Kita mulai dengan timeline konflik Xinjiang. Sebenarnya sejarahnya cukup panjang, tapi saya ambil yang di era modern (1900an) saja.
Ada pengaruh Soviet, penguasaan wilayah, migrasi etnis China, link dengan Afghan dan Al Qaeda, protes, serangan, teror, dan akhirnya camp
Sehingga narasi "kontra radikalisme dan terorisme" bisa diterima.
Sejarah sebelumnya tdk diceritakan?
Menggunakan citra satelit dan data-data lain, Adrian Zenz memprediksi ada 1000 camp konsentrasi (internment).
Oleh pihak China, itu disebut bukan camp, tapi sekolah vokasi untuk menghapus radikalisme dan terorisme.
Berbagai macam agama dan kepercayaan ditolerir dan sebagian berkembang dinamis. Namun negara yang menentukan misal mana yang ortodoks dan bukan.
Buddhism dan Taoism dibantu, namun pembatasan banyak dillakukan terhadap Christianity dan Islam.
Reeducation camp yang sedang dijalankan di Xinjiang, menurut pakar nantinya bukan hanya untuk minoritas, tetapi untuk semua warga agar bersikap sesuai standard yang ditetapkan negara, dan akan dinilai menggunakan Social Credit System.
Drone Emprit memonitor percakapan tentang Uyghurs sejak Desember 2018 hingga sekarang. Sempat terhenti sejenak pada bulan November.
Terdapat 2 tren tinggi di Twitter, keduanya pada bulan Desember.
Media online di Indonesia paling tinggi memberitakan tentang penyiksaan jutaan muslim Uyghurs pada Desember 2018.
Sedangkan berita Wall Street Journal yang menuding ormas Islam diam tidak telalu ramai diangkat spt sebelumnya.
Peta SNA setahun terakhir memperlihatkan besarnya cluster netizen internasional. Di motori oleh top influencer @KhaledBeydoun dan @cjwerleman.
Cluster kedua adalah dari Indonesia, dimotori @hnurwahid, @AzzamIzzulhaq, dkk.
Tidak ada negara lain yang netizennya bisa membuat cluster sendiri yang signifikan seperti di atas.
Narasi yg paling banyak dishare adalah tentang kekejaman dalam kamp konsentrasi, dan diamnya dunia atas pelanggaran hak asasi manusia dan kebebasan beragama ini.
Account @cjwerleman actively shared information about the situation of Uyghurs in the camp.
@IlhanMN refused the idea that she doesn't care about Muslim Live, as she has been speaking out against the ethnic cleansing.
Secara internasional, media SaveEastTurk, Business Insider, The Guardian, dan Telegraph paling populer.
Tren di media sosial Twitter meningkat pesat, publik banyak menyoroti laporan WSJ ttg pengaruh China atas ormas Islam di Indonesia.
Sebaliknya, tren di media online tidak terlalu ramai. Berita WSJ hanya dikutip sebentar oleh beberapa media saja.
Selama 7 hari terakhir, cluster Indonesia yg paling besar, dan itu dari Pro Oposisi. Mereka mengangkat tagar #IndonesiaStandsWithUyghur. Top influencer @liem_id. Kedua cluster Internasional.
Cluster Pro Pemerintah kecil dg tagar #MediaWSJPropaganda.
Lalu laporan WSJ dimana China berhasil membuat narasi "vocational training center" dan Uyghur "living a happy live" kepada perwakilan negara2 yg diundang. Khususnya dari Indonesia.
Aksi @MesutOzil1088 paling banyak dibuat meme-nya dan dishare oleh publik.
Selain video tentang Mesut Ozil, banyak video tentang kondisi yang diduga di dalam kamp konsentrasi.
Terkait Uyghur ini, situs CNN Indonesia merupayan salah satu yang paling aktif membuat artikel. Laporannya juga termasuk yang paling banyak dishare di Twitter.
Dalam pemberitaan di media online tentang Uyghurs seminggu terakhir, Muhammadiyah dan NU mendapat banyak sorotan.
Muhammadiyah telah membantah soal suap agar diam, bahkan 2018 sudah membuat dukungan dan surat pernyataan. Klarifikasi ini banyak dimuat media.
Ada juga #MediaWSJPropaganda namun kecil.
Dalam seminggu terakhir, Indonesia adalah negara yang paling banyak membahas isu Uyghurs.
Percakapan ini dipantik oleh artikel di Wall Street Journal yang menyatakan Indonesia diam karena berhasil dipengaruhi China.
Percakapan tentang Uyghurs ini cenderung natural, dilakukan oleh akun yang dijalankan oleh manusia, bukan bot.
Pemberitaan oleh WSJ telah memantik percakapan cukup tinggi, yang diarahkan lebih banyak ke ormas seperti @Muhammadiyah.
Akibatnya, isu Uyghurs awalnya lebih banyak diasosiasikan dengan ormas dibanding dg pemerintah yang dibahas belakangan.
Cluster Pro Oposisi yang paling dominan membahas Uyghurs, sedangkan cluster Pro Pemerintah sangat kecil.
Netizen juga meminta negara dan ormas besar untuk bersuara bela muslim Uyghurs yang disiksa dalam “reeducation” camp.
Laporan Wall Street Journal harus dilihat sebagai “wake up call” bagi kita semua (negara dan ormas) tentang berhasilnya “Influence Ops” China terhadap negara-negara Islam agar diam terhadap kebijakan dalam negerinnya khususnya atas Uyghurs di Xinjiang.
Narasi pemerintah China: untuk “pendidikan vokasi” dan mereka “hidup bahagia”. Narasi ini cukup berhasil, dan diikuti oleh pemimpin2 negara mayoritas Islam.
Ormas besar seperti Muhammadiyah dan NU agar tidak 100% menerima narasi “pendidikan vokasi” dan “hidup bahagia” dalam camp “reedukasi”.
Narasi itu harus diuji dengan data dari berbagai sumber termasuk citra satelit.
Jaman big data, ye kan?
😉