, 222 tweets, 33 min read
My Authors
Read all threads
ALAS MURBEI

a Horror Thread

@bacahorror #bacahorror
Sore itu, sebagian warga desa yang tinggal di salah satu desa di Kabupaten di N**** beraktifitas seperti biasanya, karena mereka tinggal di pedesaan yang memang jauh dari Kota, kebanyakan mereka bekerja sebagai Petani, pedagang di pasar yang ada di desa tersebut, maupun buruh.
Desa tersebut merupakan desa yang posisinya jauh dari jalan utama penghubung antara kota N**** dengan kota M*****, yang apabila ditempuh menggunakan kendaraan bermotor, akan membutuhkan waktu sekitar setengah jam lebih untuk mencapai desa tersebut.
Walaupun posisi desa tersebut jauh dari Jalan utama yang menhubungkan kota N**** dengan kota M*****, penduduk di desa tersebut termasuk banyak, dengan kebanyakan dari mereka berprofesi sebagai petani dan pedagang. Untuk selanjutnya kita sebut desa itu dengan desa Karangkidul.
Untuk mencapai desa Karangkidul sendiri, kita harus menggunakan kendaraan bermotor untuk masuk kedalamnya, dan harus melewati alas (dalam bahasa Jawa berarti hutan) yang lumayan luas dan alas tersebut adalah alas Murbei, yang akan menjadi inti dari cerita ini.
Desa Karangkidul sendiri terletak di tengah-tengah antara alas Murbei, dengan perkebunan tebu dan juga persawahan yang sangat luas, dengan Latar pemandangan gunung L*** di bagian selatannya. Namun hanya satu jalan yang bisa dipakai menuju desa ini yang bisa dilewati oleh mobil,
Dan jalan tersebut adalah jalan yang melewati alas Murbei. Alas murbei merupakan alas dengan berbagai pepohonan yang menjulang tinggi, dengan pepohonan Jati sebagai pohon yang paling banyak ada di alas ini. Selain pohon jati, banyak juga pohon lain seperti pohon pisang,
Pohon randu alas (pohon kapuk), dan pohon lainnya yang berukuran besar. Ditambah dengan banyaknya semak belukar yang ada di alas Murbei ini. Bagi orang awam yang melewati hutan ini, mungkin mereka hanya melihatnya biasa saja, hanya hutan biasa, dengan banyak pepohonan.
Namun tidak halnya dengan penduduk desa Karangkidul, yang memang tinggal dekat dengan alas murbei ini, yang hampir setiap hari bepergian dan harus melewati hutan ini, mereka sudah sangat paham dengan kondisi hutan ini, dengan segala kengerian yang ada di dalamnya.
Alas Murbei ini banyak menyimpan cerita mengerikan yang banyak dialami oleh siapa saja yang melewatinya pada malam hari. Pada siang hari, pemandangan di hutan ini biasa saja, tidak ada yang menakutkan, namun itu semua akan berbeda saat matahari sudah pulang ke peraduannya.
Sudah banyak penduduk desa Karangkidul yang mengalami bagaimana rasanya "dijahili" oleh para penguni alas Murbei ini. Cerita yang berkembang di masyarakat desa Karangkidul, alas Murbei dulunya merupakan tempat pembuangan mayat sisa tragedi G30SPKI yang terjadi puluhan tahun lalu
Salah satu warga desa Karangkidul yang sudah 'kenyang' diganggu oleh para penghuni alas Murbei ini adalah Mbak In. Mbak In mempunyai keseharian berdagang di rumahnya, kadang ia bepergian untuk menuju desa G****** yang berjarak sangat jauh dari desa Karangkidul untuk keperluanya.
Sebagai seorang wanita berdagang yang juga mengurusi rumah tangga, ia tentu memiliki banyak kesibukan, seperti mengurus anak dan membeli barang keperluannya untuk berdagang yang kadang harus ia dapatkan di desa G****** yang jaraknya sangat jauh dari desa Karangkidul.
Mbak In sendiri merupakan anak ragil (anak terakhir dalam bahasa Jawa), dari 7 bersaudara. Walaupun anak terakhir, Mbak In sendiri memiliki keistimewaan daripada saudara kandungnya yang lain, ia memiliki kepekaan terhadap 'mereka' yang berada di dunia lain.
Berbagai kejadian diluar nalar yang mengerikan sudah sering ia alami, dari berbagai bentuk makhluk halus sudah ia lihat dengan beragam bentuknya yang mengerikan, dan kebanyakan kejadiannya ia alami saat berada di tengah alas Murbei, saat ia berada di tengah hutan tersebut
Saat dalam perjalanannya daru desa Karangkidul menuju desa G******, maupun ke tempat lainnya. Suatu ketika Mbak In sedang ada keperluan di desa G******, maka ia beranjak dari rumahnya menuju desa tersebut dengan sepeda kesayangannya. Saat itu hari Jumat,
Ia berangkat pada pagi hari menuju desa G****** karena memang berjarak sangat jauh dari desa Karangkidul dan membutuhkan waktu lumayan lama untuk sampai di desa tersebut. Jalan tercepat untuk menuju desa G****** adalah jalan yang melewati alas Murbei,
Karena hanya ada dua jalan/jalur yang dapat dilalui oleh kendaraan, jalan yang melewati alas Murbei, dan jalan yang melewati rel kereta api tanpa palang pintu yang tidak dapat dilalui oleh mobil karena memang kondisi jalan ini belum sepenuhnya teraspal.
Setelah Mbak In sudah siap, ia berangkat dari rumahnya menuju desa G******, ia mengayuh sepadanya dengan kecepatan biasa, tanpa terburu-buru. Namun ada sedikit hal yang nengganjal di hatinya sebelum ia berangkat, ia merasakan hal yang tidak enak, tidak seperti biasanya.
Namun Mbak In tidak mengindahkan perasaan janggal yang ia rasakan tersebut. Ia melanjutkan perjalanannya, saat sudah meninggalkan desa Karangkidul dan sudah masuk area alas Murbei, tidak ada hal yang mengganggu perjalanan Mbak In sampai ia melewati alas Murbei.
Dan akhirnya sampailah Mbak In di desa G******. Desa tersebut memang tidak seperti desa Karangkidul, hampir semua barang dan keperluan ada di desa G******. Berbeda halnya dengan desa Karangkidul, yang kadang untuk membeli sate kambing saja, harus menuju desa G******, karena
Karena tidak ada pedagang yang menjual sate Kambing di desa Karangkidul. Sinyal telepo genggampun akan nyaris hilang tatkala kita masuk ke desa Karangkidul dikarenakan tidak adanya menara sinyal di desa tersebut. Setelah Mbak In selesai dengan urusannya,
Ia melanjutkan perjalanannya menuju desanya, namun sebelum menuju desa Karangkidul, Mbak In mampir dulu ke rumah salah satu temannya untuk mengobrol sesaat. Saat meninggalkan desa G****** dan hendak mampir ke rumah temannya, ia melewati perlintasan kereta api dengan penjagaan.
Ya, di jalur ini memang ada petugas penjaga perlintasannya, berbeda dengan jalur lain yang menuju desa Karangkidul, dimana di jalur tersebut tidak ada penjaga perlintasannya, ditambah dengan suasana sekitar perlintasan kereta api tersebut dipenuhi oleh pohon tinggi dan ladang.
Oh iya, di jalur perlintasan kereta tanpa penjagaan ini juga mempunyai cerita mengerikan tersendiri, yang tak kalah ngerinya dengan cerita di alas Murbei. Namun cerita tersebut akan diceritakan di lain waktu, karena saat ini inti dari cerita ini adalah di alas Murbei tersebut.
Setelah Mbak In melewati perlintasan kereta dengan petugas penjaga, ia sampai di rumah temannya. Ia disambut dan dipesilakan duduk oleh temannya yang memang saat itu berada di beranda rumahnya setelah beres membersihka pekarangan rumahnya dari sampah yang berserakan.
Saat setelah Mbak In duduk di teras rumah temannya, teman dari Mbak In ini masuk ke dalam rumahnya untuk membuat segelas teh hangat kesukaan Mbak In. Ya, Mbak In merupakan wanita yang menyukai teh yang dihidangkan dalam keadaan hangat. Teman dari Mbak In ini, namanya Lastri.
Lastri (bukan nama sebenarnya), saat selesai membuatkan segelas teh hangat untuk Mbak In, sembari menyodorkan teh buatannya kepada Mbak In seraya berucap "Ko ndi koe In yah mene dino Jumat nggowo blonjo akeh nang pitmu? Wes ki ombenen sek" (dari mana aja kamu hari Jumat gini...
...hari Jumat gini bawa belanjaan banyak di sepedamu? Ni diminum dulu tehnya). Mbak In yang memang saat itu dalam keadaan haus karena lelah mengayuh sepeda dengan membawa belanjaannya setelah meminum beberapa teguk teh menjawab "Aku bar ko Pasar G******, blonjo nggo warung ki".
