, 76 tweets, 9 min read
My Authors
Read all threads
Jangankan luar kota, perjalanan dalam kota pun sering memberikan pengalaman seram yang di luar nalar.

Seperti kisah teman follower briistory ini, dia menceritakan pengalaman seram ketika naik bis malam menuju Sukabumi.

Simak kisahnya di sini, di Briistory.
@InfoMemeTwit
"Jadi lo balik Rif? Knapa gak besok aja sih? Udah malem kan ini.."

Benar juga sih yang Iwan bilang, memang sudah tujuh malam, mau sampai Sukabumi jam berapa nanti?. Btw, Iwan adalah teman kost-ku, dia tinggal di kamar sebelah.
Aku arif, pemuda kelahiran Sukabumi yang bekerja sebagai perawat di salah satu rumah sakit di wilayah Jakarta Barat, tinggal di kost sekitaran tempatku bekerja.
Bis terakhir dari bogor menuju Sukabumi jam sembilan malam, semoga keburu.

Aku memang harus mampir ke Bogor dulu sebelum ke Sukabumi, ada titipan dari om yang harus kubawa ke rumah. Begitulah..

***
Ah, sudah hampir jam sepuluh malam ketika aku meninggalkan rumah om di sekitaran Baranangsiang, gak terlalu jauh dari terminal Bogor.
Ini kamis malam jumat, memaksa pulang untuk menghadiri akad nikah kakak perempuanku, kalau gak ada acara sepenting ini aku gak akan mengambil jatah cuti dan pulang.

Akad rencananya akan dilaksanakan di masjid dekat rumah, lalu resepsi pada hari sabtu.

***
Jam sepuluh lewat sedikit ketika akhirnya aku menginjakkan kaki di terminal. Masih banyak tanda kehidupan yang terlihat, beberapa warung kecil masih buka menjajakan jualannya, orang berseliweran berpenampilan layaknya penumpang yang mencari angkutan umum ke tujuan masing-masing.
Membakar rokok, lalu duduk di atas trotoar yang gak jauh dari barisan bis yang memenuhi jalurnya masing-masing.

Dari tempat itu aku dapat melihat kalau jalur yang bertuliskan “Sukabumi” di atasnya, sama sekali kosong, gak ada satu pun bis yang berdiam di jalur itu.
“Ah, kayakya bis Sukabumi sudah gak ada lagi. Harus cari mobil omprengan nih.” Begitu pikirku dalam hati.

”Mau ke mana A’?” Sudah nyaris jam setengah sebelas ketika seseorang, yang sepertinya calo, menegurku dengan pertanyaan.
“Sukabumi kang. Masih ada gak ya bis-nya?” Aku menjawab dengan pertanyaan.

“Wah, udah gak ada atuh. Terakhir tadi jam sembilanan.”

Setelah menjawab, lalu laki-laki itu ngeloyor pergi.
Benar kan, bis terakhir udah berangkat. Tapi walaupun begitu, aku tetap harus pulang malam ini juga, bagaimana pun caranya.
Beberapa menit kemudian, aku memutuskan untuk berjalan ke luar terminal, lalu menyeberang jalan.

Di depan terminal, beberapa kali aku pernah melihat ada mobil omprengan menawarkan tumpangan ke Sukabumi, berharap masih ada, seharusnya ada.
Kembali membakar rokok, aku berdiri sendirian di tempat gelap ini, kilatan lampu kendaraan yang cukup menyilaukan menutup pandangan sesekali.

Beberapa bis tampak melintas di hadapan, tapi gak ada satu pun yang bertujuan ke Sukabumi.
Aku belum menyerah, mau tetap menunggu tumpangan, padahal sudah hampir jam sebelas, menjelang tengah malam.

