, 42 tweets, 7 min read
My Authors
Read all threads
@bacahorror @InfoMemeTwit

#bacahorror #horror #ceritahorror #Spirituality #pengalamanspiritual #memetwit

A THREAD : Pengalaman pribadi sebagai anak indigo dan pelaku spiritual (Episode 24.1)

Untuk episode-episode sebelumnya bisa dilihat di tab likes profil saya yaa :D
Haloo! Update-nya lebih awal yah wkwkwk.. Karena besok aku perjalanan balik ke Kediri jadi, ada feeling ga memungkinkan untuk update episode terbarunya di hari itu . Biasanya sampai rumah, bawaannya mager aja. Jadi buat antisipasi, episode ini akan update semalam lebih awal.
Sudah tiga hari semenjak kontrak ghaib itu dibuat. Aku masih tak percaya. Lagi-lagi logika dan hati nuraniku bergejolak memikirkan kontrak ghaib itu. Tapi entahlah, kali ini yang "menang" adalah logikaku. Meskipun aku tak menjadi ateis seperti dahulu kala, namun
Aku tetap berpikir bahwa tidak ada yang namanya kontrak ghaib, yang aku ketahui dari kontrak ghaib itu hanyalah ketika manusia ingin melakukan suatu ritual ilmu hitam, mereka akan melakukan kontrak ghaib dengan jin pelaku ilmu hitam.
"Apa aku tanya Mbah Rais aja? Mungkin beliau tahu soal ini.", gumamku.
Aku mulai berpikir bahwa ini ada kaitannya dengan Eyang Putri. Jadi, aku memutuskan untuk menanyakan hal ini ke Mbah Rais selaku sosok yang dekat dengan Eyang Putri.
Aku pun merencanakan untuk pulang kampung ke Kediri di akhir pekan, untuk melakukan ritual rutin sekaligus menanyakan hal ini kepada Mbah Rais.
Hari Kamis malam Jumat sekitar pukul 8 malam, aku berangkat pulang kembali ke Kediri menggunakan jasa travel, minibus dalam travel tidak terlalu ramai jadi aku dapat bergerak lebih leluasa. Perjalanan dari rumahku menuju Kota Batu lumayan menenangkan namun,
semua berubah ketika minibus mulai memasuki kawasan pegunungan. Saat itu jam di handphone menunjukkan pukul setengah sepuluh malam. Memang suasana jalan masih ramai namun, entah mengapa keramaian itu tak membuat suasana ngeri.
Tetapi itu tak membuatku merasa takut karena aku sudah nyaris terbiasa dengan kengerian yang aku alami selama ini. Aku pun memutuskan untuk tidur sejenak.
Aku pun terlelap, tak terasa aku mendengar suara ketukan dari jendela minibus. Namun, suara itu malah masuk ke dalam mimpiku. Dalam mimpiku, aku seperti melihat jendela yang diketuk-ketuk oleh sebuah ranting pohon.
Terasa suara itu bukan berasal dari mimpiku, aku membuka mataku dan ternyata ada sosok putih yang mengetuk-ngetuk jendela minibus yang berada tepat di samping tempat dudukku.
"SHIT!", umpatku kaget.
"Bikin kaget aja!", ucapku dalam hati.
Setelah menenangkan diri sejenak, aku pun melanjutkan tidurku hingga akhirnya aku tiba di rumah sekitar pukul setengah satu malam.
Esoknya, aku pergi menemui Pak Arfian untuk mengajaknya pergi ke pura dalam rangka ritual rutin sekaligus berdiskusi dengan Mbah Rais.
Sesampainya di pura. Entah, mengapa aku tak melakukan hal yang biasanya seperti langsung meminta izin Mbah Rais untuk masuk ke pura kemudian melaksanakan ritual namun, untuk duduk sebentar untuk berdiskusi dengan beliau.
"Mbah Rais, bisa bicara sebentar?", tanyaku.
"Monggo, Mbak. Ada apa?", Mbah Rais mempersilahkan.
Aku, Mbah Rais, dan Pak Arfian pun duduk bersama di beranda rumah Mbah Rais serta menceritakan apa yang aku dan Pak Arfian alami selama di Malang tempo hari.
"Jadi ya begitu, Mbah. Niatnya saya ini cuma mau memberikan penghormatan kepada leluhur disana. Karena posisi saya disana adalah sebagai tamu. Saya, masih nggak paham beginian , Mbah.", ucapku.
