kisahnya di sini, di Briistory.
@InfoMemeTwit
Benar juga sih yang Iwan bilang, memang sudah tujuh malam, mau sampai Sukabumi jam berapa nanti?. Btw, Iwan adalah teman kost-ku, dia tinggal di kamar sebelah.
Aku memang harus mampir ke Bogor dulu sebelum ke Sukabumi, ada titipan dari om yang harus kubawa ke rumah. Begitulah..
***
Akad rencananya akan dilaksanakan di masjid dekat rumah, lalu resepsi pada hari sabtu.
***
Dari tempat itu aku dapat melihat kalau jalur yang bertuliskan “Sukabumi” di atasnya, sama sekali kosong, gak ada satu pun bis yang berdiam di jalur itu.
”Mau ke mana A’?” Sudah nyaris jam setengah sebelas ketika seseorang, yang sepertinya calo, menegurku dengan pertanyaan.
“Wah, udah gak ada atuh. Terakhir tadi jam sembilanan.”
Setelah menjawab, lalu laki-laki itu ngeloyor pergi.
Di depan terminal, beberapa kali aku pernah melihat ada mobil omprengan menawarkan tumpangan ke Sukabumi, berharap masih ada, seharusnya ada.
Beberapa bis tampak melintas di hadapan, tapi gak ada satu pun yang bertujuan ke Sukabumi.
Sesekali melihat ponsel, membuka-buka aplikasi media sosial mengalihkan pikiran yang semakin gelisah karena sama sekali gak ada kendaraan umum menuju Sukabumi.
“Ah malah gangguan, sempurna deh.” Begitu pikirku dalam hati.
Ya sudah, lalu ponsel aku masukkan ke saku celana.
Yang masih sesekali melintas adalah beberapa kendaraan yang menuju Bogor kota, bukan di jalur yang ada di hadapan.
Benar-benar sepi.
***
“Ah ada bis besar.” Begitu pikirku.
“Sukabumi Pak?” Tanyaku memastikan sekali lagi.
“Iya,” Jawab bapak itu pelan.
Baru saja beberapa langkah masuk, pak supir sudah menginjak gas pelan, lalu bis berjalan meninggalkan kota Bogor.
***
Bis ini juga wangi, aku gak tau parfum apa yang digunakan oleh awaknya, tapi wanginya enak.
Aku akan memilih kursi yang kira-kira nyaman untuk tidur sejenak.
Bapak itu gak menjawab, tapi langsung berdiri untuk mempersilakan aku masuk. Lalu aku duduk di kursi itu. Seorang bapak yang sudah cukup tua, perkiraanku umurnya sekitar 60 tahun.
Kalau aku perhatikan, ketika sedang berjalan mencari tempat duduk, penumpang yang ada di dalam bis ini gak ada yang tidur, semuanya duduk tegak di kursinya masing-masing dengan mata terbuka menatap ke depan.
Tapi ya sudahlah, aku gak terlalu memikirkan itu, hati sudah senang karena akhirnya dapat kendaraan untuk pulang.
***
Iya, suara mesinnya sangat hening, nyaris seperti mati.
Yang sesekali kedengaran hanya mesin kendaraan yang ada di luar, itu pun sangat kecil.
Tapi ya sudahlah, aku gak ambil pusing.
Ditambah, nyaris sudah setengah jam perjalanan, kondektur belum juga menghampiriku untuk menagih ongkos, dia terus diam berdiri di samping kiri supir. Jadi gak tenang kalau mau tidur..
Tiba-tiba bapak di sebelah bertanya, aku yang tadinya sudah mulai mengantuk jadi sedikit kaget.
"Sukabumi Pak, pulang." Jawabku sambil tersenyum.
Di akhir kalimat dia kembali manghadap ke depan, lalu diam seperti semula sebelum aku menjawab apa-apa.
Ah sudahlah mungkin aku salah dengar, lalu mengembalikan posisi duduk kembali seperti semula, bersandar.
Aku sama sekali gak mengenali daerah mana sebenarnya yang sedang kami lintasi, asing. Padahal seharusnyaini jalur yang sudah biasa aku lintasi kalau pulang mudik.
Tapi, itu menjadi pernyataan terakhir yang terlintas dalam pikiran sadarku.
***
Benar saja, ponsel masih belum bisa digunakan. Tapi dari layarnya aku dapat melihat kalau ternyata sudah jam dua lewat sedikit, berarti seharusnya sebentar lagi sampai tujuan.
Ternyata itu bau amis darah segar, sangat menyengat..
Ketika sudah dekat, baru aku dapat melihat jelas kalau orang itu ternyata kondektur, aku hapal dari bentuk seragam yang dia gunakan.
Kenapa?
Aku masih terdiam ketika dia lanjut berjalan menuju bagian belakang bis. Aku terus memandang sampai dia duduk di kursi paling belakang.
Mengamati orang mati.
Iya, orang mati..
***
Dalam gelap aku dapat melihat kalau ternyata bagian bis yang lain sudah sangat berantakan, banyak kursi yang bergelimpangan gak pada tempat yang seharusnya.
Ternyata bau anyir darah disebabkan oleh ini semua..
Mencoba untuk gak memperhatikan kengerian sekitar ketika berjalan, tapi tetap saja masih keliihatan, pemandangan seram seperti habis kecelakaan.
Bergetar suaraku meminta turun, tapi pak supir tetap seperti gak menggubris.
Gak berani menoleh ke belakang, aku semakin ketakutan, keringat dingin mengucur deras.
Cekamnya sudah di luar batas.
Gak sanggup lagi berdiri, aku lalu jatuh terduduk, lemas, menangis dalam kepanikan..
Kemudian gak ingat apa-apa lagi.
Gelap..
***
Suara bapak-bapak membuatku tersadar.
Hari masih gelap ketika akhirnya aku benar-benar sadar.
Aku mengiyakan omongannya, lalu berdiri dan jalan menuju halte yang gak jauh dari tempatku tadi.
Tapi sukurlah, aku akhirnya dapat keluar dari bis menyeramkan itu. Bis yang sekarang entah sudah berada di mana..
Setelah kami berboncengan, kalimat pertama yang keluar dari mulutnya sangat mengagetkan.
"Kok aa bau hanyir darah sih? Habis ngapain emangnya?"
***
Tetep sehat, supaya bisa terus merinding bareng.
Met bobo, semoga mimpi indah.
Salam
~Brii~