Thread by @KawalCOVID19

Sore Tweeps,

Bagaimana situasi kabut informasi sore ini? Seberapa deras arus kabar-kabur dan pesan-pesan ajaib di grup WA keluarga netizen sekalian? Apakah sudah terpancing untuk meng-klik judul-judul berita yang menggelitik hari ini?

Sore ini kami secara khusus ingin membahas #pseudoscience, sains ala-ala yang mewabah di jagad onlen dan menjadi konsumsi netizen sehari-hari. Terlebih pseudoscience ini marak dalam topik kesehatan, sehingga amat berbahaya jika menjadi rujukan di tengah ancaman wabah #COVIDー19

Tweeps mungkin sering baca artikel yang mengklaim khasiat suatu makanan atau manfaat suatu kebiasaan, biasanya dikemas dengan judul menggelitik, dan merujuk pada suatu penelitian atau otoritas keilmuan dengan rentetan gelar mentereng hingga terkesan sahih.

Ditambah lagi, media-media kredibel yang kita yakini reputasinya dan orang-orang yang jadi panutan kita pun kadang khilaf mengutip riset ala-ala ini. Lalu kita percaya begitu saja karena meyakini mereka pasti amanah, atau "niatnya baik kok". 🙈

Di situ kadang kami merasa sedih. 😥

Jadi kita harus bagaimana?

Berikut beberapa tips sederhana untuk membantu teman-teman mendeteksi sains ala-ala dan mempertajam indera skeptis Anda:

Pertama, hanya karena seseorang pernah meneliti sesuatu dan hasilnya diterbitkan di suatu jurnal, belum tentu klaim dari penelitian tersebut dapat disebut 'ilmiah'!

Anda kemungkinan pernah membaca kalimat "menurut penelitian bla bla" atau "para ahli mengatakan" yang tidak disertai bukti pendukung sahih.

Hati-hati ya. Yang begini ini adalah kebiasaan bawa-bawa otoritas, atau dikenal dengan sebutan 'appeal to authority' 😌

Kedua, jika memang ada rujukan yang dikutip, coba cek hal-hal berikut:
👉🏾 Apakah jumlah sampel dalam risetnya memadai?
👉🏼 Apakah metode yang digunakan sudah pernah diulang dengan hasil yang sama (replication)?
👉🏾 Apakah penelitiannya sudah dikritisi oleh sejawat (peer review)?

👉🏽 Apakah penelitian tersebut banyak dirujuk dan dikutip oleh peneliti dan ilmuwan lain?

Penelitian yang baik dan sahih kemungkinan akan diakui oleh banyak sejawat dan direplikasi atau dikembangkan lebih lanjut oleh yang lain.

Repot benar ya?

Tentu saja kami tidak berharap semua orang akan memiliki waktu luanf sedemikian banyak untuk melakukan semua hal yang kita sampaikan tadi.L

Layaknya makan di restoran, kebanyakan kita adalah khalayak penikmat yang tinggal mengonsumsi sajian yang sudah disiapkan para koki. Kita tentunya percaya para koki sudah meracik hidangannya dengan bahan berkualitas dan yummy.

Demikian pula halnya dengan konsumsi konten online. Kita percaya para penulis konten dan jurnalis sudah meramu tulisannya agar menarik sekaligus bermanfaat. Rekan-rekan jurnalis memiliki "power" untuk mengedukasi publik, dan kami amat menghargai itu.

Kepada rekan-rekan jurnalis, misi kita sama:

Kita sama-sama ingin mengurai kabut informasi agar kita semua dapat melihat kebenaran seterang-terangnya.

Mari kita sama-sama emban misi tersebut dengan amanah.

Dan kepada Tweeps yang budiman, di musim #VirusKorona #COVIDー19, di tengah-tengah pekatnya kabut informasi, mari asah indera skeptis kita agar lebih tajam lagi. Setuju?