Dari msh jd residen smp skrg, tiap ketemu beliau pasti berpesan "Aku mau kamu belajar ini (marital) di luar. Harus ya Gin..."
Utamanya beliau pesan, diskusikan apa yg kamu mau dan apa yg pasanganmu mau dalam hidup.
Penting emang buat dibahas supaya kita paham ttg tujuan kita dan bertanggung jawab thd keputusan yg dibuat.
Menikah itu apa sih?
Kita berangkat dari definisi. Kalo pake bahasa Inggris, marriage vs wedding.
Nikah atau nikahan? Kawin atau kawinan?
Mana yang kita inginkan?
Ada ikatan hukum.
Konsekuensinya kedua individu tsb perlu melakukan re-negosiasi terhadap isu2 yg dijumpai dalam perkawinan. Isu ini bisa berkaitan dgn potensi maupun kesulitan ttg perkawinan.
Upacara ini kental sekali nuansa budayanya.
Memutuskan untuk membina perkawinan tidak harus disertai dengan suatu perayaan.
Kalo dr awal udah menginginkan hal yg gak sama, kan perlu memikirkan cara mengelola ketidaksamaan tsb.
Daripada serba terlanjur. Keluar dr ikatan perkawinan itu rempong.
Apa motivasi saya untuk menikah?
Jawab jujur.
Menikah krn cinta? Takut kesepian? Kerjaan gak pasti jd cari yg menafkahi? Pelarian dr keluarga yg gak menyenangkan? Utk mencapai tujuan bisnis/politis?
Emang! Bagaimanapun jujur mengenai motivasi kita menikah ini adalah hal yg mendasar. Perkawinan adalah sebuah institusi yg punya konsekuensi hukum (manusia maupun agama).
Motivasi ini akan menentukan perkawinan spt apa yg akan kita bangun.
Apakah kita punya agenda sbg individu (agenda personal)? Apa nilai2 yg kita anut? Apa mimpi/cita2 kita?
Apakah kita mampu beradaptasi dgn perubahan? Cara apa yg kita pakai utk ngatasin masalah?
Hei, kita berencana menghabiskan seumur hidup sama orang ini, membina institusi perkawinan yg ada konsekuensi hukumnya, emang mau kayak beli kucing dalam karung?
Safety first ya mbak dan mas. Perjalan panjang lho ini.
Kita = kedua individu sebagai satu kesatuan, unit pasangan.
Tinjau lagi perjalanan hubungan kita; udh brp lama, putus sambung brp kali, apa yg bikin putus dan apa yg nyambungin lagi, cara komunikasi.
Bahas jg ttg ekspektasi thd perkawinan, keuangan, seks, dsb. Kemungkinan menjalani hubungan jarak jauh jg perlu didiskusikan.
Dikasih anugerah otak bagian depan (prefrontal cortex) boleh berkembang mbok ya dipake.
Pertanyaan kelima adalah tentang konteks perkawinan kita; dilihat dr aspek budaya, sosial ekonomi, peran gender, pertemanan, asal muasal keluarga.
Bibit bebet bobot-nya orang Jawa, masuk di bahasan ini.
Nah kalo nemu yg kayak gitu, mau diapain?
Ini perlu lho disepakati dr depan, supaya nantinya pas membina perkawinan bisa melakukan re-negosiasi.
Ya kita mau beli baju aja nyoba dulu, nyari ukuran yg pas, mantes2in dulu depan kaca, ngecek jaitannya, baca instruksi cara nyucinya.
Kali deh mau bikin keputusan buat seumur hidup trus kita asal?
Ya bisa aja. Pertanyaannya, kita bisa menoleransi perbedaan & kesenjangan yg timbul nggak?
Lha beda pendapat sm org gak dikenal di Twitter aja udah ngegas, kebayang kalo sama yg tidur sebelahan 🙄
Mau dikomunikasiin pas pacaran, saat memprospek kans kawin, atau saat sudah dlm perkawinan ya sok aja. Yg penting dikomunikasikan.
Yaaaa...terserah masing2 pasangan mau lanjut, nunda, atau bubar.
Intinya saat bahas pertanyaan 1-5 adalah menyoroti kekuatan sbg pasangan. Apa yg jd potensi, apa risikonya, dan apa yg bisa dilakuin ke depannya.
Mau nikah atau mau nikahan?
Mau kawin atau mau kawinan?
Selamat merenung menjelang tidur 😗😴