(Aku habis dari pasar G******belanjan buat kebutuhan warung). Merekapun mengobrol seraya tertawa kecil di teras rumah. Lastri sebenarnya tau bahwa teman dekatnya ini punya kelebihan peka terhadap makhluk lain di sekitarnya, ada satu pertanyaan terucap dari mulut Lastri
"Koe ki mau kan ko pasar soko omahmu to, terus lewat Alas Murbei po ra diwedeni ro penghuni kono?" (Tadi kan kamu dari pasar, dari rumahmu kan, terus lewat hutan murbei apa tadi kamu ngga ditakutin sama penghuni situ?). Seraya tertawa kecil mbak In menjawab "Ora yo ra ono opo opo
Ra ono opo opo, aman-aman wae" (Ngga sih ngga ada apa apa, aman-aman aja). Lastri yang mendengar jawaban dari temannya tersebut menimpali, "Oh yo wes Alhamdulillah, soale akeh sing lewat kono kadang ketemu ro penghuni kono" (Oh yaudah Alhamdulillah, soalnya banyak yg lewat situ
Kadang suka ketemu sama penghuni situ).
"Yo ora lah, wong iki awan-awan kok, moso ono setan yah mene" (ya ngga lah, kan ini siang-siang, masa ada setan siang begini) timpal Mbak In kepada Lastri. Setelah mengobrol agak lama dan Mbak In sudah menghabiskan tehnya, ia pamit pulang
Ia pamit pulang, dan berterima kasih kepada Lastri, teman dekatnya karena sudah disambut dan diberikan minuman penghilang dahaga di siang bolong. Seraya melihat jam arloji di tangannya, Mbak In berucap kepada Lastri "Suwun yo Tri, aku muleh sek, wes jam 11 lewat ki
Soale ki dino Jumat, wayahe wong lanang do jumuahan" (makasih ya Tri, aku pulang dulu, udah jam 11 lewat nih, soalnya hari Jumat juga, waktunya Jumatan buat yang laki). Karena di rumah Mbak In mempunyai anak laki-laki dan suami yang mungkin sudah menunggu Mbak In untuk pulang
"Ati-ati yoo, jo kesusu" (hati-hati ya, jangan buru-buru) ucap Lastri kepada Mbak In. Setelah itu bergegaslah Mbak In mengayuh sepedanya pulang menuju rumahnya. Beberapa ratus meter Mbak In meninggalkan rumah Lastri, sampailah ia di perlintasan kereta dengan penjaga, tapi
Tapi siang itu tak tampak petugas penjaga palang pintu perlintasan kereta api, tidak seperti biasanya. Namun Mbak In hanya berekspresi biasa. Saat ia sampai tepat di perlintasan dan melintas dengan sepedanya, tiba-tiba matanya teralihkan dengan sesuatu yang terjajar rapi
Tepat di atas besi rel kereta api beberapa meter dari tempatnya melintas. Mbak In yang penasaran dengan sesuatu yang terjajar rapi diatas rel kereta api tersebut langsung menepikan sepedanya di tepian jalan. Ia menghampiri sesuatu yang membuatnya penasaran, setelah didekati,
Ternyata itu adalah lembaran lembaran uang yang tertata dengan rapi diatas rel kereta api. Menyadari benda yang terjajar itu adalah uang, Mbak In langsung merayup kumpulan uang yang tertata dengan rapi di atas rel kereta tersebut dang langsung memasukkanya ke dalam sakunya.
Ada hal yang membuat janggal dibalik penemuan uang ini, hal yang membuat janggal adalah bagaimana mungkin di atas rel kereta api ada lembaran uang tertata dengan rapinya, tanpa sedikitpun terbang tertiup angin, karena perlintasan kereta tersebut dikelilingi oleh ladang persawahan
Yang amat luas, dan tentu banyak angin yang berhembus di tempat itu, hal lain yang menjadi pertanyaan adalah siapa yang sengaja menaruh uang dengan posisi tertata di atas rel kereta siang-siang begini? Karena di sekitar Mbak In tidak ada orang sama sekali, siang itu kondis sepi
Mungkin karena sebagian penduduk dari kaum laki-laki hendak menunaikan Sholat Jumat di Masjid. Tapi hal tersebut tak membuat Mbak In berpikir dua kali untuk tidak mengambil uang tersebut, ia malah senang dan mengambilnya. Saat mengambil lembaran uang tersebut Mbak In
Seraya berucap "eeee iki duwekku..." (eee ini duitku). Padahal jelas-jelas uang tersebut adalah uang yang tertata tanpa diketahui penyebabnya oleh Mbak In sendiri. Jumlah uang yang ditemukan Mbak In senilai 30 ribu rupiah, terdiri dari selembar uang 10 ribu, 2 lembar 5 ribuan,
Dan 10 lembar uang pecahan seribu rupiah. Setelah itu Mbak In melanjutkan perjalanan menuju desanya dan berbelok ke arah timur tempat desanya berada. Tapi baru beberapa puluh meter ia meninggalkan perlintasan kereta api tadi, ia dikagetkan dengan sesosok makhluk yang sedang
Sedang duduk bersandar di pohon kedondong tua, ia adalah sesosok pocong dengan kain kafan putih dengan wajah yang tidak terlihat karena dipenuhi oleh kapas. Ya, pocong tersebut duduk bersandar di pohon kedondong tua di siang bolong disaat hari Jumat. Mbak In terkejut karena tidak
Seperti biasanya makhluk halus menampakkan diri pada siang hari. Sembari mengayuh sepedanya dengan ekspresi ngeri karena ia harus melewati jalan persis di depan pocong tersebut bersandar, Mbak In langsung mengayuh sepedanya dengan sedikit terburu-buru. Padahal tempat pocong
Tersebut bersandar masih jauh dari Alas Murbei, dimana pocong tersebut bersandar di pohon kedondong, di tepi jalan areal persawahan menuju desa Karangkidul. Mbak In mengayuh sepedanya dengan agak terburu-buru, setelah melewati alas Murbei dan tidak ada yang mengganggu,
Sampailah Mbak In di rumahnya. Sampai rumahnya ia merasa sedikit lega, walau masih terbayang peristiwa yang tadi dialaminya, yang tidak akan dilupakannya. Duduklah Mbak In sembari menghela nafas karena lelah bercampur shock. Mbak In langsung merogoh saku bajunya untuk memastikan
Bahwa uang yang ditemukannya tadi masih ada. Dan memang benar masih ada, dengan jumlah 30 ribu rupiah, ia gunakan uang misterius tersebut untuk membeli berbagai keperluannya seperti sabun mandi, shampo, dan makanan. Mbak In masih memikirkan kejadian yang ia alami tadi
Ia masih memikirkan kejadian yang dialaminya, menemukan lembaran uang di atas rel kereta, dan bertemu sesosok pocong di siang bolong. Keesokan harinya, Mbak In menceritakan kejadian yang ia alami kemarin kepada Ibunya, Mbah Parti. Ia menceritakan bagaimana menemukan lembaran uang
Di atas rel kereta dan ia langsung saja mengambilnya. Mbah Parti (panggilan Ibu dari Mbak In) yang mendengar cerita dari anaknya tersebut sontak saja langsung memarahi tindakan anaknya itu, dengan nada tinggi sembari mengomel Mbah Parti mengatakan "Koe ki Goblok po? Duwete demit
Duwete demit mbok jipuk ae, mengko nek awakmu ciloko piye?" (Kamu ini kok goblok, duit punyanya setan kamu ambil aja, nanti kalo kamu celaka bagaimana?). Dengan sedikit menyesal Mbak In menjawab "Sepurane Mbok kulo nggeh buru-buru, mboten kepikiran ngeten niku" (mohon maaf Bu,
Saya soalnya buru-buru, ngga sempet kepikiran begitu). Mbah Parti yang masih kesal dengan apa yang dilakukan oleh anaknya menasihati dengan nada sedikit mengomel, "Sesok neh nek awakmu nemu duet nang dalan ojo mbok jipuk, kui duite setan, iso-iso awakmu ciloko mengko"
(Besok-besok kalo kamu nemu duit di jalan, jangan kamu ambil, itu duitnya setan, bisa-bisa kamu celaka nanti). Mendengar nasihat dan omelan dari Ibunya Mbak In hanya mengangguk dan menyesal telah melakukan perbuatan tersebut, namun apa daya, uang misterius tersebut sudah
Sudah digunakan untuk membeli berbagai keperluan milik Mbak In. Hari demi hari berlanjut, beberapa hari setelah Mbak In menemukan uang di misterius di atas rel kereta api, mbak In mengalami kejadian yang hampir membuatnya celaka. Saat ia pada sore hari hendak mandi, ia terpeleset
Ia terpeleset di lantai kamar mandi rumahnya, dan mendapatkan luka memar di tubuhnya. Mbak In yang terpeleset di kamar mandi dan mendapatkan luka, harus mendapatkan pertolongan dan dibawa ke dokter desa G****** untuk mendapatkan pengobatan. Setelah berobat ia harus membayar biaya
Pengobatan sebesar 270 ribu rupiah. Mbak In hanya berobat jalan, sembari merawat dirinya di rumah, ia teringat dengan kejadian dimana ia menemukan uang 30 ribu rupiah di atas rel kereta api. Mbak In memikirkan apakah terpelesetnya ia di kamar mandi ada hubungannya dengan ia saat
