, 108 tweets, 13 min read
“Duk, duk, duk, duk." Suara yang membuat Wahyu penasaran..

Namun ketika didekati, bunyinya hilang, dia yakin kalau itu berasal dari belakang, entah kamar belakang, dapur, atau kamar mandi.

Tapi ya itu tadi, setiap didekati suaranya hilang..

Cp by @dimsoii
@InfoMemeTwit
***

“Pak, lihat deh, kucing hitam itu muncul lagi.”

Pagi itu, om dan Wahyu sedang duduk di ruang tengah, menikmati pagi di hari libur. Seperti biasa, kopi dan (Kali ini) pisang rebus menjadi santapan.
Kucing hitam?

Iya, kucing hitam, ada seekor kucing berwarna hitam yang nyaris setiap pagi datang ke rumah, entah dari mana.

Biasanya dia datang lalu duduk di depan pintu, di atas keset, gak masuk ke dalam.
Kami pikir itu adalah kucing nyasar entah dari kampung mana.

Kalau sudah datang kami akan memberinya makan, entah ikan atau ayam atau lainnya, sisa makanan semalam.
Setelah diberi makan dia gak langsung pergi, tapi tetap duduk di depan pintu sambil terus menatap ke dalam.

Kucing ini juga gak pernah bersuara, kami gak pernah mendengarnya mengeong.
Om dan Wahyu gak pernah berpikir macam-macam, karena memang benar-benar kucing, sering kali kami membelai-belai tubuhnya, dia gak marah. Tapi tetap, gak pernah mau masuk ke dalam rumah.
“Kasih makan Yu, kasian. Tampaknya dia lapar.”

Wahyu langsung bergegas ke dapur, mengambil makanan untuk si kucing.

Lalu dengan lahap dia memakan makanan pemberian Wahyu, dalam hitungan detik makanan langsung habis.
“Setiap datang selalu kepalaran, kamu dari mana sih?”

Wahyu bertanya kepada si kucing sambil duduk di hadapannya, tentu saja kucingnya gak menjawab.
Sering kali juga kucing ini menunjukkan gelagat yang aneh.

Salah satunya, beberapa kali dia tampak menatap tajam ke arah bagian belakang rumah, dapur dan kamar mandi.
Tatapan tanpa kedip, dengan telinga yang berdiri mengarah ke depan juga, seperti ada yang menarik perhatiannya. Tapi tetap, dia gak mau masuk ke dalam rumah, hanya duduk di depan pintu.
Atau, dia berdiri di jendela samping, tetap dengan tatapan ke dalam rumah. Kebetulan, di bawah jendela, pada bagian luarnya, Wahyu meletakkan balok-balok kayu sebagai cadangan apa bila diperlukan untuk memperbaiki rumah. Nah, kucing ini biasanya duduk di atas balok kayu ini.
Beberapa kali kami perhatikan, kalau sedang duduk di luar jendela samping, dia seperti melihat ada sesuatu yang bergerak, seperti ada yang menarik perhatiannya.
Tatapan mata dan kepalanya bergerak seperti sedang melihat mengikuti sesuatu yang berjalan dari belakang ke depan rumah. Aneh..
Memang sempat terbersit, kalau ada yang aneh dengan kucing ini, tapi kami gak pernah mau membahasnya, sudah terlalu banyak peristiwa dan situasi horror di rumah ini, di perkebunan ini.

Kami gak mau menambah satu persoalan lagi.

***
Nuning namanya, perempuan berumur 18 tahun, berparas cantik, hitam manis, dengan rambut panjang yang selalu diikat ke belakang.

Dia adalah putri dari pemilik toko kelontong di kota, toko langganan tempat kami berbelanja kebutuhan sehari-hari.
Nuning adalah satu faktor yang membuat Wahyu selalu bersemangat apa bila harus berbelanja ke kota, dia menyukai gadis ini.

