, 45 tweets, 14 min read
My Authors
Read all threads
Waah makasih ibu Dwi jurnal-jurnalnya, menarik sekali untuk dibaca ☺️

Mohon izin, saya ikut baca juga & sharing pembacaan saya di sini🙏🏻
Jurnal pertama, ini saya lampirkan executive summary-nya. Jadi, ini merupakan laporan tentang ketidakadilan (injustice) terhadap LGBT dalam berbagai aspek; akses pd rumah layak, pekerjaan layak, pendidikan, layanan kesehatan, dll.

Laporan lengkapnya:
transequality.org/sites/default/…
Saya cari angka 93,8% di dalam laporan tersebut tidak ada, dan laporan tersebut sama sekali tidak mengulas mengenai gangguan kepribadian dll sebagaimana yang bu Dwi paparkan di tweet.
Laporan tersebut menyimpulkan bahwa LGBT:
1. Berpeluang tinggi utk mengalami pelecehan di tempat kerja, sekolah, tempat praktik dokter, & di jalan raya
2. Lebih sering dipecat, diusir, tidak dapat layanan kesehatan, hidup dalam kemiskinan ekstrem, & dibully di sekolah
Kembali ke angka 93,8% tadi, bu Dwi akhirnya membuat tweet baru dengan jurnal berbeda. Kita bisa baca di abstraknya, kesimpulan dari penelitian tsb adalah personality disorders itu marak terjadi pd pasien LGBT yg mengalami masalah ketergantungan kimiawi.
Jadi, penelitian ini bukan bicara mengenai LGBT pada umumnya, melainkan secara khusus LGBT (sebagai pasien medis) yang mengalami ketergantungan pada bahan kimia tertentu (substance use disorders).
Lanjut ke bacaan kedua.

Di sini, peneliti justru mendapati temuan yg membantah dugaan awal:
1. Frekuensi mental disorder&suicidal di kalangan mudamudi LGBT urban bisa dianggap setara dgn kalangan mudamudi heteroseksual urban
2. Frekuensi pd biseksual = atau < lesbian & gay.
Tapi, peneliti tetap merekomendasikan perhatian khusus thd LGBT youths.

Peneliti menyampaikan: temuan dari penelitian2 seputar kesehatan mental LGBT sebelumnya mungkin tdk lagi tepat dlm menggambarkan kondisi saat ini, krn ada perubahan & penerimaan sosial yg lbh baik thd LGBT.
Lanjut ke bacaan ketiga.

Betul bahwa 59% dari LGBT yg menjadi responden penelitian melaporkan pernah mengalami episode depresi & 22% pernah mengalami percobaan bunuh diri.
However, data tsb gak berdiri sendiri di dalam penelitian.

Ini data lainnya:
1. 7,2% melaporkan pernah mengalami pelecehan fisik atau penyerangan dari keluarga
2. 55,5% melaporkan pernah mengalami pelecehan di perjalanan dari/ke sekolah karena identitas seksual/gendernya
3. 38,5% melaporkan pernah mengalami keterlantaran (homelessness)

Kemudian, data berikutnya ttg keterbukaan responden mengenai identitas seksual/gender mereka:
1. 47,9% sangat terbuka
2. 33,2% cukup terbuka
3. 10,2% agak terbuka
4. 8,7% hampir gak terbuka/gak terbuka sama sekali
Di akhir penelitian, peneliti menarik kesimpulan bahwa:
1. Perlu lebih banyak studi ttg NSSI (non-suicidal self-injury) & identitas minoritas seksual/gender pd orang muda & dewasa muda
2. NSSI tampaknya lebih umum terjadi pd yg mengubah gender (trans) dibanding tdk
3. Semakin terbuka seseorang soal identitas seksual/gendernya, semakin cenderung melakukan cutting behavior (tindakan menyakiti diri sendiri)
4. Peneliti merekomendasikan hasil studi ini dilihat sbg tanda bahwa minoritas seksual/gender msh hidup dlm lingkungan sosial yg berbahaya
5. Peneliti juga merekomendasikan agar temuan penelitiannya dapat mendorong orang dewasa (guru, pekerja, konselor, dll) utk menciptakan lingkungan sosial yg aman bagi mudamudi minoritas seksual/gender, agar mereka gak lagi melakukan tindakan menyakiti diri sendiri (NSSI).
Brb yaa.. nanti saya lanjutin, mau double date dulu sama @sabdaps @barrysianturi @emilia_ts hehehehe
Lanjut lagi bacaan keempat.