Sesekali melihat ponsel, membuka-buka aplikasi media sosial mengalihkan pikiran yang semakin gelisah karena sama sekali gak ada kendaraan umum menuju Sukabumi.
Ketika sedang asik melihat time line, tiba-tiba sinyal internet hilang, mendadak aku gak bisa browsing sama sekali, begitu juga sinyal telpon, hilang juga.

“Ah malah gangguan, sempurna deh.” Begitu pikirku dalam hati.

Ya sudah, lalu ponsel aku masukkan ke saku celana.
Dengan gak adanya kegiatan lain, aku jadi memperhatikan suasana sekeliling. Ternyata, baru sadar kalau tempat ini mendadak jadi sangat sepi, padahal letaknya gak jauh dari terminal.
Hanya bisa melihat dari kejauhan lalu lalang manusia di terminal itu, sementara di dekatku sudah sangat sepi dan hening.

Yang masih sesekali melintas adalah beberapa kendaraan yang menuju Bogor kota, bukan di jalur yang ada di hadapan.
Benar-benar sepi.
Sekali lagi aku melihat ponsel, namun tetap saja belum ada sinyal, belum bisa digunakan. Melamun lagi jadinya..

***
Menjelang jam dua belas tengah malam, sempat berpikir untuk kembali saja ke rumah om, bermalam di sana, baru kemudian berangkat ke Sukabumi besok pagi-pagi sekali.
Tapi ketika baru saja hendak melangkahkan kaki, tiba-tiba pandangan mata tersorot lampu besar yang sangat menyilaukan.

“Ah ada bis besar.” Begitu pikirku.
Dan ternyata benar, ada bis besar yang tiba-tiba datang dari arah Padjadjaran, bergerak pelan menuju ke tempatku berdiri. Lalu bis akhirnya persis lewat di hadapan, kemudian berhenti.
Di kaca samping, di dekat pintu depan, ada tulisan “SUKABUMI”, dan di pintu depan itu ada kondektur yang lalu membukakan pintu.

“Sukabumi Pak?” Tanyaku memastikan sekali lagi.

“Iya,” Jawab bapak itu pelan.
Sukurlah, akhirnya aku dapat bis untuk pulang, gak pikir panjang lagi langsung menaikinya.

Baru saja beberapa langkah masuk, pak supir sudah menginjak gas pelan, lalu bis berjalan meninggalkan kota Bogor.

***
Bis ber-AC ini sepertinya bis yang masih bagus, tapi juga bukan bis baru banget. Dengan kursi yang berjajar dua-dua, masing-masing kursi kelihatan masih terawat bersih.

Bis ini juga wangi, aku gak tau parfum apa yang digunakan oleh awaknya, tapi wanginya enak.
Berjalan terus ke belakang, dalam keadaan gelap aku mencari kursi kosong. Penumpangnya gak terlalu penuh, tapi setiap barisan, dari depan sampai paling belakang, selalu ada orang yang duduk.

Aku akan memilih kursi yang kira-kira nyaman untuk tidur sejenak.
Akhirnya langkahku berhenti, di barisan kursi kedua dari belakang, sebelah kiri. Ada seorang bapak yang duduk di kursi dekat selasar, aku permisi untuk duduk di sebelahnya, dekat jendela.
“Permisi Pak, boleh saya duduk di situ?”

Bapak itu gak menjawab, tapi langsung berdiri untuk mempersilakan aku masuk. Lalu aku duduk di kursi itu. Seorang bapak yang sudah cukup tua, perkiraanku umurnya sekitar 60 tahun.
Oh iya, ada pemandangan yang sedikit aneh ketika masuk bis tadi.