Mereka selalu bersenda gurau kalau sudah bertemu di toko, om hanya memperhatikan saja tingkah laku mereka ini.
Sepertinya gayung bersambut, tampaknya Nuning juga menyukai Wahyu, lama kelamaan mereka jadi dekat.

Tapi pacaran atau nggak, om gak tau pasti, karena Wahyu selalu cengengesan kalau ditanya mengenai hal itu.
Hingga akhirnya, karena sudah semakin dekat, Nuning beberapa kali datang ke rumah, dengan membawa adik laki-lakinya yang masih berumur sekitar 14 tahun, dia gak pernah sendirian kalau datang.

Kalau pun datang biasanya sambil membawa barang-barang kebutuhan kami juga, sekalian.
Wahyu sangat senang dengan situasi ini, sepertinya dia semakin suka dengan Nuning.

Wajahnya merekah sumringah kalau melihat Nuning dan adiknya sedang di atas motor menuju rumah,
Kadang geli melihat kelakuan dua muda mudi ini, om hanya bisa seyum-senyum sendiri memperhatikan tingkah laku mereka.

***
“Nuning belum datang juga Yu?”

Tanya om ketika melihat Wahyu resah dan gelisah duduk di teras rumah.

Waktu itu hari minggu, sudah jam sebelas siang. Kami memang bangun kesiangan, setelah shalat subuh tertidur lagi karena malamnya gak tidur sama sekali.
“Belum Pak, ke mana ya, biasanya jam Sembilan sudah sampai. Gara-gara kita bangun jam sepuluh mungkin ya.”

Wahyu menjawab sambil matanya terus menatap perkebunan karet, berharap Nuning dan adiknya muncul dari kejauhan.
“Kalau sampai jam dua belas nanti belum datang juga, saya akan ke kota Pak, khawatir ada apa-apa.”

Om mengiyakan usul Wahyu, benar juga apa katanya, takut ada apa-apa.
Akhirnya Wahyu bersiap untuk berangkat, karena sudah jam dua belas Nuning dan adiknya belum datang juga.

Wahyu pun berangkat, meninggalkan om di rumah sendirian.

***
“Kok kamu gak datang ke rumah Ning? Aku khawatir loh, takut ada apa-apa.”

Tanya Wahyu ketika sudah sampai di toko dan bertemu dengan Nuning. Sukurlah, Nuning baik-baik saja, kekhawatiran kami gak terjadi.
“Maaf bang, tadi aku sudah ke rumah abang kok, sama adikku seperti biasa. Tapi begitu sampai kami langsung pulang.” Jawab Nuning.
“Kamu sudah ke rumah? Jam berapa? Kok gak mengetuk pintu? Abang memang bangun kesiangan, tadi jam sepuluh kami baru bangun karena kurang tidur semalaman.”

Wahyu kebingungan, kenapa Nuning sudah datang tapi malah pulang lagi, ada apa?
Setelah itu Nuning cerita semuanya, penyebab sampai kenapa dia belum sempat mengetuk pintu rumah tetapi sudah langsung pulang lagi.

Begini ceritanya..
Seperti biasa, kalau ingin datang berkunjung, Nuning berangkat jam setengah delapan pagi dan sebelumnya dia sudah mempersiapkan barang-barang apa saja yang harus dibawa.
Bersama sang adik yang selalu memegang kemudi, Nuning lalu berangkat ke perkebunan karet. Kenapa harus pagi-pagi? Karena supaya tidak terlalu sore untuk pulang kembali ke kota lagi.
Jalur yang mereka lalui sama dengan jalur yang biasa om dan Wahyu lalui juga. Menurut nuning, adiknya sudah hapal dengan jalur itu, jadi gak pernah menemui kesulitan.

Sama dengan hari itu, gak menemui hambatan yang berarti, jam sembilan kurang mereka sudah sampai di depan rumah.
Kata Nuning, rumah dalam keadaan sepi. Aneh, karena biasanya, ketika datang kami sudah ada di teras rumah, menyambutnya.

Tapi kali ini sepi, rumah seperti gak berpenghuni, pintu dan tirai jendela masih tertutup semua.
Lalu Nuning turun dari motor, berjalan menuju pintu dan mengetuknya.