Saat menemukan lembaran uang di atas rel kereta api beberapa hari yang lalu?. Setelah Mbak In mengalami kejadian terjatuh di kamar mandi, Mbah Parti kembali menasihati anaknya untuk tidak mengulangi perbuatannya lagi karena menurutnya, ini adalah dampak dari perbuatan anaknya
Yang telah mengambil lembaran uang misterius "milik setan" yang terdapat di atas rel kereta api. Mbah Parti berucap kepada anaknya "Koe ki ijek slamet, jek iso waras teko seprene, mung tibo tok nang jeding, duit sing mbok jipuk kui asline gantine kudu 10 kali lipet soko nilaine"
(Kamu ini masih beruntung, masih sehat sampai sekarang, hanya terjatuh di kamar mandi. Duit yang kamu ambil itu seharusnya gantinya 10 kali lipat dari nilai aslinya). Mbak In yang masih dalam masa penyembuhan, mengangguk, karena biaya pengobatannya akibat terjatuh di kamar mandi
Nyaris menyentuh 10 kali lipat nilai uang misterius yang ia ambil kala itu. 30 ribu rupiah yang ia dapatkan tak sebanding dengan rasa sakit dan penyesalan dari perbuatannya mengambil sesuatu yang bukan miliknya. Setelah sekitar seminggu kemudian, luka akibat terjatuh di kamar
Di kamar mandi mulai berangsur membaik dan perlahan sembuh. Mbak In sudah bisa melakukan kegiatannya seperti biasa, berdagang dan beraktifitas di rumahnya. Hari demi hari berlalu, kali ini Mbak In ada suatu urusan di desa G****** dan ia berangkat menuju kesana menggunakan motor
Milik temannya, yang juga warga desa Karangkidul. Setelah Mbak sudah siap, ia duduk di kursi depan rumahnya, dan datanglah temannya, yang akan mengantarkannya ke desa G******, temannya ini, sebut saja Nur (bukan nama sebenarnya) langsung menyuruh Mbak In untuk segera naik
Ke atas motor miliknya. Setelah Mbak In naik di atas motor milik Nur, berangkatlah mereka menuju desa G******, saat itu, sehabis Ashar, matahari sedikit redup karena tertutupi oleh awan mendung. Mereka sembari mengobrol ngobrol di perjalanan, dan beberapa menit kemudian
Sampailah mereka di alas Murbei. Mbak In yang duduk dibonceng oleh Nur tiba-tiba perasaannya menjadi tidak enak tatkala mulai memasuki alas Murbei, namun ia tak mengindahkannya. Sembari melihat pepohonan di kanan kirinya, Mbak In berpegangan erat pada bahu Nur, temannya yang
Yang memboncengnya. Saat Mbak In dan temannya sampai titik tengah dari alas Murbei, ada kejadian yang mengerikan yang hanya dialami oleh Mbak In. Titik tengah dari alas Murbei ini adalah titik dimana 'mereka' seringkali menampakkan diri dan mengganggu pengguna jalan yang melintas
Dimana titik ini terdapat sebuah Jembatan kecil yang usianya sudah tua, dan tak pernah diperbaiki namum masih layak untuk dilintasi kendaraan. Dibawah jembatan itu terdapat kali kecil dengan air yang sedikit menggenang. Saat melewati jembatan tersebut, tatkala Mbak In
Sedang menoleh ke kanan, ia dikejutkan dengan sesosok Kepala Terbang yang terbang kearahnya dan mendekat menghampirinya. Kepala terbang tersebut berambut panjang, dengan wajah nyaris hancur dan dengan taring yang mengerikan disertai dengan darah yang memenuhi hampir seluruh wajah
Dari kepala tersebut. Saat kepala terbang tersebut sudah sangat dekat persis beberapa milimeter di telinga kanan Mbak In, kepala terbang tersebut mengeluarkan suara keras seperti berteriak dengan nada membentak, "Hoooaaaaaaaaahhh". Kepala terbang tersebut berteriak persis
Di telinga kanan Mbak In. Mbak In hanya berteriak kaget sambil menahan tangisnya karena terkejut dengan kejadian yang dialaminya itu. Sementara temannya hanya bingung, karena ia tidak melihat apapun saat melintasi jembatan di alas Murbei tersebut. "Koe ki ngopo In? Kok nangis
Kok nangis? Ono opo to?" (Kamu kenapa In? Kok nangis? Ada apa memangnya?). Mbak In yang masih shock menyuruh Nur untuk tetap melanjutkan perjalanannya, dan berjanji akan menceritakan apa yang dialaminya tadi saat berada di alas Murbei. Setelah sampai di desa G****** mereka
Mereka bergegas menyelesaikan urusannya dan langsung pulang menuju kediamannya masing-masing di desa Karangkidul. Dalam perjalanan pulang menuju desa Karangkidul, Mbak In dan temannya tidak mengalami gangguan apapun saat melewati alas Murbei. Saat mereka sampai di rumah Mbak In,
Nur langsung menanyakan kepada Mbak In apa yang terjadi tadi yang membuatnya menangis di tengah perjalanan. "Piye mau In, ngopo kok koe nangis mau nang dalan, ono opo?" (Bagaimana tadi In? Kenapa kamu tadi kok nangis di perjalanan, ada apa?). Mbak In yang masih teringat betul
Dengan kejadian tadi menceritakan bahwa ia diganggu oleh sosok kepala manusia terbang dengan wajah menyeramkan dengan berteriak keras disampingnya. "Aku ki mau kaget ono ndas mabur ono calinge, rambute dowo, mabur nyedak nangku, trus mbengok banter nang kupingku", (aku tadi tuh
Kaget liat kepala manusia terbang kearahku, wajahnya menyeramkan, dan berteriak keras persis di telingaku). Mendengar penuturan dari temannya, Nur yang mengendarai motor terkejut karena memang ia tidak melihat sesuatu yang aneh saat melewati alas Murbei, dan hanya temannya yang
Dibonceng ini yang diganggu, sedangkan ia tidak. Nur yang terkejut disertai bingung mengatakan "Lha iso isone lho, koe diganggu nang kono, wong aku ae ra ndelok opo-opo", (Lha bisa-bisanya lho, kamu diganggu disitu, padahal aku aja ga liat apa-apa). Setelah kejadian itu,
Mbak In merasakan telinganya panas sampai berhari-hari dan tidak kunjung hilang walau ia sudah mandi dan menyidamka air berulang kali ke telinganya yang diteriaki oleh sosok kepala terbang tersebut. Setelah seminggu sejak kejadian itu, barulah rasa panas pada telinga Mbak In
Hilang dengan sendirinya. Walau mendapatkan pengalaman seperti itu tidak membuat Mbak In kendur saat melewati alas Murbei, ia tetap seperti biasanya, apabila ada kepentingan di luar desanya yang mengharuskannya untuk pergi, ia akan pergi walau harus melewati alas Murbei
Dengan beragam sambutan dari para penghuninya yang tidak akan disangka oleh siapa saja yang melewatinya pada malam hari. Oh iya, ada hal yang lupa saya ceritakan tentang alas Murbei ini. Jalan yang biasa dilintasi oleh penduduk desa Karangkidul maupun penduduk desa lain
Yang hanya sekedar melintas adalah jalan yang lebar, dengan kondisi baik dan sudah teraspal, serta dapat dilaui oleh motor, mobil maupun truk berukuran sedang. Namun penerangan pada jalan di areal alas Murbei ini tidak ada sama sekali, walau baru pada tahun 2019 sudah mulai ada
Penerangan berupa lampu berwatt kecil yang dipasang di beberapa titik sepanjang alas Murbei. Jembatan kecil yang merupakan titik paling sering terjadinya gangguan terhadap pengguna jalan yang melintas, terdapat banyak penghuni dari alas Murbei tersebut yang duduk-duduk
Dan menunggu manusia yang akan lewat di jembatan itu, dan hanya yang memiliki kemampuan melihat dimensi lain yang dapat melihatnya. 'Mereka' menunggu manusia yang akan lewat lalu menjahilinya, namun tidak semua orang yang lewat disitu mendapatkan gangguan. Para penghuni yang
Menunggu di jembatan tersebut akan memilih korbannya untuk ditakuti, dan biasanya pengguna jalan yang akan melintasi tempat ini akan mendapatkan tanda berupa perasaan tidak enak yang datang secara tiba-tiba saat mereka hendak berangkat dari rumahnya dan melewati alas Murbei ini.
Para penghuni di alas Murbei ini adalah mereka yang mempunyai bentuk dan wujud beraneka ragam, mulai dari potongan tubuh manusia yang tak utuh, makhluk berukuran kecil, hewan seperti Kerbau namun berukuran sangat besar, anak kecil yang duduk bergerombol di jembatan tadi,