Kalau aku perhatikan, ketika sedang berjalan mencari tempat duduk, penumpang yang ada di dalam bis ini gak ada yang tidur, semuanya duduk tegak di kursinya masing-masing dengan mata terbuka menatap ke depan.
Tipikal bis malam, apalagi tengah malam seperti ini, biasanya kan selalu saja ada penumpang yang terlelap, atau minimal dalam posisi bersandar untuk tidur.
Tapi ini nggak, seperti yang aku bilang tadi, semua penumpangnya dari depan sampai yang paling belakang, duduk tegak di kursi dengan mata menatap ke depan, gak ada yang terpejam.
Yang lebih aneh, sama sekali gak ada yang memperhatikan aku, cuek aja semuanya.
Bapak yang duduk di sebelahku juga sama, posisi duduk tegak memandang ke depan, sama sekali diam dan gak mengajakku berbicara sedikit pun.

Tapi ya sudahlah, aku gak terlalu memikirkan itu, hati sudah senang karena akhirnya dapat kendaraan untuk pulang.

***
Aku terus memperhatikan jalan, ketika kami sudah benar-benar meninggalkan kota Bogor. Lampu dari rumah-rumah dan toko kecil yang ada di sisi kiri masih terlihat menerangi pinggir jalan di daerah Ciawi menuju kota kecil berikutnya, Cikeretek, Cijeruk, dan seterusnya.
Bis melaju cukup cepat, jarang sekali mengerem mengurangi kecepatan, terus berjalan dengan suara mesin yang hampir gak kedengaran.

Iya, suara mesinnya sangat hening, nyaris seperti mati.
“Bis ini perawatannya bagus banget, sampe suara mesinnya halus gini, nyaris gak terdengar.” Begitu pikirku dalam hati.

Yang sesekali kedengaran hanya mesin kendaraan yang ada di luar, itu pun sangat kecil.

Tapi ya sudahlah, aku gak ambil pusing.
Sekali lagi aku mengeluarkan ponsel dari saku untuk melihat apakah masih gangguan sinyal, lagi-lagi aku kecewa, ternyata belum ada sinyal juga. Jadi gak bisa menghubungi siapa-siapa.
Kemudian kembali memperhatikan pemandangan sambil duduk bersandar. Kanan kiri jalan mulai semakin gelap, sangat berbeda keadaannya dengan Bogor kota.
Suasana di dalam bis juga sangatlah sepi, sama sekali gak ada orang yang berbicara satu sama lain, gak ada suara musik atau radio juga, beneran sepi.
Sejak aku naik tadi keadaannya sudah seperti ini, Pak supir juga gak pernah membunyikan klakson, atau berbicara dengan kondektur yang berdiri di sebelahnya.
Aneh? Iyalah, lama kelamaan aku semakin merasakan keanehan itu.

Ditambah, nyaris sudah setengah jam perjalanan, kondektur belum juga menghampiriku untuk menagih ongkos, dia terus diam berdiri di samping kiri supir. Jadi gak tenang kalau mau tidur..
"Mau ke mana?"

Tiba-tiba bapak di sebelah bertanya, aku yang tadinya sudah mulai mengantuk jadi sedikit kaget.

"Sukabumi Pak, pulang." Jawabku sambil tersenyum.
"Saya sebentar lagi turun. Kamu juga secepatnya harus turun." Beliau bilang begitu.

Di akhir kalimat dia kembali manghadap ke depan, lalu diam seperti semula sebelum aku menjawab apa-apa.
"Emang kenapa Pak?" Tanyaku kemudian. Tapi bapak hanya diam gak menjawab.

Ah sudahlah mungkin aku salah dengar, lalu mengembalikan posisi duduk kembali seperti semula, bersandar.
Tapi aku masih penasaran, maksud dari omongan bapak tadi apa ya? Itu pertanyaan yang langsung muncul.
Sementara bis terus melaju semakin cepat, kilatan cahaya dari luar jadi membentuk garis lurus berwarna-warni.

Aku sama sekali gak mengenali daerah mana sebenarnya yang sedang kami lintasi, asing. Padahal seharusnyaini jalur yang sudah biasa aku lintasi kalau pulang mudik.
"Ini daerah mana ya? Kok asing?" Dalam hati aku bertanya-tanya.