Gak ada jawaban..

Nuning mengetuk sekali lagi, namun sama juga, gak ada jawaban..
Sampai akhirnya ada sesuatu yang menarik perhatian, dia melihat ada kucing hitam di samping rumah, kucing itu duduk diam seperti memperhatikan Nuning yang sedang berdiri di depan pintu.

“Puuusssss..” Kata nuning melihat kucing itu.
Tapi si kucing tetap diam sambil terus menatap tajam.

Entah apa yang ada di pikiran Nuning, Kemudian dia berjalan mendekati.

Ketika sudah berada di depannya, Nuning berjongkok sambil mulai mengusap kepala si kucing.
Hal itu gak berlangsung lama, karena kemudian tiba-tiba si kuncing berdiri dari duduknya lalu berlari ke belakang rumah.
Pandangan Nuning terus mengikuti ke mana kucing itu melangkah, sampai akhirnya kucing berhenti di samping jendela belakang.

Pada detik itu Nuning terdiam, terperangah..
Adik Nuning yang masih berada di atas motor jadi curiga, kenapa kakaknya tiba-tiba diam gak bergerak? seperti terkesima melihat sesuatu.

“Kak Nuning, kak. Ada apa? Kok diam?” Tanya sang adik.
Tiba-tiba Nuning seperti terkejut, lalu bangkit dari posisi jongkoknya, buru-buru menghampiri adiknya.

“Ayo dek, kita pulang, cepat nyalakan motor. Kita harus pergi dari sini cepat-cepat.”

Dengan wajah panik Nuning bilang seperti itu.
Gak berpikir panjang lagi, sang adik mengikuti permintaan kakaknya, kemudian mereka pulang kembali ke kota.

***
“Emang kamu melihat apa di samping rumah?” Tanya Wahyu penasaran.
“Aku melihat kuntilanak, berdiri di samping jendela. Wajahnya menyeramkan, rambutnya kusut dan panjang. kucing itu berlari ke arah kuntilanak itu, lalu berdiri di sampingnya.”

“Kami ketakutan, lalu segera pulang.”

Begitu penjelasan Nuning.

***
Kuntilanak? ini baru lagi..

Selama ini kami belum pernah sekali pun melihat setan atau hantu berwujud perempuan, agak kaget mendengarnya.
Tapi nuning bilang seperti itu, panjang lebar dia bercerita kepada Wahyu, perempuan yang menurutnya kuntilanak itu berdiri di samping rumah, wajahnya pucat mengerikan, lingkar mata berwarna gelap layaknya mayat, rambut kusut acak-acakan,
mengenakan pakaian kusam berwarna gelap, di sampingnya berdiri kucing hitam yang menarik perhatian sejak awal.
Cukup lama Nuning diam di tempat memperhatikan, sampai akhirnya senyum dan tawa pelan sosok itu menyadarkannya.

Tawa menyeringai menjadi pemicu Nuning untuk langsung berlari menuju adiknya yang masih di atas motor.

Lalu mereka pergi meninggalkan rumah cepat-cepat.
“Jadi gitu ceritanya Pak, makanya Nuning bilang dia gak mau lagi datang ke rumah ini, takut katanya.”

Begitu kata Wahyu.
Antara percaya dan gak percaya mendengarnya, karena ya itu tadi, kami sama sekali belum pernah melihat penampakan sosok berbentuk perempuan seperti yang digambarkan oleh Nuning.

Tapi, kami berkeyakinan kalau Nuning gak akan berbohong, buat apa?
Tapi ya sudahlah, mungkin ini memang alasan yang bagus juga supaya Nuning gak terlalu sering main ke rumah, gak enak juga dengan omongan orang.

Namun pada akhirnya, apa yang Nuning ceritakan akan mengerucut menjadi satu dengan peristiwa seram yang akan kami alami di depannya.
Kalau ini layaknya drama, maka setiap fragmen yang berbeda akan bersinggungan satu dengan lainnya, masing-masing menjelaskan alasan peristiwa, entah itu beralur maju atau mundur.

kami pemeran utamanya? Belum tentu..

