Coba bandingkan dengan era kestabilan ekonomi-nya soeharto.
Estimasi gw itu sekitaran 1977.
Ada penurunan sekitar 7x lipat dalam tempo 20 tahun.
DAN itu dianggap sebagai era emas pembangunan indonesia, sampai2 si eyang digelari bapak pembangunan.
Kalau trayektori yang kita pakai adalah sama dengan sang begawan pembangunan, mustinya dollar di 21ribu sekarang.
Maka, $ "normal"-nya di level 56ribuan.
Normal dalam tanda kutip, dengan asumsi bahwa model suharto yg paling bagus.
Lalu "turun" lagi 30-40 persenan di awal 80an, dan 20-30 persenan lagi di menjelang akhir 80an.
Penurunan2 tersebut malah memungkinkan berkembangnya industri lokal.
Kenaikan harga dollar hanyalah koreksi natural atas nafsu impor kita yang tinggi dan kemalasan kita berinovasi di industri.
Yang sayangnya tidak kita manfaatkan dengan nabung devisa banyak2.
Kalau dalam diskusi2 pribadi, gw sering sebut ini "teori ekon gede2an tit*t"
Akibatnya?
ya cadev tinggi. dan hampir semua jadi made in china.
Ini gw sebut sbg teori ekon waringin sungsang. Teori ekon otak kebolak balik sebab-akibatnya.
Justru krn melemahkan nilai yuan makanya cadevnya tinggi.
Jadinya lengah.
dengan penurunan masih 8%, kok gw ngeliat ini mild ya?
Strukturnya saja diperbaiki terus. Turun lebih jauh lagi juga kita kuat kok.
Dulu mungkin memang kurang ekonomis, mungkin dengan menurunnya rupiah, kebijakan tsb jd lebih ekonomis bagi investor?
Bisa jadi kita sedang menunggu boom industri pengolahan mineral.
Tadinya jualan barang mentah, lalu dengan ujian ini, kita bs jualan barang jadi.
Kek china gitulah.
Karena ekonom yang ingat krisis sebelumnya pada mati, lalu ekonom2 baru kemarin sore mengulang kesalahan yang sama.
Dongeng ekonomi ingatan panjang.