Halo moot, balik lagi sama thread horor yang udah lama gak acil tulis. Mohon maaf sebesarnya.
Kali ini cerita bersumber dari salah satu tetanggaku yang kesehariannya bekerja sebagai tukang ojek (bukan ojek online).
Bagaimana ceritanya ? Yuk simak...
Saat itu kebetulan aku kebagian jaga di pos ronda, bukan tak ada tujuan hanya saja aku mewakili Ayah untuk berjaga (ngeronda).
Kisaran jam 23.00 WIB , malam itu terasa sangat hening.
Pak Hengki : "Jang, naha tumben ngaronda ?" (jang, kenapa tumben ngeronda).
Aku yang mendengar pertanyaan tersebut belum sempat untuk menjawab karena Pak Wawan (salah satu yang jaga ronda) menyerobot menjawab.
Pak Wawan : "nya heeh atuh kudu diajar budak ngora mah, meh biasa ngke na" (yaiyalah harus belajar anak muda mah, biar terbiasa nantinya).
Semua yang berada disitu hanya tersenyum kecil termasuk aku sendiri. Yaa mau bagaimana lagi, memang aku sekarang sudah pindah ke kampung ibu setelah pandemi muncul dan mengakibatkan usahaku tidak lanjut lagi di kota.
Dan mau tak mau aku juga harus andil dalam kegiatan sosial yang ada di kampung sekarang.
Namanya juga ngeronda sama bapak-bapak, ada sedikit rasa kikuk juga. Pasalnya memang aku jarang mengobrol dengan orang yang lebih tua, bukan tak bisa hanya saja takut salah menyampaikan kata
Waktu berlalu tidak semesti yang kupikirkan. Kali itu waktu seperti hanya melambat sepersekian menit bahkan mungkin sepersekian jam. Ketika kulihat lagi jam yang ada dilayar hape, memang waktu berlalu hanya 30 menit saja.
"duh aing.. Kesel oge euy" (duh gw.. Kesel juga euy)
Tiba-tiba dari kejauhan jalan kulihat kilauan lampu motor yang melaju kencang hendak menghampiri. Entah apa yang mengakibatkan pengendaranya begitu gusar dan melajukan motornya cukup kencang.
Setelah ditelaah lebih dekat, ternyata Pak Oleh (tetanggaku yang meng-ojek).
Pak oleh : "Pak..Pakk... Tulung.. Tulung".
Seketika bapak-bapak yang berada di pos ronda pun kaget karena teriakan Pak Oleh. Setibanya di pos ronda, Pak Oleh terbata-bata dan nafasnya kian tersenggal.
Pak Hengki : "aya naon ieu ? Sok tenang heula" (ada apa ini? tenang dulu aja)
Kulihat wajah Pak Oleh pucat pasi dan bibirnya bergetar. Tak hanya bibir ternyata yang bergetar, tangan bahkan lututnya pun ikut berguncang hebat seakan mengalami keadaan yang tak ingin ia hadapi.
Pak Oma : "istigpar heula sok, tarik nafasna"
Pak Hendra : "enya pak sok sing tenang heula, atur nafasna.. Cil, pasihan cai eueut" (iya pak sok tenangin dulu, atur nafasnya. Cil, kasih air minum).
Aku masih terheran pun menuruti apa yang disuruh Pak Hendra untuk memberikan air minum kepada Pak Oleh.
Setelah cukup lama menenangkan, para bapak-bapak membiarkan Pak Oleh untuk rehat terlebih dahulu. Namun keinginannya untuk bercerita tidak tertahan lagi. Mulailah ia bercerita.
Pak Oleh : "jadi kieu.. apan tadi abi teh ngojeg ti cililin ka rancapanggung ngajajap penumpang~
anu mulang damel, ti cililin ka rancapanggung mah biasa da ngobrol teu keueung.. Ai pas mulangna ti rancapanggung asa keueung komo ngalewat ka jalan pakuburan..." (jadi gini, kan tadi saya ngojek dari cililin ke rancapanggung nganter penumpang yang pulang dari kerjaannya~
dari cililin ke rancapanggung mah biasa aja soalnya ngobrol gak sepi. Nah pas pulangnya dari rancapanggung jadi sepi apalagi ngelewat ke jalan pemakaman..)