***
“Gak ada apa-apa Pak, hilang suaranya.”

Jam satu tengah malam, kami berjalan mindik-mindik di bagian belakang rumah, semua sudutnya kami telusuri, kamar belakang, kamar mandi, dapur, semuanya.
“Iya Yu, gak kedengaran lagi ya.”

Jawab om, masih dengan garis muka penasaran bercampur takut.

“Ya sudah, kita balik ke kamar lagi saja.”

Lalu kami kembali ke kamar.
“Aneh kan Pak, kalau didekati malah hilang. Kayak ada yang memukul-mukul tembok.”
Suara Wahyu nyaris berbisik.

“Iya, akhirnya saya juga dengar Yu. Suara apa itu ya? Suara dari mana?”

***
Jadi, beberapa hari belakangan, ada kejadian aneh di rumah ini. Yang pertama kali mengetahui kejadiannya adalah Wahyu.
Pada suatu sore, Wahyu duduk di ruang tengah, bersantai sambil mendengarkan radio, waktu itu om sedang gak di rumah.

Kata Wahyu, pintu depan dalam keadaan terbuka, sengaja dibiarkan seperti itu supaya udara sore dapat masuk.
Suara radio tidak terlalu keras, hanya dalam tingkatan volume normal.
“Duk, duk, duk, duk”

Tiba-tiba samar terdengar suara.

Awalnya Wahyu gak memperhatikan suara itu, tapi lama kelamaan suaranya semakin jelas.
“Duk, duk, duk, duk”

Suara apa itu? Pertanyaan itu yang timbul di benak Wahyu. Setelah mulai timbul pertanyaan dan rasa penasaran, Wahyu mengecilkan volume radio, supaya dapat mendengarkan lebih jelas lagi.

“Duk, duk, duk, duk”

Terdengar lagi..
Wahyu bangkit dari duduknya, melangkah pelan mendekat ke dapur dan kamar mandi, sambil melongokkan kepalanya mencoba melihat jelas ke belakang rumah.
“Duk, duk, duk, duk, duk, duk..”

Wahyu yakin kalau suara itu berasal dari belakang.

Hingga akhirnya, dia sampai di depan pintu kamar mandi, menghadap dapur.

Hening, gak ada suara apa pun.
Kemudian membalikkan badan, membuka pintu kamar mandi secara perlahan.

Hasilnya sama, kamar mandi kosong, gak ada apa-apa juga.

Hilang, suara itu tiba-tiba hilang.

***
“Jadi gitu Pak suaranya, duk duk duk duk gitu, kayak ada yang memukul-mukul tembok rumah. Aneh..”
Wahyu menceritakan kejadian yang baru saja dia alami sore sebelumnya. Di ruang tengah, sambil menikmati makan malam, kami setengah hati untuk membahas hal itu, om hanya mengangguk-ngangguk mendengar Wahyu bercerita.
Sudah terlalu banyak peristiwa ganjil yang terjadi di rumah ini, semakin banyak pertanyaan yang sama sekali belum terjawab, selalu ada pertanyaan lanjutan ketika kami menemukan sedikit petunjuk.
Makanya, om seperti gak peduli dengan cerita Wahyu yang satu ini, padahal gak seperti itu sebenarnya, om hanya takut dengan apa yang akan terjadi ke depannya, jalan terbaik mungkin dengan cara tidak menggubrisnya.
Tapi ternyata gak segampang itu, di sini, di rumah ini, di perkebunan karet ini, kami gak pernah bisa benar-benar tenang, setiap kejadian kecil dapat dipastikan merupakan babak awal dari peristiwa besar yang akan terjadi di belakangnya.