Ini saya lampirkan abstraknya ya. Ada beberapa poin yang bisa diambil:
1. Dari judulnya, peneliti hendak mengamati perbedaan kesehatan seksual pd LGB vs heteroseksual
2. Peneliti menelaah faktor2 yg mendorong adanya perbedaan kesehatan seksual pd LGB
3. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perempuan biseksual & laki2 bi/homoseksual lebih banyak mengalami koersi seksual (pemaksaan seksual); mereka juga punya kebutuhan akan layanan kesehatan seksual yg lebih tinggi dibandingkan heteroseksual
4. Faktor yg berpengaruh terhadap kesehatan seksual LGB terbagi dua: (a) faktor general (jumlah pasangan seksual) & (b) faktor LGB-spesifik (homonegativity & reaksi sosial negatif thd orientasi seksual mereka)
Internalized homonegativity maksudnya persepsi/perasaan/emosi negatif terhadap homoseksualitas yg tertanam di dalam diri LGB karena tumbuh dalam masyarakat yg menanamkan nilai2 tsb.

Hal ini berpengaruh thd kondisi kesehatan seksual LGB, termasuk memicu disfungsi seksual.
Faktor lainnya yang juga berpengaruh adalah adanya reaksi sosial negatif terhadap ketertarikan sesama jenis (homoseksualitas).
Di bagian akhir laporan penelitian, peneliti menekankan bahwa dengan adanya penjelasan mengenai faktor LGB-spesifik thd kesehatan seksual LGB, usaha2 mengurangi masalah pd kesehatan seksual LGB harus merespons kedua faktor; general & LGB-spesifik (gak bisa hanya yg general aja).
Faktor general di sini, sebagaimana dijelaskan oleh peneliti, adalah faktor2 yg juga berpengaruh pd kesehatan seksual non-LGB (heteroseksual), yakni: status pasangan (apakah tetap/berkomitmen/bebas berganti/dll) & jumlah pasangan seksual selama hidup.
Lanjut lagi nih kita baca referensi ilmiah kelima dari bu Dwi.

Betul bahwa angka penggunaan AOD (alcohol&other drugs/alkohol&obat2an) lebih tinggi pd orang muda LGBT drpd populasi orang muda umum.
Dalam penelitian ditemukan bahwa angka penggunaan AOD yg tinggi pd LGBT itu dipengaruhi oleh persepsi soal AOD yg berkembang di tengah orang muda LGBT berbeda dgn orang muda umum. Sehingga, peneliti merekomendasikan agar penanganan AOD pd LGBT memperhatikan faktor persepsi ini.
Selain itu, faktor yg berpengaruh juga adalah pengalaman mereka terhadap homofobia yg berkembang di masyarakat.
Lanjut lagi, semoga masih betah nih baca bareng 😃

Referensi keenam. Nah, ini penelitian paling menarik menurut saya, karena penelitian ini melihat bagaimana cara laki2 bi/homoseksual cope dengan status HIV positif (menghadapi hidup dengan kondisi HIV positif).
Sayang sekali, bu Dwi missing an interesting point karena hanya mengambil data persentase jenis narkotika yg dikonsumsi.

Padahal, di penelitiannya, bukan hanya cope menggunakan narkotika doang yg diuji, tapi juga cope menggunakan agama/spiritualitas.
Bisa dibaca di abstrak penelitiannya, ditemukan bahwa: laki2 bi/homosexual yang positif HIV berkecenderungan lebih tinggi utk mengonsumsi narkotika dan lebih aktif beragama/berspiritual (lebih religius) dibanding yg HIV negatif.
Dari situ terlihat bahwa laki2 biseksual/homoseksual yg positif mengidap HIV terbukti melakukan beberapa coping strategies (strategi menghadapi hidup dgn kenyataan tsb), antara lain mengonsumsi narkotika & mengaktifkan kehidupan keagamaan/spiritualitas mereka.
Lalu, angka2 persentase jenis narkotika yg dilampirkan bu Dwi itu apa fungsinya dalam penelitian?

Data tsb menggambarkan persentase konsumsi narkotika oleh laki2 bi/homoseksual yg jd subjek penelitian berdasarkan JENIS narkotikanya.
Persentase tsb BUKAN persentase LGBT yang mengonsumsi narkotika.

Penekanan ini saya anggap penting utk saya tulis, karena data tsb disampaikan oleh bu Dwi dalam tweetnya tanpa kejelasan makna/maksud dari persenan2 yg ada dalam data.
Lanjut lagi nih, terakhir, bacaan ketujuh.