Belum sempet Pak Oleh meneruskan ceritanya, tiba-tiba tangannya menggenggam keras tikar dan melotot kesegala arah.
Pak Oleh : "astaghfirullah.. Punteun pak.. Abi sok kieu pami ninggal jurig". (maaf pak, saya suka begini kalo liat hantu).
Seketika suasana yang tadinya memang sepi ditambah lebih mencekam karena Pak Oleh berkata ia telah bertemu dengan hantu.
Pak Oleh : "saacan ngalewat pakuburan teh muringkak ieu bulu punduk. Derr teh bener, kajauhan aya nu gugupayan. Abi eta mah ngebut weh da sieun.. (sebelum lewat pemakaman tuh merindinv bulu kuduk ini. Bener aja, dari kejauhan ada yang melambai. Saya tuh langsung ngebut krn takut~
"pas ngalewat teh sing horeng awewe keur ngejepat bari nonggongan. Kececes teh pareum motor" (pas lewat tuh ternyata cewek lagi berdiri sambil ngebelakangin. Jleb motor saya mati)
Hanya mendengar ceritanya saja sudah membuat bulu kudukku merinding, bapak-bapak yang mendengarpun perlahan merapatkan duduknya. Entah mungkin saja ketakutan juga atau mungkin hawa disekitar semakin dingin.
Pak Oleh pun melanjutkan ceritanya...
"abi babacaan sabisa-bisa, ngadodorong motor bari lumpat. Dina jero hate naha motor teh asa beurat" (saya baca doa sebisanya, ngedorong motor sambil lari. Dalam hati tuh kenapa motor berasa berat)
"ai pas ditingali dina jok motor.. `mang, ngiring ka payun`..
(pas diliat dijok motor ternyata... `mang, ikut ke depan`..)
"beungeutna teu mangrupa, abi langsung ngababetkeun motor bari menta tulung kanu lewat" (wajahnya gak beraturan, saya langsung lempar motor sambil minta tolong sama yang lewat).
"alhamdulillah na teh aya nu ngalewat, nyampeurkeun budak ngora teh ngabantuan mawa motor tuluy nye-tep nepika cililin. Geus teu puguh rarasaan sanajan eta jurig geus leungit ge" (alhamdulillahnya tuh ada yang lewat, nyamperin anak muda ngebantuin bawa motor terys nye-tep sampe~
cililin. Masih gak enak perasaan walaupun hantu itu udah hilang juga).
Ia terus bercerita bahwa setelah sampainya didaerah cililin, Pak Oleh membetulkan motornya dan berencana pulang kerumah (daerahku). Namun niatnya pulang membawa rasa takut kembali.
Bagaimana mungkin setelah dekat dengan gapura kampung, Pak Oleh merasakan pinggangnya ada yang merangkul dari belakang. Setelah ia melihat dari kaca spion, alangkah terkejutnya ia kembali menghadapi kondisi yang menakutkan, Ya, sosok wanita itu kembali "naik" diatas motornya.
Begitulah perkataan dari sosok wanita yang diyakini Pak Oleh sebagai hantu itu. Dan kembali lagi membuat kami yang mendengar semakin ketakutan.
Pak Hendra : "terus eta tadi teh dihareup atuh?" (terus itu tadi tuh didepan 'gapura' dong)
Pak Oleh : "muhun" (iya).
Tak terbayang sudah, daritadi yang aku rasa mungkin memang ada keberadaan lain selain kami (para bapak-bapak ronda).
Pak Wawan dan Pak Hengki saling sahut menyahut berdoa agar tidak ada hal lain yang membuat kegiatan meronda malam itu menjadi rusak atau membuat kegaduhan dikampung.
Pak Oma mulai mencairkan suasana untuk mengajak bermain kartu remi. Walaupun memang dibenak kami masih ada~
rasa takut. Namun perlahan suasana memang menjadi ramai kembali setelah salah satu bapak-bapak kalah dalam permainan kartu remi.
"huhhh..moal keueung lah ayeuna mah" (huhh.. gak bakal sepi lah sekarang mah) pikirku.
Dirasa kondisinya sudah cukup membaik, Pak Oleh pamit untuk beristirahat kembali namun di rumahnya. Kami pun mempersilakan karena ya memang ia tidak ada jadwal ronda.