Begitulah..
Sudah hampir jam dua belas malam, kami sudah berada di kamar dengan posisi masing-masing seperti biasanya, om tidur di atas ranjang, Wahyu di kasur yang dia letakkan di lantai, tidur di bawah.
Beberapa topik bahasan masih menjadi bahan perbincangan, walaupun intensitasnya sudah minim, bertabrakan dengan lelah dan kantuk yang mulai datang.

Menjelang jam satu malam, kami sudah di ambang tidur.
“Duk, duk, duk, duk..”

Tiba-tiba terdengar suara seperti itu.

Om mendengarnya, tapi masih belum yakin dengan pendengaran sendiri.
Sampai akhirnya suara itu terdengar untuk yang kedua kali, “Duk, duk, duk, duk”, barulah om yakin kalau suara itu memang benar ada.

Om langsung menoleh ke arah Wahyu.
“Tuh, suaranya Pak, Pak Heri dengar kan?”

Kata Wahyu yang ternyata belum tidur, ternyata mendengar suara itu juga.

“Kedengarannya dari belakang Yu.” Ucap om lagi.

“Iya Pak.”
“Duk, duk, duk, duk” Lagi-lagi suara itu muncul.

“Biarin ajalah Pak, nanti juga hilang sendiri, mungkin.” Wahyu bilang begitu.

Ya sudah, om ikuti apa kata Wahyu.
Untuk beberapa saat suara itu menghilang, gak kedengaran lagi. Tapi hanya beberapa saat, sampai kemudian timbul lagi. “Duk, duk, duk, duk”

“Kayaknya kita harus ke belakang Yu, takut ada apa-apa.” Om mengajak Wahyu untuk memeriksanya, mencari sumber bunyi.
Wahyu setuju, walaupun dengan berat hati.

Lalu kami membuka pintu kamar dan berjalan ke belakang, lampu petromak ruang tengah masih menyala cukup terang, masih mampu menerangi sampai ke belakang.
Ketika kami sudah di ruang tengah, suara itu muncul lagi, “Duk, duk, duk, duk”.

Sesaat kami diam, berhenti melangkah, mencoba menegaskan di mana sumbernya.
kemudian kami kembali berjalan, menuju dapur, lalu memeriksa setiap sudutnya.

Tapi suara itu gak terdengar lagi, hilang..
“Gak ada apa-apa Pak, hilang suaranya.”

Jam satu tengah malam, kami berjalan mindik-mindik di bagian belakang, semua sudut kami telusuri, kamar belakang, kamar mandi, dapur, semuanya.
“Iya Yu, gak kedengaran lagi ya.”

Jawab om, masih dengan garis muka penasaran bercampur takut.

“Ya sudah, kita balik ke kamar lagi saja.”
Lalu kami kembali ke kamar.
“Aneh kan Pak, kalau didekati malah hilang. Seperti ada yang memukul-mukul tembok.” Suara Wahyu nyaris berbisik.

“Iya, akhirnya saya juga dengar Yu. Suara apa itu ya? Suara dari mana?”

***
Beberapa malam kemudian setelahnya, kejadian nyaris sama terjadi lagi, bedanya, kali ini kami benar-benar mendengar suaranya.

Sekitar jam sebelas malam, suara itu muncul lagi..

"Duk, duk, duk, duk.. "

Seperti ada yang memukul-mukul dinding rumah.
Dari dalam kamar kami bisa mendengarnya dengan jelas, karena suaranya cukup keras.

"Duk, duk, duk, duk.."

Melangkah ke luar kamar lagi, kami berniat mencari dan mendatangi sumber suara, penasaran..
Kamar mandi adalah tempat pertama yang kami periksa, tapi ternyata suaranya bukan dari situ, kami gak mendengar apa-apa, gak melihat apa-apa.

"Duk, duk, duk, duk.."

Muncul lagi suaranya, kami melirik ke arah dapur, sepertinya dari situ..
Ketika sudah berdiri di atas lantai dapur, suara itu terdengar lagi, "Duk, duk, duk, duk.."
Akhirnya kami menemukan sumber suara, ternyata bukan dari dinding rumah, bukan dari temboknya.

