Leluhur masyarakat Jawa memiliki beraneka filosofi yang jika dicermati memiliki makna yang begitu dalam. Tetapi, anehnya filosofi yang diberikan oleh para leluhur itu saat ini dinilai sebagai hal yang kuno dan ketinggalan jaman. 
Padahal, filosofi leluhur tersebut berlaku terus sepanjang hidup. Ini beberapa contoh filosofi dari para leluhurbatau nenek moyang masyarakat Jawa;
[Dadio banyu, ojo dadi watu] - (Jadilah air, jangan jadi batu).
Kata-kata singkat yang penuh makna. Kelihatannya jika ditelaah memang manungso kang nduweni manunggaling roso itu harus tahu bagaimana caranya untuk dadi banyu.
Kata-kata singkat yang penuh makna. Kelihatannya jika ditelaah memang manungso kang nduweni manunggaling roso itu harus tahu bagaimana caranya untuk dadi banyu.
Mengapa kita manusia ini harus bisa menjadi air? Krn air itu bersifat menyejukkan. Ia menjadi kebutuhan org banyak. Makhluk hidup yg diciptakan Yg Tuhan pasti membutuhkan air. Nah, air ini memiliki zat yg tidak keras. Artinya, dgn bentuknya yg cair, maka ia terasa lembut.
Berbeda dengan watu (batu). Batu memiliki zat yang keras. Batu pun juga dibutuhkan manusia untuk membangun rumah maupun apapun. Pertanyaannya, lebih utama manakah menjadi air atau menjadi batu? Kuat manakah air atau batu?
Org yg berpikir awam akan menyatakan bahwa batu lebih kuat. Tapi bagi org yg memahami keberadaan kedua zat tersebut, maka ia akan menyatakan lebih kuat air. Knp lebih kuat air daripada batu? sederhana saja, km tidak bisa menusuk air dgn belati. Tapi km bisa memecah batu dgn palu.
Artinya, meski terlihat lemah, namun air punya kekuatan yg dahsyat. Tetes demi tetes air, akan mampu menghancurkan batu. Dari filosofi trsbt, kita bisa belajar bhw hidup di dunia ini kita seharusnya lebih mengedepankan sifat lemah lembut bak air. Dunia ini penuh dgn permasalahan.
Selesaikanlah segala permasalahan itu dengan meniru kelembutan dari air. Janganlah meniru kekerasan dari batu. Kalau kamu meniru kerasnya batu dalam menyelesaikan setiap permasalahan di dunia ini, maka masalah tersebut tentu akan menimbulkan permasalahan baru.
[Sopo sing temen, bakal tinemu] - (Siapa yang sungguh-sungguh mencari, bakal menemukan yang dicari)
Tampaknya filosofi tersebut sangat jelas. Kalau kamu berniat untuk mencari ilmu nyata ataupun ilmu sejati, maka carilah dengan sungguh-sungguh, maka kamu akan menemukannya.
Namun jika kamu berusaha hanya setengah-setengah, masih ragu-ragu maka jangan kecewa jika nanti kamu tidak akan mendapatkan yang kamu cari. Filosofi di atas tentu saja masih berlaku hingga saat ini.
[Sopo sing kelangan bakal diparingi, sopo sing nyolong bakal kelangan] -
(Siapa yang kehilangan bakal diberi, siapa yang mencuri bakal kehilangan).
(Siapa yang kehilangan bakal diberi, siapa yang mencuri bakal kehilangan).
Filosofi itupun juga memiliki kesan yang sangat dalam pada kehidupan. Artinya, nenek moyang kita dulu sudah menekankan agar kita tidak nyolong (mencuri) karena siapapun yang mencuri ia bakal kehilangan sesuatu (bukannya malah untung).
Contohnya, ada orang yang dicopet. Ia akan kehilangan uang yang dimilikinya di dalam dompetnya. Tetapi Gusti Allah akan menggantinya dengan memberikan gantinya pada orang yang kehilangan tersebut.
Tetapi bagi orang yang mencopet dompet tersebut, sebenarnya ia untung karena mendapat dompet itu. Namun,ia bakal dibuat kehilangan oleh Gusti Allah, entah dalam bentuk apapun itu.
Dari filosofi tersebut, Nenek moyang kita sudah memberikan nasehat pada kita generasi penerus bangsa tentang keadilan Gusti Allah itu. Bahwa Gusti Allah itu adalah seadil-adilnya hakim. Rahayu. 🙏
