,
23 tweets,
5 min read
Read on Twitter
"Selamat malam!" Mikhael memasuki kelas untuk mengecek daftar absennya. "Ok, ayo semuanya ikut saya ke rumah kaca. Kita praktek bercocok tanam." ujarnya sambil tersenyum.
Mikhael kembali keluar kelas dan memimpin di depan agar murid-muridnya mengikuti. Ia juga membukakan pintu rumah kaca agar yang lain bisa masuk duluan.
"Hm, anggap saja cabut rumput." jawabnya sambil terkekeh pelan.
Mikhael menuju lemari di pojok ruangan dan mengambil earmuff serta sarung tangan untuk murid-muridnya.
"Pasang sarung tangannya." ujarnya sambil membagikan sarung tangan.
"Apakah ada yang bisa menebak tanaman apa yang kita pelajari jika berhubungan dengan earmuff?"
"Pasang sarung tangannya." ujarnya sambil membagikan sarung tangan.
"Apakah ada yang bisa menebak tanaman apa yang kita pelajari jika berhubungan dengan earmuff?"
"Nah benar, @yourjaem ! Ayo duduk dulu di kursi sambil saya jelaskan sedikit soal Mandrake." Mikhael memindah beberapa pot di tengah meja kemudian mengganti dengan pot kosong. 
"Mandrake dikenal sebagai Mandragora , adalah tanaman yang memiliki akar yang terlihat seperti manusia (seperti bayi ketika tanaman masih muda). Ketika dewasa, tangisannya bisa berakibat fatal bagi siapa pun yang mendengarnya." °°
°°
Jelasnya sambil meletakkan pot-pot berisi mandrake di meja di hadapan murid-muridnya dengan hati-hati.
"Ketika dewasa, mandrake bisa dipotong untuk bahan Mandrake Restorative Draught, yang digunakan untuk menyembuhkan orang yang terkena Petrified." ujarnya.
Jelasnya sambil meletakkan pot-pot berisi mandrake di meja di hadapan murid-muridnya dengan hati-hati.
"Ketika dewasa, mandrake bisa dipotong untuk bahan Mandrake Restorative Draught, yang digunakan untuk menyembuhkan orang yang terkena Petrified." ujarnya.
Kemudian ia membagikan earmuff kepada murid-muridnya.
"Dengarkan baik-baik. Pasang earmuff dengan benar. Jangan dilepaskan! Saya akan memberikan instruksi dengan suara lebih keras."
"Dengarkan baik-baik. Pasang earmuff dengan benar. Jangan dilepaskan! Saya akan memberikan instruksi dengan suara lebih keras."
"Perhatikan baik-baik. Pegang mandrake erat-erat, kemudian tarik." Mikhael mengangkat mandrake dan seketika terdengar jeritan nyaring dari mandrake.
"Tetap pasang earmuff kalian, anak-anak!" ujarnya keras.
"Kemudian taruh di pot kosong, pindahkan tanah ke dalam pot agar mereka tetap hangat." Ia memindahkan tanah dengan tangannya yang berbalut sarung tangan.
"Kemudian taruh di pot kosong, pindahkan tanah ke dalam pot agar mereka tetap hangat." Ia memindahkan tanah dengan tangannya yang berbalut sarung tangan.
Perlahan suara tangisan mandrake menghilang dengan tertanamnya kembali ke dalam pot.
"Semudah itu. Namun tetap jaga earmuff kalian agar tidak lepas." Mikhael menepuk-nepuk sarung tangannya, membersihkan tanah yang menempel.
"Semudah itu. Namun tetap jaga earmuff kalian agar tidak lepas." Mikhael menepuk-nepuk sarung tangannya, membersihkan tanah yang menempel.
"Sekarang giliran kalian. Kalian masing-masing mendapat 1 mandrake. Pindahkan ke dalam pot kosong dan jangan lupa timbun dengan tanah agar mereka tetap hangat." Mikhael tersenyum menatap mereka.
"Oke, mulai bekerja!"
"Oke, mulai bekerja!"
"Ah," Mikhael sedikit kaget ketika muridnya melempar mandrake yang tercabut.
"Eh?" Ia kembali terkejut ketika muridnya ikut teriak.
"Oke." Sedari tadi ia hanya bergumam melihat muridnya bertingkah. Ia tertawa kecil sambil heran.
"Eh?" Ia kembali terkejut ketika muridnya ikut teriak.
"Oke." Sedari tadi ia hanya bergumam melihat muridnya bertingkah. Ia tertawa kecil sambil heran.
Ia tertawa namun menutupi mulutnya agar suara di ruangan tidak ketambahan suara tertawanya.
"Good job, Arkana!"
"Ok, Aska juga sudah." Mikhael mengacungkan jempol.
"Sudah, Vin?" Ia menatap Vin kemudian melihat pot di depan muridnya.
Mikhael mengangguk. "Kerja bagus, Vin!" Ia melepas earmuff dan menginstruksikan hal yang sama pada murid-muridnya.
"Kali ini tidak ada yang pingsan dan kerja kalian cepat. Sebenarnya mudah jika kalian menuruti prosedur yang ada kan? Atau ada yang merasa kesulitan?" Ia menatap muridnya satu persatu.
"Seperti yang saya jelaskan sebelumnya. Bisa berakibat fatal."
"Tidak mati, cuma terpotong sedikit saja."
"Baik, boleh ke kelas selanjutnya. Selamat malam. Terima kasih sudah hadir. Silahkan diambil oleh-olehnya."
"Hahaha bukan kebun buah di rumah kaca ini." Mikhael berujar sambil membereskan bahan-bahan praktek tadi.