Suara duk duk itu bersumber dari dalam lantai, seperti ada yang memukul-mukul dari bawah lantai dapur. Memukul-mukul mukul dari dalam tanah..
Kalau ada ruangan bawah tanah, suaranya seperti ada yang memukul dari ruangan bawah. Tapi di rumah ini kan gak ada ruang bawah tanahnya..

Lalu apa/siapa yang memukul lantai dari bawah?

Kami langsung merinding ketakutan. Kemudian meninggalkan dapur menuju kamar.

***
Beberapa kali suara duk duk itu kembali terdengar pada tengah malam, tapi kami berusaha untuk gak penasaran, membiarkannya sampai menghilang sendiri.

Hingga pada suatu malam, ada kejadian yang akhirnya memaksa kami untuk melihat sumber suara.

***
"Duk, duk, duk, duk.."

"Muncul lagi Pak, keras sekali kedengarannya."

Nyaris berbisik Wahyu bilang begitu.

"Biarin aja Yu, nanti juga hilang sendiri."

Lalu om coba memaksa diri untuk tidur, memejamkan mata, mengabaikan suara itu yang makin lama semakin keras terdengar.
"Duk, duk, duk, duk.."

Duh, keras sekali suaranya, kami semakin gak bisa tidur.
Berposisi masih di atas kasur tetapi mata tetap terbuka penuh kecemasan.

Membayangkan apa kiranya yang sedang memukul-mukul lantai dari bawah, suaranya semakin lama semakin menggiring asumsi seram, berkecamuk liar digelayuti hawa yang juga mencekam.

Lalu tiba-tiba..
"Meooong.."

Tedengar suara kucing dari luar, sepertinya si kucing berada di bawah jendela kamar.

"Mungkin kucing hitam itu Pak."

"Udah Yu, biarin aja."

Lalu kami kembali diam.
"Meooong."

Kucing itu lagi-lagi mengeluarkan suara, beberapa kali dengan kerasnya.

"Biar saya usir aja Pak, berisik"

Wahyu langsung berdiri dan membuka jendela kamar.

"Benar Pak, kucing hitam. Hush hush... Pergi sana."

Kata Wahyu sambil mencoba mengusir kucing itu.
Tapi kata Wahyu, kucingnya seperti hendak berkata sesuatu, seperti ada yang mau dia utarakan, aneh..

Lalu si kucing berjalan ke belakang rumah, sambil sesekali mengeong keras dan menoleh ke arah Wahyu, menatap tajam.
Sesampainya di bagian belakang rumah, kucing berhenti melangkah lalu kembali duduk, tetap menatap ke arah Wahyu dan mengeong. Ada apa? Wahyu penasaran..
"Pak, kita periksa ke belakang Yuk, sepertinya dia mau bilang sesuatu. Takut ada orang di belakang. Saya gak berani sendirian."

Ide yang aneh, tapi Wahyu sepertinya sangat penasaran, dengan berat hati om mengikuti ajakannya..
Kami keluar kamar. Di ruang tengah, lampu petromak masih menyala tapi gak terlalu terang, suasananya jadi sedikit temaram.

Benar, kecurigaan Wahyu terbukti, setelah melihat ke belakang, ternyata pintu terbuka lebar. Padahal kami yakin kalau pintu sudah terkunci sebelumnya.
"Ayok Pak kita tutup pintunya."

Suara Wahyu sudah terdengar bergetar, sepertinya dia mulai cemas.

Perlahan kami melangkah ke pintu belakang.

Tapi baru beberapa langkah, tiba-tiba..
"Duk, duk, duk, duk."

Suara itu muncul lagi, tapi kedengarannya bukan dari dapur seperti sebelumnya, tapi di ruang tengah, tepat di depan lemari. Sumber bunyi tepat di samping kanan kami.

Berhenti beberapa saat unyuk memperhatikan, kemudian kami lanjut melangkah.
Sesampainya di pintu belakang yang terbuka lebar, sekilas kami dapat melihat kucing hitam itu duduk di halaman belakang, menatap tajam tak bersuara.