"Oalah, eyangnya cemburu, Mbak.", ucap Mbah Rais
"Siapa yang cemburu, Mbah? Leluhur di Kediri sini atau yang disana?", tanyaku.
"Ya, Eyang Putri to, Mbak.", jawab Mbah Rais.
"Lha? Kok bisa? Padahal kan lumrah kan Mbah, ngasih penghormatan ke tuan rumah.", ujarku.
"Sampeyan kasih dupa ke leluhur sana?", tanya Mbah Rais.
"Iya.", jawabku lugu.
"Oalah, Mbak. Ya bener, Eyangnya cemburu, Mbak.", respon Mbah Rais.
"Oalah... Jadi saya bikin kesalahan ya, Mbah?", tanyaku
"Lha, kalau Eyang Putri cemburu ya mesti salah to.", jawab Mbah Rais.
"Hoalah, Mbah. Peh, saya nggak tahu kalau Eyang Putri punya karakter pencemburu. Tapi, kenapa Eyang Putri cemburu, Mbah?", tanyaku.
Mbah Rais hanya terdiam.
"Wah, kalau gini sifatnya rahasia mesti.", batinku.
"Coba sampeyan minta maaf saja kepada Eyang Putri.", Mbah Rais memberi saran.
"Perlu sesaji kah, Mbah? Mumpung saya bawa.", jawabku
"Nggak, perlu, Mbak. Cukup minta maaf saja ke eyangnya.", jawab Mbah Rais.
"Baik, Mbah.", ucapku singkat.
Mbah Rais pun pergi ke belakang rumah untuk mengambil kunci pura, kemudian kembali lagi memberikanku kunci pura itu. Namun, Mbah Rais tiba-tiba masuk ke dalam rumah lagi seraya berkata, "Tunggu, Mbak."
Aku pun terdiam dan menunggu Mbah Rais.
Mbah Rais pun kembali membawa alat kebersihan seperti sapu ijuk serta sapu lidi, "Bawa ini ke dalam, Mbak."
Aku memegang sapu yang diberikan oleh Mbah Rais dan terdiam menunggu ucapan Mbah Rais selanjutnya.
"Buat bersih-bersih pura. Sampeyan yang bersihkan.", ucap Mbah Rais.
Aku menuruti perintah Mbah Rais. Serta mengajak Pak Arfian untuk membersihkan pura bersama.
Sebelum kami masuk pura pun Mbah Rais berpesan, "Bagian dalamnya aja yang dibersihkan. Tempat pelinggihan Eyang Putri-nya aja".
Kami berdua pun mengangguk kemudian bergegas masuk.
Memasuki dalam pura, aku melihat altar tempat pelinggihan Eyang Putri sangat kotor. Aku tertegun, biasanya pura ini selalu dalam kondisi bersih, dan baru kali ini pura ini terlihat sangat kotor.
"Biasanya pura kan selalu bersih kan yo?", gumamku.
"Iya, apa pura ini lagi ga ada acara sehingga ga ada yang bersih-bersih pura?", tanya Pak Arfian.
"Baru kali ini aku melihat kondisi pura ini sangat kotor, seperti tidak pernah dipakai selama satu bulan.", ucapku.
Aku pun terdiam sejenak bepikir sejak kapan aku terakhir ritual disini.
"Aku sudah berapa lama sih ga main kesini?", tanyaku
"Dari kejadian kita ketemu Om Komang sama Pak Ketut itu lho, sekitar dua mingguan.", jawab Pak Arfian.
"Ya, nggak terlalu lama lah ya, dan emang pura selalu dalam keadaan bersih.", ucapku tertegun.
"Mungkin, tukang bersih-bersihnya lagi absen. Jadinya kotor, ya udah. Yuk kita bersihkan.", ucap Pak Arfian
Kami berdua pun bergegas membersihkan pura. Namun, sebelum itu, aku berdiri terdiam di depan altar pelinggihan Eyang Putri. Tak lama kemudian, aku berlutut kemudian bersujud di depan altar pelinggihan Eyang Putri memohon maaf atas kesalahanku yang aku perbuat ketika aku di Malang
Diri ini sungguh tidak paham mengapa Eyang Putri begitu cemburu atas perbuatanku tempo hari, namun mungkin pertanyaan-pertanyaanku bisa aku simpan kemudian akan ku ceritakan itu kepada Mbah Yudi, yang penting sekarang aku harus meminta maaf kepada beliau.
Selepas bersujud meminta maaf. Aku pun langsung membersihkan altar pelinggihan Eyang Putri bersama Pak Arfian. Lumayan menyenangkan juga membersihkan pura, dan ini merupakan kali pertama aku membersihkan tempat yang sakral.