Kepala terbang dengan taring panjang, pocong, makhluk merangkak berambut panjang yang menghalang di tengah jalan, hingga sundel bolong. Baiklah, kita lanjut ke cerita tentang gangguan di hutan ini. Selanjutnya korban lain dari penghuni alas Murbei ini adalah seorang pria
Seorang pria paruh baya, yang memang sudah seringkali lewat alas Murbei ini. Suatu ketika saat hari menjelang petang, dan sudah hampir masuk waktu Maghrib, Karjo (bukan nama sebenarnya) sedang dalam perjalanan pulang dari kota dan hendak kembali ke desanya di Karangkidul.
Ia mengendari sepeda motor seorang diri. Dengan kecepatan sedang Karjo yang memang saat itu hendak menuju rumahnya seperti biasa melewati alas Murbei untuk menuju rumahnya. Saat perjalanan Karjo telah sampai ladang persawahan sebelum alas Murbei, Karjo tidak melihat seorangpun
Yang searah pulang dengannya, dan waktu Maghrib pun tiba. Karjo yang seorang diri dengan sepeda motornya setelah melewati persawahan akhirnya hampir sampai di alas Murbei. Saat Karjo baru memasuki alas Murbei dengan motornya, tiba-tiba saja dari rerimbunan pohon jati
Yang berada di utara Jalan alas Murbei tampak ada kain putih yang terbang kearah Karjo. Karjo yang melihat hal itu tentu saja panik bukan main, pasalnya dia hanya seorang diri di tempat itu, dengan kondisi hutan yang sudah nyaris gelap. Karjo melihat sesosok Sundel Bolong
Sundel Bolong terbang menghampirinya yang sedang mengendarai motor seorang diri. Sial memang nasib Karjo kali ini, Sundel bolong tersebut meringis dan terbang persis di samping Karjo yang masih mengendarai motor. Karjo yang menyadari disampingnya ada Sundel Bolong tersebut
Langsung menambah kecepatan motornya dengan menarik gas motor ditangannya. Tapi masalahnya, kecepatan motor Karjo hanya seperti kecepatan sepeda yang dikayuh dengan santai, padahal Karjo sudah berulang kali menambah gigi motor dan menggeber gas motornya sekuat mungkin,
Tapi motor Karjo seperti ada sesuatu yang menahannya dari belakang sehingga Karjo tidak dapat ngebut untuk kabur dari Sundel bolong tersebut. Karjo yang masih panik malah melihat kesamping dan tepat di depan wajahnya Sundel Bolong tersebut meringis sambil tertawa terbahak-bahak
Seperti menertawai Karjo yang sudah susah payah ngebut namun tak ada hasilnya. Sundel Bolong tersebut masih saja "mengawal" perjalanan Karjo sambil tertawa dengan suara mengerikan "khhaaaakkkhaaakhhaaakkhhhaaa". Karjo nyaris saja pingsan di perjalanan, ia bahkan sampai
Berucap dengan nada panik "uwess yoooo aku rep mulehh ojo mbok gangguuu" (udahh donkk aku mau pulang, kamu jangan gangguu). Sundel Bolong yang mendengar Karjo berucap seperti itu malah tertawa, sambil menunjukkan wajah mengerikannya persis di samping Karjo yang masih
Susah payah untuk ngebut namun sia-sia. Setelah sekitar 300 meter dari titik Karjo dikerjai oleh Sundel Bolong tadi, akhirnya Sundel Bolong tadi pergi dengan sendirinya saat Karjo sudah hampir meninggalkan area alas Murbei. Karjo dengan nafas terburu-buru dan keringat
Yang bercucuran akhirnya sampai di rumahnya di desa Karangkidul. Namun baru saja ia memarkirkan motornya dan hendak masuk ke dalam rumahnya, Karjo langsung jatuh pingsan. Istrinya yang melihat Karjo datang-datang dan ambruk langsung berteriak minta tolong kepada tetangganya
Dan Karjo langsung ditidurkan di atas dipan (tempat tidur dalam bahasa Jawa). Saat Karjo sadar, ia masih shock dengan kejadian yang dialaminya tadi. Beberapa tetangga Karjo yang penasaran dengan apa yang terjadi dengan Karjo menanyakan mengapa Karjo bisa pingsan saat pulang
Ke rumahnya. "Koe ki ngopo to Jo, bar muleh kerjo tekan omah langsung semaput nang gon?" (kamu tu kenapa Jo, baru pulang kerja kok langsung pingsan di tempat?). Karjo yang masih terlihat shock sembari meminum teh hangat yang disediakan langsung istrinya menceritakan hal yang
Terjadi dengan dirinya. "Aku ki mau lewat alas Murbei, lagi mlebu alas ono sundel bolong mabur nyedak nang montorku, motorku tak banterno ra iso mlayu, sundel bolonge ngguyu ae nang sampingku, untunge aku ra semaput nang dalan". (Aku tadi lewat alas Murbei, baru masuk hutan
Baru masuk hutan ada sundel bolong terbang kearahku, motor sudah kutambah kecepatannya tapi gak nambah-nambah larinya. Sundel bolongnya malah tertawa disampingku, untungnya tadi gak pingsan di jalan), ucap Karjo kepada para tetangganya yang berkerumun di rumahnya pada malam itu
Salah satu tetangganya yang mendengar penuturan Karjo mengiyakan ucapan Karjo. Ia mengatakan bahwa sebelum Karjo mengalami kejadian sial seperti ini, ada warga desa Karangkidul lain yang juga mengalami hal serupa, dengan kronologis yang hampir sama, hanya saja berbeda tempat
Dimana kemuculan Sundel Bolong tersebut berawal. Apabila Karjo dikerjai pada saat pulang bekerja, warga desa Karangkidul yang sebelumnya dikerjai oleh Sundel Bolong ini ia hendak berangkat menuju desa G******. "Wingi yo ono sing lewat arep nang G****** nganggo montor,
Yo podo ro koe, tapi demite iki soko kebon gedang nang lore kreteg alas Murbei". (Kemarin ada juga warga yang lewat pas mau pergi ke G******, pake motor, ya sama kaya kamu, tapi si sundel bolong ini munculnya dari kebun pisang sebelah utara Jembatan alas Murbei), ucap salah satu
Tetangga Karjo. Para Tetangga Karjo yang berkumpul di rumah Karjo juga saling bercerita, bahwa memang di alas Murbei ini salah satu gangguan yang kadang didapatkan oleh pengendara motor dari kamu lelaki adalah kemunculan Sundel Bolong yang "mengawal" perjalanan warga desa
Karangkidul, baik saat pergi maupun pulang menuju desa. Setelah mengalami kejadian tersebut, Karjo menghindari waktu pulang saat waktu menjelang Maghrib, ia akan pulang saat sore hari, dan jangan sampai ia masuk area alas Murbei saat waktu Maghrib atau malam hari, karena
Karena selain kondisi alas Murbei yang benar-benae gelap gulita pada malam hari tanpa penerangan, juga karena kejahilan para penghuninya yang sudah menunggu korbannya untuk diberi "surprise" yang tak akan dapat dilupakan korbannya seumur hidup. Kisah lain dari warga desa
Karangkidul yang diganggu di jalan alas Murbei datang dari seorang pria tua, yang pada saat itu ada keperluan yang mengharuskannya pergi malam hari keluar dari desanya. Sebut saja namanya Pakde Supri, Pakde Supri mendapatkan undangan dari kawannya yang berlokasi di luar
Desa Karangkidul. Waktu itu jam menunjukkan hampir pukul 9 malam, Pakde Supri yang sudah bersiap berangkat dari rumahnya langsung menyalakan motornya. Setelah berpamitan pada istrinya, ia berangkat menuju rumah tempat kawannya yang mengundangnya. Rumah kawan Pakde Supri
Berlokasi di perkampungan sebelum masuk desa G******. Pakde Supri berangkat seorang diri, dengan motornya ia berangkat dari rumah sembari menghisap kretek kesukannya. Di jalan desa Karangkidul ia melihat ke kanan dan kiri, sudah sepi, tidak tampak aktifitas penduduk
Desa Karangkidul, karena memang di desa biasanya setelah waktu Isya' maka kondisi desa akan sepi dari aktifitas dan warga lebih banyak menghabiskan waktunya di dalam rumahnya. Sembari menghisap kretek Pakde supri sedikit menambah kecepatan motornya, dan sampailah ia di area
Alas Murbei. Pakde Supri tidak memikirkan hal yang aneh-aneh masih tegap mengendarai motornya semakin masuk ke dalam areal hutan. Namun baru saja masuk area alas Murbei, Pakde Supri melihat ada seperti gerombolan hewan ternak memenuhi jalan. Saat ia semakin mendekati gerombolan
Hewan tersebut, Pakde Supri sangat terkejut karena yang dilihatnya adalah puluhan ekor kerbau yang berjajar memenuhi sepanjang jalan alas Murbei. Tapi hal yang membuatnya agak ketakutan adalah bentuk dari puluhan kerbau ini yang berukuran sangat besar dengan tanduk di kepalanya