Tanpa memperdulikan si kucing, lalu Wahyu menutup pintu dan menguncinya.
Tapi baru saja kami akan membalikkan badan untuk kembali ke kamar,

tiba-tiba..

Pintu depan perlahan terbuka dengan sendirinya..
Bunyi gesekan pintu dan putaran engselnya menghipnotis kami jadi diam seribu bahasa.

Memperhatikan dengan seksama pintu yang semakin lama semakin terbuka lebar, hingga akhirnya terbuka sepenuhnya..
Kami semakin terdiam, ketika melihat ada sosok yang sedang berdiri diam di luar rumah, di depan pintu.

Sosok perempuan berbaju gelap kusam, dengan rambut kusut panjangnya, lampu petromak yang masih menyala redup memaksa kami untuk melihat semuanya dengan jelas.
Masih diam gak bergerak, kami memperhatikan terus sosok perempuan itu yang beberapa saat kemudian mulai bergerak masuk ke dalam rumah..!

Sosok yang menyeramkan, bergerak seperti melayang membawa tubuhnya ke ruang tengah...

Kami sangat ketakutan.
"Pak, kita keluar rumah sekarang."

Wahyu membuka lagi pintu belakang, menarik tangan om untuk keluar.

Ketika sudah berada di luar, om gak melihat lagi kucing hitam tadi, entah ke mana.

Berjalan cepat kami menyusuri samping rumah dalam gelap.
Sesampainya di halaman depan, Wahyu berhenti melangkah, lalu dia melihat ke dalam rumah, ke ruang tengah, karena pintu depan masih terbuka lebar.

"Ayok Yu, jalan terus." Om mengajaknya untuk segera pergi.
"Lihat Pak.."

Wahyu menyuruh om untuk melihat ke dalam rumah, yang akhirnya om ikuti kemauannya.

Ada pemandangan yang menyeramkan..
Di ruang tengah, ada lubang berbentuk liang lahat, dengan gundukan tanah di sebelah kanannya. Sementara di sebelah kiri, sosok perempuan yang menyeramkan itu berdiri menghadap ke liang itu, dengan kucing hitam duduk diam di sampingnya.
Jantung serasa berhenti berdetak melihat pemandangan itu, sangat menyeramkan..

Lalu om menarik tangan Wahyu untuk segera meninggalkan rumah.
Sekali lagi, kami menyusuri perkebunan karet di tengah malam yang gelap dan sunyi, membelah sisi cekam menakutkan, tanpa tau harus melangkah ke mana..

Yang pasti, cepat pergi menjauh..

***
Sekian dulu #rhdpk malam ini, kapan-kapan dilanjut lagi.

Oh iya, seperti #rumahteteh, #rhdpk juga akan dijadikan buku, mohon doa teman-teman semua, semoga dilancarkan. Buku yang akan sangat gila horrornya..

Met bobo, semoga mimpi indah..

Salam
~Brii~
Missing some Tweet in this thread? You can try to force a refresh.

Enjoying this thread?

Keep Current with Brii

Profile picture

Stay in touch and get notified when new unrolls are available from this author!

Read all threads

This Thread may be Removed Anytime!

Twitter may remove this content at anytime, convert it as a PDF, save and print for later use!

Try unrolling a thread yourself!

how to unroll video

1) Follow Thread Reader App on Twitter so you can easily mention us!

2) Go to a Twitter thread (series of Tweets by the same owner) and mention us with a keyword "unroll" @threadreaderapp unroll

You can practice here first or read more on our help page!

Follow Us on Twitter!

Did Thread Reader help you today?

Support us! We are indie developers!


This site is made by just three indie developers on a laptop doing marketing, support and development! Read more about the story.

Become a Premium Member ($3.00/month or $30.00/year) and get exclusive features!

Become Premium

Too expensive? Make a small donation by buying us coffee ($5) or help with server cost ($10)

Donate via Paypal Become our Patreon

Thank you for your support!