Suasana sudah tidak lagi mencekam dan kembali lagi sedikit gaduh karena gelak tawa para bapak-bapak melengkapi
malam yang semakin larut, bahkan akupun tak sadar saat melihat layar hape kalau waktu sudah mau adzan shubuh. Aku yang tak terbiasa meronda dan bergadang diluar pamit izin pulang dikarenakan kepala sudah pusing.
Sesampainya dirumah, kalian pun mungkin ingin segera tidur tapi tidak untukku. Bukan hanya saja menunggu adzan shubuh, tapi perasaan yang tadi di pos ronda kembali muncul. Ya, perasaan mencekam menyelimuti bagian dari diriku.
Dikarenakan rumahku masih sebatas rangkai (rumah belum benar-benar jadi), alas penutup kamar dipakai terpal membentang. Namun saat itu yang membuatku terkejut adalah, terpal itu terbuka dari bawah keatas. Akal sehat ingin menghempaskan ketakutan, apa yang terjadi hanya angin
tapi bagaimana bisa angin menerbangkan terpal (?) pasalnya juga kalo diterpa angin, akan bergoyang terpalnya bukan terangkat dari bawah keatas.
Aku mencoba menepis lagi lagi dan lagi perasaan takut dengan mendengarkan lagu menggunakan headset. Tapi samar kudengar `anteur uih`
(anterin pulang).....
_Tamat_
Mungkin malam ini segitu aja dulu ceritanya yaa. Terlebih lagi, acil masih dalam masa pemulihan dari sakit.
Mohon maaf sebesar-besarnya bilamana dalam penyajian kata ada yang salah/kurang.
Jaga diri baik-baik kalian, semoga terus banyak rezeki.
"MEREKA MEMANG ADA"
• • •
Missing some Tweet in this thread? You can try to
force a refresh
Oke moots.. Udah lama acil gak bikin thread nih.
Tapi sebelumnya maaf banget karena ini emang bukan thread horor kek biasanya acil tulis, cuman acil pengen berbagi pengalaman mengerikan aja setahun yang lalu.
Gatau harus cerita dari mana, cuma pas kemaren2 iseng aja buka galeri hp. Terus scroll eh nemu poto yang emang setahun lalu kejadiannya.
Cerita ini saya ambil dari salah satu teman rl yang sehari-harinya berjualan di kios kelontongan.
Dan sebelumnya saya sudah meminta izin untuk menceritakan kisahnya yang memang menarik tentang hal ghaib di jaman modern ini.
Silakan membaca 😊
Seperti biasanya, iyan selalu berada di kiosnya untuk berjualan dan mencari rezeki memenuhi kebutuhan keluarganya. Awalnya kios itu milik bapaknya, namun setelah ia sudah menikah kini kios itu resmi menjadi miliknya dan dilanjutkan olehnya.
Heyo moots.. Ketemu acil lagi di thread horor. Asupan baca untuk para gabuters kek biasa.
Gapapa kan up cerita horor pas bulan puasa ? Mumpun setannya di kurung, ghibahin aja mereka. Hihihi
Perkemahan Wanaraja Garut
(based on true story from Putri)
A Thread
Sebelumnya perkenalkan nama saya Annisa Putri, temen² biasanya manggil aku putri. Dan makasih untuk Acil yang udah bersedia untuk menceritakan pengalaman mistis yang pernah dialami pas saat camping di sekolah dulu.
Waktu itu aku masih duduk dikelas 10 di SMA Swasta Garut. Dan aku yang dari SMP aktif organisasi pramuka, mengikuti juga organisasi pramuka sejak memasuki sekolah ini. Menurutku pramuka itu mengasyikan, namun ada juga yang bilang bahwa kegiatan kami itu cuma omong kosong.
Kali ini saya ingin bercerita mengenai misteri tanjakan panganten yang tepatnya berada di jalan raya pakenjeng - pamulihan kecamatan pamulihan, garut.
Mungkin kalian yang sedang membaca thread ini ada yang berasal dari garut dan sekitarnya, dan pernah mendengar ceritanya.
Tanjakan itu mulanya bernama Tanjakan Cisandaan, namun karena konon kabarnya banyak rombongan pengantin dari calon pengantin maupun yang baru jadi pengantin mengalami kecelakaan disana. Makanya masyarakat disana mengubah namanya menjadi Tanjakan Panganten (pengantin).