Dengan mata menyala yang hampir semuanya mengarah melihat kearah Pakde Supri. Pakde Supri hanya bisa diam diatas motornya yang masih menyala, ia tidak dapat berbicara dan hanya menunggu kumpulan kerbau misterius tersebut. Pakde Supri hanya bisa beristighfar dan
Menyebut nama Allah banyak-banyak. Ia seorang diri di tengah hutan ini dengan puluhan Kerbau misterius yang menatap tajam kearah Pakde Supri. Pakde Supri masih menunggu gerombolan makhluk tersebut untuk minggir. Sambil sesekali membunyikan klakson, puluhan kerbau
Berukuran sangat besar tersebut tidak bergeming sama sekali walau sudah diklakson oleh Pakde Supri. Pakde Supri yang hampir putus asa masih terus berdzikir sebisanya agar dirinya tidak mendapatkan sesuatu yang bisa membuatnya celaka. Setelah menunggu sekitar 10 menit
Barulah puluhan kerbau misterius tersebut berjalan menjauh dari jalan dan masuk ke area alas Murbei dan menghilang ditelan kegelapan. Pakde Supri yang melihat kejadian tersebut dengan mata kepalanya sendiri langsung meneruskan perjalanannya menuju rumah kawannya. Ia masih bingung
Bercampur trauma karena telah melihat puluhan Kerbau bertanduk berukuran sangat besar yang berjajar memenuhi jalan alas Murbei. Bagaimana mungkin ada kerbau dengan ukuran hampir seperti gajah dengan mata menyala bisa ada di tengah hutan malam-malam, dan berjajar menutupi jalan
Dan pasti akan membuat siapa saja yang melihatnya ketakutan. Apabila Pakde Supri melihat puluhan Kerbau misterius di tengah alas Murbei, lain halnya dengan Mbah Sunardi (bukan nama sebenarnya). Mbah Sunardi yang sudah tinggal lama di desa Karangkidul memang sudah mengetahui
Bagaimana kondisi di alas Murbei dengan beragam penghuninya. Mbah Sunardi yang biasa berjalan kaki saat bepergian dari desa Karangkidul menuju ke tempat lain tidak pernah merasa lelah walau jarak yang ditempuhnya sangatlah jauh, walaupun sudah tua, ia masih kuat berjalan jauh.
Baiklah kita lanjutkan ceritanya. Sebentar, kepala saya agak pusing ini 😅. Masih ada dua cerita lagi terkait alas Murbei ini, yang satu tentang gangguan di jembatan, dan yang satu lagi tentang aktivitas "Kampung Ghaib" yang berada di Alas Murbei. Mohon maaf ya bila ada typo. ☺
Kita mulai cerita selanjutnya dari seorang remaja yang berusia sekitar 17 tahun, yang merupakan warga desan Karangkidul. Dia merupakan keponakan dari Mbak In, wanita yang sebelumnya pernah merasakan pengalaman diganggu makhluk penunggu alas Murbei. Rawi, nama dari remaja ini
Dia merupakan seorang remaja laki-laki yang saat itu masih sekolah di salah satu Madrasah Aliyah di N****. Rawi yang saat itu masih sekolah, menggunakan motor sebagai kendaraannya untuk menuju ke tempatnya belajar. Dan Rawi saat pergi ke Sekolah maupun pulang biasanya
Melewati jalur perlintasan kereta tanpa penjaga dan palang pintu, karena jalur inilah rute tercepat menuju ke sekolahnya. Saat akhir pekan tiba Rawi biasanya menghabiskan waktu di rumahnya ataupun beraktifitas di desanya, Karangkidul sebagai seorang remaja Masjid setempat.
Rawi memang seorang yang rajin beribadah. Walaupun usianya masih tergolong muda, Ia sering menjadi Imam sholat Maghrib dan Isya' berjamaah di langgar (sebutan untuk musholla di Jawa Timur) di dekat rumahnya. Sebagai seorang remaja yang religius, Rawi sudah terbiasa saat melewati
Alas Murbei walaupun itu tengah malam sekalipun. Baginya yang harus ditakuti hanyalah Pengeran (Allah SWT) semata. Sudah banyak cerita mengenai gangguan dari penunggu Alas Murbei yang Rawi dengar, baik dari cerita Mbak In, maupun cerita orang lain di kampungnya.
Namun Rawi tak gentar sekalipun dengan ancaman yang mungkin datang saat ia melewati alas Murbei. Singkat cerita, Rawi yang saat itu hendak pulang dari desa G****** karena ada kegiatab disana, seperti biasa menggunakan motornya untuk perjalanannya pulang. Saat itu waktu
Sudah malam. Ia pulang seorang diri dari desa G****** dengan mengenakan jaket kesayangannya untuk menghangatkan tubuhnya saat malam telah tiba. Rawi mengendarai motor dengan kecepatan hanya 20 KM/Jam karena memang ia ingin menikmati perjalanan walau diwaktu malam sekalipun.
Sambil mengendarai motornya, ia melihat ke kanan dan kiri, hanya pemandangan sawah gelap dan rumah penduduk yang pintunya sudah tertutup rapat. Hanya suara hewan malam yang menemani perjalanan Rawi saat itu. Akhirnya setelah sekian menit tibalah Rawi di gapura
Gapura ucapan selamat datang memasuki desa Karangkidul, dengan sambutan berupa persawahan luas di kanan dan kiri Rawi, ia memandang dengan tatapan biasa, sambil menandungkan syair Sholawat Nabi kesenangannya, ia terus mengendarai motornya. Sampailah Rawi
Di titik masuk alas Murbei, yang Rawi lihat hanya pemandangan gelap gulita di kanan dan kirinya, tak tampak sama sekali cahaya penerangan karena memang tidak ada penerangan di alas Murbei ini. Ia hanya mengandalkan sorot lampu motornya sebagai penunjuk jalannya.
Rawi masih santai saat mengendarai motornya. Saat didepannya sudah tampak jembatan yang menjadi titik rawan gangguan, Rawi masih fokus melihat kedepan memastikan tidak ada hewan yang melintas menyeberang di tengah jalan. Saat motor Rawi sudah beberapa meter mendekati jembatan
Jembatan alas Murbei, tiba-tiba saja Rawi menghentikan motornya seketika. Ada hal yang tidak beres yang dilihat oleh Rawi di depannya. Jembatan alas Murbei yang biasa ia lewati kali ini berbeda, dan menjadi bercabang dua. Satu ke kanan dan satunya lagi ke kiri,
Dan semuanya sama-sama memiliki permukaan jalan yang mulus. Rawi masih duduk dan diam diatas motornya. Ia merasakan ada yang tidak beres dengan yang ada di depannya sekarang. Sebuah gangguan dari makhluk penunggu alas Murbei ini yang hendak mencelaki Rawi dengan membuat
Jembatan menjadi bercabang dua. Walaupun gangguan ini tidak berwujud seperti makhluk menyeramkan, namun Rawi berpikir ini adalah cara 'mereka' untuk mengelabui manusia yang akan lewat agar manusia tersebut memilih jalan yang salah dan membuatnya menjadi celaka. Padahal
Jembatan di depannya sebenarnya hanya lurus dan tidak bercabang seperti ini. Rawi masih diam di tempat memandangi pemandangan misterius di depannya. Ia memilih untuk tidak memilih salah satu jalan, karena apabila ia memilih salah satu jalan dari jembatan tersebut, maka
Rawi akan terjatuh kedalam parit kecil yang berada di bawah jembatan tersebut. Cukup lama Rawi menunggu jembatan yang bercabang dua tersebut. Sekitar setengah jam Rawi menunggu, sebuah kejadian di luar nalar terjadi di depan mata kepala Rawi. Jembatan yang tadinya bercabang dua
Perlahan-lahan menyatu dan kembali seperti sedia kala, sama seperti jembatan Alas Murbei yang biasa ia lalui. Akhirnya setelah Rawi melihat jembatan tersebut menyatu dan normal kembali, ia tancap gas dan melanjutkan perjalanannya ke rumahnya di Karangkidul.
Sebentar ya, saya ngeteh dulu. Kepala lagi pusing 😅...
Baiklah. Kita lanjutkan ceritanya tentang Mbah Sunardi setelah diselingi cerita dari Rawi. Kisah Mbah Sunardi kali ini akan berisi tentang pengalamannya mampir di sebuah hajatan ghaib di alas Murbei. Mbah Sunardi yang memang sudah berusia tua, beliau sudah terbiasa
Pergi kemanapun dengan berjalan kaki. Baik saat pergi ke sawah, ke pasar, ke desa G******, ke kota, maupun pergi untuk keperluan lainnya. Mbah Sunardi yang memang sudah tinggal sejak lama di desa Karangkidul sudah tahu apa itu alas Murbei dan bagaimana keadaan di dalamnya
Baik saat siang hari maupun pada malam hari. Mbah Sunardi juga mengetahui bagaimana gangguan yang dilancarkan oleh para penghuni di alas Murbei. Selain itu, Mbah Subardi juga paham mengenai keberadaan kampung atau aktifitas yang tak dapat dilihat oleh mata manusia biasa.