Tapi, itu menjadi pernyataan terakhir yang terlintas dalam pikiran sadarku.
Tubuh yang sudah sangat lelah dan mengantuk, akhirnya perlahan membuatku menutup mata, terlelap dalam perjalanan di dalam bis yang sepertinya bukan bis biasa..

***
Bis berjalan lambat, kilatan cahaya dari luar membangunkanku yang sepertinya cukup lama tertidur.
Melirik ke kursi sebelah, ternyata bapak yang tadi sudah gak ada, mungkin sudah turun.
Lalu aku mengeluarkan ponsel dari saku, melihat dan memeriksa apakah masih gak ada sinyal.

Benar saja, ponsel masih belum bisa digunakan. Tapi dari layarnya aku dapat melihat kalau ternyata sudah jam dua lewat sedikit, berarti seharusnya sebentar lagi sampai tujuan.
Kembali aku memandang ke luar, di sana gak terlihat banyak lampu lagi, langit cerah kali ini menjadi serpihan cahaya yang sedikit membantu penglihatan.
Beberapa saat lamanya aku termenung, diam, masih sangat mengantuk tapi harus tetap terjaga karena sebentar lagi bis akan berhenti.
Hingga saat di mana hidungku seperti mencium sesuatu, indera penciuman menangkap bau yang sangat familiar, aku mengenali bau ini. Bukan wangi perfum ruangan ketika pertama kali masuk ke dalam bis tadi, bukan, ini sangat berbeda.
Ada yang beda di dalam bis ini, aku menyadari itu ketika akhirnya sadar bau apa yang menyengat tercium sejak aku bangun tadi.

Ternyata itu bau amis darah segar, sangat menyengat..
Sontak aku langsung coba mencari sumber bau, celingukan melihat ke bawah, takutnya ada sesuatu di kakiku. Gak ada, bagian bawah kursi gak ada apa-apa.
Kemudian perhatianku teralihkan, ketika melihat seseorang berjalan dari depan menuju bagian belakang bis.

Ketika sudah dekat, baru aku dapat melihat jelas kalau orang itu ternyata kondektur, aku hapal dari bentuk seragam yang dia gunakan.
"Ah akhirnya pak kondektur menagih ongkos juga." Begitu pikirku dalam hati, kemudian merogoh saku celana untuk mengambil uang.
Sampai akhirnya pak kondektur sudah benar-benar berdiri di sebelahku, aku langsung menyerahkan beberapa lembar uang kepadanya. Ketika serah terima uang itulah aku langsung terdiam, terperangah, bingung sejenak, lalu perlahan berubah menjadi ketakutan yang teramat sangat.

Kenapa?
Aku melihat penampilan kondektur sangat menyeramkan, sekujur tubuhnya kelihatan basah oleh darah, seragam yang dia kenakan sobek di beberapa bagian.
Yang paling mengerikan, kepalanya kellihatan remuk seperti baru dihantam benda keras, darah mengucur pelan, wajah pucatnya hancur.

Aku masih terdiam ketika dia lanjut berjalan menuju bagian belakang bis. Aku terus memandang sampai dia duduk di kursi paling belakang.
Lampu kabin masih mati, tapi dalam gelap aku masih bisa mengamati,

Mengamati orang mati.

Iya, orang mati..

***
Setelah akhirnya aku memperhatikan sekeliling, ternyata bukan hanya si kondektur yang sepertinya sudah mati.

Dalam gelap aku dapat melihat kalau ternyata bagian bis yang lain sudah sangat berantakan, banyak kursi yang bergelimpangan gak pada tempat yang seharusnya.
Yang lebih menyeramkan lagi, banyak pemumpang yang sepertinya sudah mati, bermandikan darah. Beberapa diantaranya sudah gak utuh lagi, ada yang tanpa kepala.

Ternyata bau anyir darah disebabkan oleh ini semua..
Aku langsung berdiri sambil memeluk tas, melangkahkan kaki menuju pintu depan, harus turun dari bis ini segera..