Ini dari judulnya aja udah cukup jelas, penelitiannya justru mau memotret disparitas/kesenjangan layanan kesehatan di kalangan muda mudi LGBT.
Dari abstrak, dapat diketahui data: Muda mudi LGBT memiliki risiko lebih tinggi utk terkena adiksi narkotika, penyakit menular seksual, penyakit kardiovaskular, obesitas, bullying, depresi, suicidal dlsb dibandingan dgn populasi umum.
Masih dari abstrak penelitian, dapat diketahui data: Muda mudi LGBT mendapatkan layanan kesehatan berkualitas rendah karena adanya stigma buruk thd mereka, kurangnya kesadaran dari para penyedia layanan kesehatan, & kurangnya kepekaan thd (situasi/kondisi/kebutuhan) mereka.
Bbrp poin ringkasan hasil penelitiannya:
1. Muda mudi LGBT menghadapi masalah layanan kesehatan yg lebih buruk dari kualitas layanan kesehatan utk muda mudi heteroseksual
2. Muda mudi LGBT lebih rentan terjerumus dalam aktivitas seksual yg tidak sehat karena beberapa faktor
Beberapa faktor tsb, sebagai berikut:
a) Kekerasan fisik & seksual di masa kecil
b) Penggunaan obat2an
c) Keterlantaran (homelessness/gak punya tempat tinggal) krn diusir keluarga
d) Viktimisasi
Viktimisasi di situ maksudnya ketika mereka menyuarakan protes atas perlakuan tidak adil/jahat thd mereka, malah mereka yang dihantam/tambah ditindas oleh masyarakat/orang2 sekitar mereka.
Ini saya lampirkan potongan penjelasan soal bagaimana kualitas layanan kesehatan yg buruk membuat LGBT memiliki risiko masalah kesehatan yg lebih tinggi.
Lalu, dari temuan penelitian tsb, apa rekomendasi peneliti?

Peneliti merekomendasikan agar para petugas layanan kesehatan dididik dengan diberikan training & guidelines/acuan yg baik untuk dapat melayani pasien LGBT secara komprehensif, saintifik, dan manusiawi.
Okee, sudah selesai nih membaca bersama ketujuh referensi ilmiah dari bu Dwi @estiningsihdwi.

Yg kita baca di sini sebagian besar hanya abstrak/kesimpulan/ringkasannya, silakan bagi yg tertarik bisa baca detailnya sendiri, sebagian besar jurnalnya bisa diakses via Proquest.
Nah, saya perlu kasih catatan penting:
1. Yg saya tuliskan di sini adalah HANYA pembacaan terhadap isi penelitian yg dirujuk bu Dwi
2. Pembacaan saja artinya: hanya MEMBACA hasil penelitiannya, BUKAN menguji/membandingkan/menganalisis/mengkritisi isinya
3. Hasil penelitian2 tsb saya terima sebagai Informasi saintifik

Informasi saintifik artinya:
(a) Informasi tsb diterima benar/valid kecuali dibuktikan salah (dibantah) melalui penelitian lain
(b) Sangat boleh diperdebatkan validitasnya
(c) Punya keterbatasan2 yg sudah dijelaskan juga oleh peneliti di dalam laporannya
(d) BUKAN acuan moral/etika
(e) Data2 di dalamnya dapat diinterpretasi/disimpulkan berbeda jika menggunakan metodologi/pendekatan lain
Last but not least, temen saya @OmDennis menyampaikan tweet dari bu Dwi yg menolak debat.

Nah, saya di sini mau menyampaikan bahwa dalam budaya dialog saintifik, kita gak bisa menolak didebat/dipertanyakan setelah membuat pernyataan/klaim 😃
Kita justru harus banget secara terbuka membiarkan pernyataan/klaim yang kita buat untuk dipertanyakan, diperdebatkan, dibantah, diselidiki, dst.

Thanks ya sudah menyimak sampai akhir, semoga bermanfaat!

#Caniaksara
Missing some Tweet in this thread? You can try to force a refresh.

Enjoying this thread?

Keep Current with Cania Citta

Profile picture

Stay in touch and get notified when new unrolls are available from this author!

Read all threads

This Thread may be Removed Anytime!

Twitter may remove this content at anytime, convert it as a PDF, save and print for later use!

Try unrolling a thread yourself!

how to unroll video

1) Follow Thread Reader App on Twitter so you can easily mention us!

2) Go to a Twitter thread (series of Tweets by the same owner) and mention us with a keyword "unroll" @threadreaderapp unroll

You can practice here first or read more on our help page!

Follow Us on Twitter!

Did Thread Reader help you today?

Support us! We are indie developers!


This site is made by just three indie developers on a laptop doing marketing, support and development! Read more about the story.

Become a Premium Member ($3.00/month or $30.00/year) and get exclusive features!

Become Premium

Too expensive? Make a small donation by buying us coffee ($5) or help with server cost ($10)

Donate via Paypal Become our Patreon

Thank you for your support!