Banyak hapalan, kurang analisis, tidak memperhatikan keunikan tiap individu, dan mostly komunikasi satu arah.
Beliau cerita rencananya untuk merombak policy pendidikan sehingga relevan dengan jaman.
Padahal di Asia, pendidikan di SG jadi rujukan.
Dari yang semula sangat kompetitif, akademis yang super padat, penuh dengan ujian dll.
Menjadi: Tidak ada ranking, jumlah ujian yang berkurang, dan memberi perhatian lebih pada keunikan individu.
Oct lalu di India World Economic Forum, saya bertemu Wakil Perdana Mentri Singapore yg cerita kalo SG meningkatkan budget pendidikan dari 20% jadi 40%.
Ini untuk mendukung plan mereka menyiapkan SDM 4.0.
Sejumlah negara di Eropa bahkan mulai memasukkan "mindfulness" dalam kurikulum. Ini antara lain untuk merespond tingginya angka depresi yang menjangkiti anak-anak dan orang dewasa.
Kira-kira kalo dibahasakan sederhana jadinya gini: Saat JIWAmu dan FISIKmu sehat, kamu bisa menemukan keunikanmu, mengembangkannya dan menebar manfaat/impact ke lingkungan.
So a mindfull, calm, peaceful person will make better decisions and have better outcome" via @Bandorgun
TIDAK.
Karena mantra baru pendidikan ini menuntut para orangtua dan guru terlibat langsung menjadi role model pendidikan anak-anak.
Bagaimana bisa mengajarkan berpikir kritis kalau ortu dan guru didebat dikit langsung nuduh anak kurang ajar.
Ndak usah cemas saat nilai mereka di sekolah biasa2 aja.
Cemaslah saat anak tumbuh egois, stress, ngga bisa gaul, ga punya compassion
Cemaslah saat anak tidak mampu berpikir kritis dan beropini secara sehat dan terbuka.
... Dan itu semua, mostly ga related dengan pencapaian akademisnya.
End.