Pada suatu malam Mbah Sunardi sedang tidak berada di rumahnya. Ia sedang berada di luar desa Karangkidul karena ada suatu urusan dengan penduduk di desa tersebut. Mbah Sunardi walaupun pada saat malam hari ia tidak gentar walau harus berjalan kaki sendirian. Kebetulan desa yang
Desa yang menjadi tempat berlangsungnya urusan dan mengharuskan Mbah Sunardi untuk datang tidak begitu jauh dari desa Karangkidul. Setelah urusan selesai, Mbah Sunardi kemudian pamit kepada tuan rumah dan warga yang ada di tempat tersebut untuk pulang. Mbah Sunardi yang berjalan
Yang berjalan kaki, tak menghiraukan kondisi pada malam itu yang memang agak dingin, ia tetap melanjutkan perjalanan pulangnya. Mbah Sunardi hanya berbekal dengan rokok kretek kesukaannya tatkala ia bepergian. Saat malam itu, disaat udara malam sedang dingin, Mbah Sunardi
Sembari menghisap kretek yang sudah dibakarnya saat sebelum ia berjalan pulang. Ia berjalan dengan santai, tanpa terburu-buru. Walaupun kondisi jalan yang mengarah ke desa Karangkidul gelap Mbah Sunardi masih hafal dengan rute yang biasa ia lewati. Ia melewati persawahan
Yang pada malam itu hanya suara katak sawah dan jangkrik yang ikut menemani perjalanan pulang Mbah Sunardi. Mbah Sunardi masih tetap dengan langkah santainya, menyusuri setapak demi setapak jalan yang ia lewati. Di depannya sudah tampak barisan pohon tinggi yang lebat.
Dimana barisan pohon yang menjulang tinggi itulah tanda ia akan segera memasuki kawasan alas Murbei. Mbah Sunardi dengan santainya menghisap dan menghembuskan kretek yang diapit di jari tangannya. Saat beberapa langkah ia akan masuk ke dalam alas Murbei, telinga Mbah Sunardi
Seperti mendengar sayup-sayup suara keramaian dan suara gamelan campursari. Ia tak bergeming, mungkin menurutnya ini adalah sayup-sayup suara warga yang sedang mengadakan hajatan di kampungnya, Karangkidul. Tapi tunggu dulu, saat itu, di desa Karangkidul sedang
Tidak ada acara hajatan pernikahan atau Kenduren (acara hajatan dalam bahasa Jawa). Mbah Sunardi berpikir apakah ini adalah sayup-sayup suara hajatan dari desa tetangga? Tapi masalahnya adalah, desa tetangga yang paling dekat dengan desa Karangkidul jaraknya termasuk jauh,
Dan keadaan sekitar tempat Mbah Sunardi sedang berjalan kaki saat ini dikelilingi oleh hutan, ladang, dan persawahan yang luas. Mbah Sunardi masih terus melanjutkan langkahnya, ia masih tetap dengan langkah kakinya yang santai. Saat ia sampai di jembatan alas Murbei dengan
Keadaan yang gelap gulita, ia tidak melihat adanya gangguan atau sesuatu yang janggal di depannya. Mbah Sunardi lewat dengan santainya di jembatan tersebut. Namun suara dari riuh keramaian dan gamelan tersebut semakin jelas. Mbah Sunardi yang semakin masuk ke dalam areal hutan
Semakin mendengar suara keramaian dan gamelan tersebut. Ia melihat dari kejauhan tampak ada cahaya lampu yang banyak, dan banyak orang yang berkumpul di tempat itu. Tempat tersebut layaknya seperti tempat dilangsungkannya acara hajatan pernikahan. Mbah Sunardi
Yang penasaran dengan apa yang ada di kejauhan tersebut membuatnya mendekati sumber cahaya dan keramaian. Dan benar saja, suara riuh keramaian dan gamelan ternyata berasal dari orang yang sedang melangsungkan hajatan di tempatnya saat ini berdiri. Tapi tunggu,
Mbah Sunardi belum sampai di desanya, Karangkidul. Ia masih di tengah alas Murbei. Ia berpikir siapakah yang melangsungkan hajatan di tengah hutan begini. Mbah Sunardi melihat banyak orang lengkap dengan pakaian seperti orang yang sedang menghadiru undangan sedang lalu-lalang
Dan melihat gapura selamat datang bagi para tamu undangan. Mbah Sunardi yang penasaran bercampur heran, menghampiri acara hajatan tersebut. Saat Mbah Sunardi sudah di depan tempat acara tersebut, penyambut tamu langsung mempersilaka Mbah Sunardi untuk masuk ke dalam
Tempat dilangsungkannya hajatan tersebut. Mereka yang ada di tempat itu, berpakaian rapi, tampan dan cantik, serta berbusana seperti orang sedang menghadiri hajatan. Mbah Sunardi dipersilakan masuk oleh penyambut tamu menggunakan bahasa Jawa. "Monggo Pak, mlebet. Pinarak meriki"
(Silakan Pak, masuk ke dalam. Mampir kesini). Mbah Sunardi yang sudah dipersilakan masuk oleh penyambut tamu langsung masuk ke dalam tempat acara. Ramai benar keadaan disana, banyak tamu undangan yang hadir, pengantin, lengkap dengan hiburan berupa campursari disertai gamelan
Mbah Sunardi dengan takjubnya ia melihat berbagai menu yang disajikan di acara tersebut. Banyak makanan dan minuman yang menggiurkan dan membuat siapa saja yang melihatnya akan melahapnya karena memang makanan dan minuman apapun ada disitu. Semua tampak nyata. Seperti kita
Sedang menghadiri acara pernikahan kerabat kita. Tentu kita sebagai tamu undangan akan makan hidangan yang ada disitu bukan? Namun Mbah Sunardi walaupun takjub dengan apa yang sedang dilihatnya sekarang tidak sedikitpun memakan hidangan di acara hajatan itu. Sampai-sampai
Petugas yang membantu terlaksananya hajatan menawarkan hidangan untuk dimakan oleh Mbah Sunardi. "Niki loh Pak monggo, kathah sing enak-enak, dinikmati mawon". (Ini loh pak silakan, banyak yang enak-enak, dinikmatin aja). Ucap salah satu orang yang berada di hajatan tersebut.
Namun Mbah Sunardi dengan halus menolaknya. "Nggeh pak matursuwun.." (Iya pak terima kasih). Setelah puas melihat-lihat acara hajatan tersebut Mbah Sunardi pulang ke rumahnya. Namun sebelum pulang ia dibawakan oleh-oleh berupa bingkisan hidangan dari petugas hajatan tersebut.
"Niki pak bingkisan kangge jenengan, kangge keluargane jenengan" (ini pak bingkisan buat bapak, buat keluarganya bapak). Mbah Sunardipun menerima bingkisan berisi makanan dari hajatan yang diberikan oleh salah satu petugas di hajatan tersebut. Setelah itu, Mbah Sunardi
Pamit pulang kepada orang-orang yang ada di acara tersebut. Mbah Sunardi melangkahkan kakinya menuju jalan di Alas Murbei. Namun baru beberapa langkah Mbah Sunardi meninggalkan acara tersebut dan Mbah Sunardi menengok ke belakang, ia sangat terkejut karena yang dilihatnya
Saat ini adalah hutan gelap gulita, tak ada apapun, tak ada cahaya penerangan, dan tak ada aktivitas apapun di belakangnya. Mbah Sunardi sadar ia masih berada di alas Murbei, dan yang ia alami barusan sungguh kejadian yang tak akan dilupakannya. Mbah Sunardi bergegas pulang
Menuju rumahnya di Karangkidul. Ia mempercepat langkah kakinya. Setelah ia sampai di rumahnya, ia kemudian masuk ke dalam rumah dan ada istri beserta anak Mbah Sunardi. Mbah Sunardi masih membawa bungkusan yang didapatnya tadi dari acara hajatan misterius di tengah hutan.
Istri mbah Sunardi menanyakan apa yang dibawa oleh suaminya itu. "Pak niku nggowo opo?" (Pak itu bapak bawa apa). Mbah Sunardi menjawab "Iki aku bar ko hajatane wong dikon mampir iki kon gowo" (ini aku tadi habis dari acara hajatannya orang, tadi disuruh mampir, ini disuruh bawa)
Akhirnya mereka membuka bingkian yang berisikan hidangan dari acara hajatan tersebut. Mbah Sunardi membuka bingkisan tersebut, namun Mbah Sunardi dan istri serta anaknya sangat terkejut dengan isi dari bingkisan tersebut. Isi dari bingkisan yang dikiranya makanan lezat
Ternyata berisi Tai Celeng (kotoran Babi Hutan, bahasa Jawa). Alangkah terkejutnya mereka semua. Mbah Sunardi yang kaget langsung membuang bingkisan aneh tersebut ke luar rumahnya. Ia mengatakan bahwa beruntung dirinya tidak makan di tempat hajatan tersebut, karena
Yang Mbah Sunardi lihat hanyalah tipuan belaka dari mereka, para penghuni alas Murbei yang sedang melangsungkan acara hajatan di kediaman mereka tinggal. "Untunge aku ra sido mangan nang kono, nek mangan nang kono podo ae mangan tai aku" (untung saya tidak jadi makan disana,
Kalau jadi makan di sana sama aja makan kotoran aku), ucap Mbah Sunardi kepada anak dan Istrinya.