Setelah semuanya bersih, kami duduk beristirahat sejenak kemudian melaksanakan ritual rutinku dengan bersemedi.
Selepas bersemedi kami pun merapikan peralatan kebersihan yang diberikan Mbah Rais untuk dikembalikan kepada beliau.
"Main ke Situs, yuk!", ucapku.
"Ayo!", respon Pak Arfian .
"Ada yang mau aku tanyakan ke Mbah Yudi soal ini.", ujarku.
"Iya, siapa tahu ada solusinya.", jawab Pak Arfian.
Kami berdua pun menutup serta mengunci pura kembali, kemudian mengembalikan kunci serta perlatan kebersihan kepada Mbah Rais, kemudian melanjutkan perjalanan untuk menemui Mbah Yudi.
Seperti biasa, sesampainya di situs kami berdua disambut oleh Mbah Yudi kemudian beliau mempersilahkan kami untuk duduk di gubuk seperti biasanya.
Tanpa basa-basi, aku pun langsung menanyakan pertanyaan yang berada di dalam benakku, tentang kecemburuan Eyang Putri serta kontrak ghaib yang aku buat beberapa waktu lalu.
"Walah ya jelas to, Mbak. Eyang Putri cemburu. Wong, sampeyan ngasih dupa ke leluhur yang dulu nggak sepaham sama leluhur disini.", ucap Mbah Yudi,
"Apa itu ada hubungannya dengan kontrak ghaib itu, Mbah?", tanyaku.
"Jelas, Mbak." , jawab Mbah Yudi singkat.
Mbah Yudi pun kemudian menceritakan bagaimana retaknya hubungan leluhur yang ada di Kediri serta leluhur yang berada disana, "Sebenarnya, yang disana sama disini itu satu saudara, Mbak. Dari asal-usul yang sama."
"Awal kerusakannya dari perang itu, Mbak. Akhirnya leluhur sini sama yang disana saling serang.", Mbah Yudi menambahkan.
"Dampaknya sampai sekarang ya, Mbah? Sampai ke anak cucunya ini ya?", tanyaku
"Jelas.", jawab Mbah Yudi singkat.
Aku pun tak percaya serta tak menyangka hal seperti ini terjadi di dalam hidupku. Logika ini masih terus bersikukuh berpendapat bahwa kontrak ghaib itu hanya terdapat pada ritual ilmu hitam.
Mungkin Mbah Yudi serta Mbah Rais telah mengingatkan kepadaku secara tersirat untuk sementara waktu tidak mengunjungi tempat-tempat yang dianggap sebagai "tabu" bagiku. Aku tak mengerti dan tak percaya, aku masih belum bisa menerima kejadian ini.
"Aku tak akan percaya sampai aku membuktikannya dengan mata kepalaku sendiri!", ucapku dalam hati.
Okay! Berikut akhir dari episode ini! Terima kasih telah membaca! Minggu depan Insha Allah, episode terbarunya akan update pada malam Jumat seperti biasa. So stay tuned yaah!
Missing some Tweet in this thread? You can try to force a refresh.

Enjoying this thread?

Keep Current with Yanto S.

Profile picture

Stay in touch and get notified when new unrolls are available from this author!

Read all threads

This Thread may be Removed Anytime!

Twitter may remove this content at anytime, convert it as a PDF, save and print for later use!

Try unrolling a thread yourself!

how to unroll video

1) Follow Thread Reader App on Twitter so you can easily mention us!

2) Go to a Twitter thread (series of Tweets by the same owner) and mention us with a keyword "unroll" @threadreaderapp unroll

You can practice here first or read more on our help page!

Follow Us on Twitter!

Did Thread Reader help you today?

Support us! We are indie developers!


This site is made by just three indie developers on a laptop doing marketing, support and development! Read more about the story.

Become a Premium Member ($3.00/month or $30.00/year) and get exclusive features!

Become Premium

Too expensive? Make a small donation by buying us coffee ($5) or help with server cost ($10)

Donate via Paypal Become our Patreon

Thank you for your support!