"Wah, njenengan tahu istilah kuliah ya....", ucapku terpukau
"Kok njenengan dikelilingi cewek-cewek itu?", tanyaku penasaran
"Njenengan cemburu? Kalau cemburu ya sudah aku tak nemenin njenengan terus.", ucapnya iseng
"Sesuai namaku dong. Mas Ganteng!", Mas Ganteng mengeluarkan kacamata hitam dari belakang kemudian memasangnya.
"Ssst! Njenengan dilihat orang tuh, kalau komunikasi sama aku dan golonganku melalui komunikasi batin saja, jangan diucapkan nanti kamu dianggap gila.", ucap Mas Ganteng.
"Makanya, komunikasinya dalam hati saja.", ucap Mas Ganteng.
"Tenang saja, meskipun banyak "wanita" yang mendekatiku namun, percayalah sukma ini tetap menjadi milikmu.", Mas Ganteng tersenyum
"Berisik. Iseng banget jadi jin.", jawabku.
"Baiklah, dadah~", responku sembari melambaikan tangan. Mas Ganteng pun membalasnya dengan lambaian tangan pula.
"Jin aja laku, masa aku nggak?", batinku meratapi nasib sendiri yang selalu tidak beruntung dalam percintaan.
"Mungkin aku bisa tanya ini kepada Eyang Putri."
Jin itu Nampak memegang pisau kecil berwarna hitam.
"Kamu ngapain diam disitu? Ayo semedi!", ucapan Pak Arfian membuyarkan lamunanku.
Setelah kami menyiapkan dupa dan sesaji, kami memulai semedi kami. Selesai membacakan doa-doa aku pun menyempatkan diri untuk bertanya kepada Eyang Putri.
"Ada apa?", tanya Eyang Putri
"Siapa ya... Saya bingung.", ucapku
Eyang Putri diam menunggu jawabanku.
"Kalau acak tidak apa-apa ya, Eyang?", tanyaku
Eyang Putri tetap terdiam menunggu.
Eyang Putri tetap terdiam namun, dengan ekspresi yang berbeda.
"Dia sudah berkorban banyak waktu demi kamu. Pikirkan itu.", Eyang Putri melanjutkan.