Oke. Nanti akan kita lanjutkan threadnya. Bisa dibaca buat yang ga keluar rumah saat malam tahun 2020.
Cerita tentang Mbah Sunardi yang mengalami kejadian aneh saat ia tidak sengaja mampir ke keramaian penghuni alas Murbei tentu merupakan hal yang tidak semua orang bisa mengalaminya. Disuguhi berbagai hidangan nikmat lengkap dengan hiburan yang ada di tempat mungkin dapat membuat
Membuat siapa saja dapat dibuat lupa, bahwa itu semua hanyalah ilusi yang dibuat 'mereka', para makhluk yang berbeda dimensi dengan kita. Untung saja Mbah Sunardi tak langsung mengiyakan ajakan orang yang ada di acara hajatan tersebut. Bila Mbah Sunardi mengiyakan ajakan untuk
Makan hidangan di tempat yang tak dikenalnya tersebut, mungkin sudah lain ceritanya. Hmm kembali lagi ke cerita gangguan dari makhluk penunggu alas Murbei. Kali ini datang dari anak Mbak In sendiri, yaitu Dian. Dian merupakan anak kedua dari tiga bersaudara. Dian yang merupakan
Seorang perempuan yang telah bekerja di salah satu Perusahaan yang berada di wilayah Sragen, Jawa Tengah (sengaja saya tak sensor). Jam kerjanya adalah pada pagi hari sampai sore, namun kadang ada pembagian shift kerja dan mengharuskannya untuk pulang lebih larut malam.
Dian mempunyai seorang kakak laki-laki, yang tinggal di Semarang. Kendaraan yang selalu digunakan oleh Dian untuk pergi ke tempatnya bekerja adalah motornya sendiri, yang didapat dari hasil jerih payahnya menabung upah dari hasil kerja kerasnya selama ini. Dian juga sudah tau
Sudah tau betul tentang Ibunya, Mbak In yang memiliki kepekaan terhadap dunia lain. Apabila Mbak In mendapatkan pengalaman diganggu makhluk penunggu alas Murbei, ia akan menceritakannya juga kepada Dian. Dian juga sering bepergian ke kota maupun desa lain diluar desa Karangkidul
Menggunakan motornya, baik melalui jalur alas Murbei, maupun jalur perlintasan kereta tanpa palang pintu dan penjaga. Ia juga sudah tau beragam cerita yang berkembang di lingkungan tempatnya tinggal tentang Kewingitan (Keangkeran) alas Murbei. Dian sebenarnya perempuan yang
Agak penakut. Apabila ia sedang mendengarkan cerita tentang alas Murbei baik dari Ibunya secara langsung maupun orang lain, ia akan mengatakan bahwa jangan sampai dirinya mendapatkan pengalaman diganggu makhluk alas Murbei seperti yang lain. Singkat cerita, Dian yang saat itu
Kebetulan mendapatkan jatah shift dan waktu pulang kerjanya adalah pada tengah malam. Karena shift kerja yang didapatkan mulainya pada siang hari, sehingga Dian biasanya berangkat pada pukul 1 siang, karena memang jarak antara rumahnya dengan tempatnya bekerja termasuk jauh.
Berangkatlah Dian siang itu menuju tempatnya bekerja yang berada di wilayah Sragen, Jawa Tengah. Ia berangkat dari rumahnya di Karangkidul seorang diri. Hanya berbekal makanan ringan dan air mineral, ia berangkat mengendarai motor matic kesayangannya. Dikendarailah motornya itu
Dengan kecepatan antara 40-80 Km/Jam. Dian memang tidak suka kebut-kebutan saat mengendarai motor. Baginya, keselamatan merupakan hal yang harus diprioritaskan saat mengemudikan kendaraan baik jarak dekat maupun jauh. Dian mempunyai seorang adik perempuan, Putri namanya.
Berbeda dengan Dian, Putri merupakan seorang perempuan yang tidak bisa mengendarai motor dalam kecepatan rendah. Ia akan sangat bersemangat memacu motornya dengan kecepatan sekitar 80-100 Km/jam saat di jalanan. Ia juga bekerja, namun tempatnya bekerja berada lebih jauh
Dari tempat kakaknya bekerja, di wilayah Masaran, Sragen. Oke, kembali ke cerita Dian. Saat ia sudah sampai di tempatnya bekerja, ia langsung memarkirkan motornya di tempat parkir khusus karyawan. Ia bukan satu-satunya wanita yang bekerja di tempat itu. Banyak wanita lain yang
Juga ikut bekerja di tempat tersebut. Setelah Dian selesai bekerja, tibalah waktunya untuk pulang ke rumahnya di Desa Karangkidul. Waktu selesai bekerjanya kala itu pada malam hari, sekitar pukul 10 malam. Setelah pekerjaan selesai dan ia keluar dari tempatnya bekerja, Dian
Dian langsung menuju parkiran motor. Ia menghampiri tempat dimana motornya diparkirkannya di area parkir tersebut. Ia menaikkan standart motor dan tak lupa memakai helm serta jaket untuk mencegahnya masuk angin saat kondisi malam yang tentu anginnya akan sangat berbeda
Dengan angin pada siang hari. Dinyalakanlah motornya tersebut. Lalu berangkatlah Dian menuju kediamannya di Karangkidul. Kali ini ia lewat jalur selatan, jalur dimana kita harus melewati desa G****** untuk sampai ke desa Karangkidul karena jalur inilah rute tercepat menuju kesana
Setelah motor yang ia kendarai sampai di desa G******, ia melihat keadaan di desa G****** sudah sepi, karena waktu sudah menunjukkan hampir pukul 10.30 malam, dan sebagian penduduk sudah dalam mimpi mereka masing-masing. Setelah Dian melewati desa G******, ia sampai
Di sebuah pertigaan jalan. Apabila ia lurus, maka akan melewati perlintasan kereta api dengan penjagaan. Apabila ia belok ke arah timur/kanan, maka itu adalah jalan menuju desa Karangkidul tempat kediamannya. Dian berbelok ke arah kanan, kali ini ia tidak terlalu kencang
Mengendarai motornya, selain karena angin malam yang dingin, juga karena mengantisipasi kondisi jalan yang memang gelap, walau ia memiliki sorot lampu motor sebagai penunjuk jalannya. Dian melihat lurus ke depan, berkonsentrasi karena memang Dian sedikit ngantuk akibat lelah
Setelah bekerja. Beberapa meter di depannya sudah terlihat rerimbunan pohon alas Murbei, yang tak tampak warna daunnya karena memang menyatu dengan kegelapan malam. Ia masih fokus mengendarai motornya malam itu, sendirian, tak ada seorangpun di alas Murbei selain dirinya.
Di tengah kegelapan malam, ia berusaha menegarkan dirinya walaupun sejujurnya Dian agak was was saat melewati alas Murbei. Ia melihat arah depannya, sudah tampak jembatan tua yang akan menyambutnya, hanya cahaya lampu motor yang menyinari jembatan tersebut. Dian masih fokus
Menatap jembatan yang ada di depannya. Saat Dian sudah sampai di tengah jembatan alas Murbei tersebut, tiba-tiba saja motor yang ia kendarai berhenti. Padahal mesin motor yang ia tunggangi masih menyala dan meraung. Dian yang bingung saat motornya tiba-tiba saja berhenti
Menjadi panik karena tidak seperti biasanya ia mengalami kejadian seperti ini. Sambil berdzikir Dian terus berusaha menarik tuas gas agar motornya bisa kembali berjalan, namun belum juga membuahkan hasil. Motornya masih terus meraung karena tidak dapat dijalankan
Beberapa saat kemudian tiba-tiba saja motor Dian seperti digoyang-goyangkan ke kanan dan ke kiri tanpa sebab. Dian yang semakin panik berteriak ketakutan karena motornya terus digoyang-goyangkan oleh sesuatu tak kasat mata ke kanan dan ke kiri, ia berusaha dengan kuat
Mengendalikan motornya agar dirinya tak terjatuh ke aspal. Sambil berdzikir Dian masih terus berusaha agar motornya dapat kembali berjalan normal. Namun motornya masih saja tak dapat dikendalikan karena seperti digerakkan dengan kekuatan ghaib yang tak dapat dilihat oleh Dian
Namun Dian masih tetap berusaha agar dirinya dapat melanjutkan perjalanannya pulang. Setelah berjuang susah payah sembari berteriak karena ketakutan, motor Dian yang berguncang sendiri tiba-tiba berhenti berguncang dengan sendirinya. Dianpun mencoba menarik tuas gas, dan berhasil
Dan langsung melanjutkan perjalananna pulang menuju rumahnya. Sesampainya di rumah ia langsung tidur, namun masih teringat dengan jelas apa yang baru saja ia alami. Ibunya, Mbak In sudah terlelap tidur, sehingga Dian tidak membangunkannya, takut mengganggunya. Dian baru