Mencoba untuk gak memperhatikan kengerian sekitar ketika berjalan, tapi tetap saja masih keliihatan, pemandangan seram seperti habis kecelakaan.
Iya, keadaan ini menggambarkan seperti bis yang baru saja mengalami kecelakaan hebat, jenazah bergelimpangan, bau hanyir darah sangat menyengat.
Beberapa detik kemudian aku sampai juga di depan, berdiri di samping Pak supir yang keadaannya juga sangat mengerikan, tubuh bermandikan darah dengan wajah yang hancur rusak menyeramkan.
Pak supir ini seperti gak menghiraukanku yang berdiri di sampingnya, di pinggir pintu. Dia terus menatap ke depan mengendalikan bis yang berjalan pelan.
"Pak, saya turun di sini saja."

Bergetar suaraku meminta turun, tapi pak supir tetap seperti gak menggubris.
Bau darah semakin menyengat, lalu tiba-tiba dari belakang, aku mendengar suara tangis dan jeritan menahan sakit dari beberapa orang.

Gak berani menoleh ke belakang, aku semakin ketakutan, keringat dingin mengucur deras.

Cekamnya sudah di luar batas.
Semakin ketakutan lagi ketika suara jerit dan tangis bertambah keras terdengar.

Gak sanggup lagi berdiri, aku lalu jatuh terduduk, lemas, menangis dalam kepanikan..

Kemudian gak ingat apa-apa lagi.

Gelap..

***
"Dek, bangun dek."

Suara bapak-bapak membuatku tersadar.

Hari masih gelap ketika akhirnya aku benar-benar sadar.
"Jangan tidur di sini, di halte aja tuh." Kata bapak itu lagi.

Aku mengiyakan omongannya, lalu berdiri dan jalan menuju halte yang gak jauh dari tempatku tadi.
Termyata, sebelum dibangunkan bapak tadi, aku tengah terbaring di trotoar yang lokasinya gak jauh dari terminal Sukabumi, tertidur atau pingsan aku gak tau pasti.

Tapi sukurlah, aku akhirnya dapat keluar dari bis menyeramkan itu. Bis yang sekarang entah sudah berada di mana..
Merogoh saku celana untuk megambil ponsel, sukurlah sudah ada sinyal lagi. Aku langsung menghubungi adik, memintanya untuk menjemputku.
Gak lama setelah itu, dia datang menggunakan motor.

Setelah kami berboncengan, kalimat pertama yang keluar dari mulutnya sangat mengagetkan.

"Kok aa bau hanyir darah sih? Habis ngapain emangnya?"

***
Sekian cerita malam ini, lanjut lagi kapan-kapan yes. Semoga bisa jadi pelepas kangen cerita briistory..

Tetep sehat, supaya bisa terus merinding bareng.

Met bobo, semoga mimpi indah.

Salam
~Brii~
Missing some Tweet in this thread? You can try to force a refresh.

Enjoying this thread?

Keep Current with Brii

Profile picture

Stay in touch and get notified when new unrolls are available from this author!

Read all threads

This Thread may be Removed Anytime!

Twitter may remove this content at anytime, convert it as a PDF, save and print for later use!

Try unrolling a thread yourself!

how to unroll video

1) Follow Thread Reader App on Twitter so you can easily mention us!

2) Go to a Twitter thread (series of Tweets by the same owner) and mention us with a keyword "unroll" @threadreaderapp unroll

You can practice here first or read more on our help page!

Follow Us on Twitter!

Did Thread Reader help you today?

Support us! We are indie developers!


This site is made by just three indie developers on a laptop doing marketing, support and development! Read more about the story.

Become a Premium Member ($3.00/month or $30.00/year) and get exclusive features!

Become Premium

Too expensive? Make a small donation by buying us coffee ($5) or help with server cost ($10)

Donate via Paypal Become our Patreon

Thank you for your support!