Menceritakan kerjadian yang ia alami pada Ibunga keesokan harinya. Pagi hari itu, yang kebetulan libur kerja, Dian bangun dari tidur saat matahari sudah beranjak naik. Dirapikanlah tempatnya tidur dari selimut dan dari kondisi berantakannya hingga rapi seperti semula. Dian keluar
Dian keluar dari kamarnya dan ia melihat Ibunya sedang menyapu di depan rumahnya, dihampirilah Ibunya tersebut. Dian yang masih teringat jelas bagaimana ia mengalami motornya diguncang dengan kekuatan tak terlihat langsung memberitahukan kepada Ibunya apa yang ia alami
"Mak moso to, wingi aku ki muleh ko kerjo, pas nang kreteg alas Murbei ki motorku koyo ono sing nyekel, digoyang goyang banter ngono, tak gas ra iso mlaku motore mak". (Bu masa kemarin aku tuh pulang kerja, pas sampe jembatan alas Murbei motorku seperti ada yang megang terus
Terus digoyang-goyang dengan keras gitu, aku gas motornya tapi ga bisa jalan mak). Mbak In yang sembari menyapu halaman depan rumahnya sembari mendengar cerita dari anaknya tersebut berucap sembari memberi nasihat, "yaampuun, kok iso ngono, tapi koe rapopo to Yan?" (Yaampuun,
Tapi kamu gak papa kan yan?). "Alhamdulillah mak rapopo, tapi yo aku keweden dewean nang kono raono sing nulungi" (Alhamdulillah mak gak apa apa, tapi aku ketakutan sendirian gak ada yang nolongin). Ucap Dian kepada Ibunya. Mbak In melanjutkan, "Sesok nek lewat kono jo lali
Jo lali klakson, soale ki demit kono do nang kreteg kui nglumpuk'e". (Besok kalo lewat situ jangan lupa kasih klakson, soalnya setan penunggu disitu ngumpulnya ya di jembatan itu). Ucap Mbak In kepada Dian. Dian yang memang sedikit trauma dengan kejadian semalam mengiyakan
Nasihat Ibunya dan akan memberi klakson apabila melewati jembatan alas Murbei tersebut. Pengalaman Dian tidaklah seseram dengan pengalaman Ibunya, yang memang diganggu oleh penunggu alas Murbei dengan cara memberi "Surprise" secara langsung, namun apabila kejadian motor
Diguncang oleh kekuatan tak terlihat dan tak dapat dikendalikan, dan kita yang mengalaminya sendiri, mungkin reaksinya tentu akan berbeda-beda, tergantung seberapa kuat nyali orang tersebut saat mengalami kejadian tersebut. Oke, kita kembali ke pengalaman dari Mbak In, yang
Sering diganggu oleh penunggu alas Murbei secara langsung. Pengalaman Mbak In yang satu ini mungkin tidak seseram pengalamannya sebelumnya, saat ia ditampaki oleh sosok kepala manusia terbang, namun kali ini ia diganggu oleh penunggu alas Murbei dengan jenis gangguan yang hampir
Hampir sama, yaitu berbentuk potongan anggota tubuh tak sempurna. Siang itu, Mbak In dan anaknya, Dian, hendak membeli sesuatu di pasar desa G******, mereka berangkat menuju pasar G****** menggunakan motor matic milik Mbak In, dengan Mbak In sebagai pengemudinya.
Siang itu, kondisi cuaca cerah berawan, bersiaplah mereka menuju pasar G******. Saat Mbak In hendak menyalakan motor maticnya, tiba-tiba saja ia merasa Nggreges (rasa seperti panas dingin, Bahasa Jawa), Mbak In yang merasa badannya tiba-tiba menjadi tidak enak tanpa sebab
Tak memperdulikan apa yang ia rasakan. Ia pun langsung menyalakan motornya, dan menuntun motornya keluar dari rumah. Sementara Dian yang memang sudah siap dan berada disamping Ibunya ikut membantu Ibunya mendorong motor tersebut. Setelah motor berada di jalan desa, berangkatlah
Mereka berdua menuju pasar G******. Mbak In yang mengendarai motornya masih saja merasakan hawa tidak enak yang menyelimuti tubuhnya. Namun ia tidak menyeritakan apa yang dirasakannya pada anaknya. Perlahan motor yang mereka tumpangi sudah meninggalkan area rumah penduduk
Desa Karangkidul. Dan sampailah mereka di area hutan Murbei, dengan kondisi jalan yang mulus, Mbak In dengan santai mengendarai motornya. Ia melihat kedepan dengan jelas karena memang saat itu adalah siang hari, dengan kondisi cuaca cerah berawan. Namun saat Mbak In dan Dian
Sudah memasuki hampir pertengahan alas Murbei, Mbak In yang masih fokus mengendarai motornya dikagetkan dengan sesosok telapak tangan berukuran besar yang terbang dan langsung menampar wajahnya dari depan, dan langsung membuat pandangan mata Mbak In tiba-tiba menjadi gelap.
Mbak In langsung tidak bisa mengendalikan motornya langsung terperosok ke rerumputan tepi jalan dengan anaknya. Mbak In dan Dian yang masih tersungkur di tanah langsung berusaha bangun dan mendirikan motornya. Dian yang kebingungan mengapa Mbak In bisa keluar jalur padahal
Tidak ada halangan di depannya langsung menanyakan penyebab hal itu terjadi. "Eee, ngopo to ki mak, kok ngerti2 metu ko dalan langsung nyusruk nang suketan, po puyeng?" (Eee kenapa to ini mak, kok tiba-tiba keluar dari jalan langsung terperosok ke rumput). Mbak In yang masih
Bingung bercampur kesal karena dikagetkan dengan kejadian tersebut menjawab "meneng ae to, mau ono epek-epek tangan gede mabur napuk raiku nang tengah dalan" (dah diam saja, tadi ada telapak tangan besar terbang menampar mukaku di tengah jalan). Dian yang mendengar pengakuan
Ibunya saat tiba-tiba motor mereka terperosok langsung kaget, karena Dian tak melihat apapun di depannya saat membonceng dengan Ibunya. "Eee ya Allah... ono ae sing ganggu angger lewat kene mak, wes mak ayo nang Pasar" (ya Allah, ada ada saja yang mengganggu kalo lewat sini,
Sudah mak, ayo kita lanjut ke pasar). Setelah mereka membersihkan pakaian dari kotoran dan rumput akibat terjatuh dari motor, Merekapun langsung melanjutkan perjalanan mereka menuju pasar G****** untuk membeli barang yang mereka inginkan. Dian masih heran, Mbak In masih saja
Menjadi sasaran godaan dari para penunggu hutan ini. Pengalaman gangguan ghaib yang dialami oleh Mbak In sebenarnya banyak, dan bukan hanya terjadi di alas Murbei saja, namun di hampir semua tempat yang pernah ia lewati. Dan pernah di suatu kesempatan Mbak In menanyakan
Hal yang menjadi penyebabnya sering diganggu oleh makhluk halus kepada Ibunya, Mbah Parti. Mbah Parti memberikan jawaban kepada anaknya, dengan jawaban singkat yang terdiri dari dua kata "Julung Medi". Apa itu Julung Medi? Nanti akan kita bahas di lain kesempatan. Mohon maaf
Apabila beberapa hari belakangan ini thread horrornya belum dilanjutkan, karena ada urusan seperti motor yang ngadat akibat banjir, mesin pompa air yang terendam air banjir, serta beberapa ikan lele peliharaan saya yang berukuran besar lepas karena tergenang banjir.
Oh iya, cerita di dalam thread ini beberapa bagian ada yang saya samarkan nama tempat maupun pelakunya, dan diberikan tembahan pada sedikit kejadiannya. Namun untuk pengalaman ghaib di cerita ini sendiri, adalah pengalaman asli yang dialami oleh Mbak In dan juga penduduk lainnya
Missing some Tweet in this thread? You can try to force a refresh.

Enjoying this thread?

Keep Current with IMAGINE

Profile picture

Stay in touch and get notified when new unrolls are available from this author!

Read all threads

This Thread may be Removed Anytime!

Twitter may remove this content at anytime, convert it as a PDF, save and print for later use!

Try unrolling a thread yourself!

how to unroll video

1) Follow Thread Reader App on Twitter so you can easily mention us!

2) Go to a Twitter thread (series of Tweets by the same owner) and mention us with a keyword "unroll" @threadreaderapp unroll

You can practice here first or read more on our help page!

Follow Us on Twitter!

Did Thread Reader help you today?

Support us! We are indie developers!


This site is made by just three indie developers on a laptop doing marketing, support and development! Read more about the story.

Become a Premium Member ($3.00/month or $30.00/year) and get exclusive features!

Become Premium

Too expensive? Make a small donation by buying us coffee ($5) or help with server cost ($10)

Donate via Paypal Become our Patreon

Thank you for your support!