"Din, bangun bangun!"
Dinah mengucek matanya. hari masih gelap saat Ibunya membangunkan dengan tergesa.
"Cepat kemasi pakaian. bawa apa saja yg bisa di bawa. baju, celana semua masukkan ke tas. ibuk tunggu di depan"
"Halo? gimana keadaan kakung? iya iya ini segera kita kesana. km tunggu di sana secepetnya kita nyusul" kata Ibu dari telfon.
"Cepetan km malah bengong. sebagian udah ibu siapkan itu di tas. tinggal tambah apa yg menurut km harus di bawa"
"Haduhhh kenapa mesti buru-buru sih buk! orang mbah kakung juga ga kemana-mana. orang lg sakit" kata Dinah kesal
"Apa km ga tau yg namanya ngrogosukma?" kata Ibu dingin
Brakkk
suara figura pecah membuat nafas lastri memburu
"Cepetttttt"
Lastri menarik tangan anaknya dan tas yg ada di samping meja dengan terburu"
Lastri menyuruh anaknya masuk ke mobil dan menjalankan mobil dengan kencang.
"Km gak pernah denger kata bpk mu! keluarga kita ini beda. jangan sembarangan kalau ngomong" kata lastri kalut
"Karna memang yg dikatakan bpk gak masuk akal. figura jatuh juga pasti karna
kena angin, gak perlu lah buk sampai berlebihan" kata Dinah kesal.
semenjak Kakung sakit semua yg di bicarakan mendadak tidak masuk akal. untuk orang yg terbiasa dengan Logika, semua yg di bicarakan hanya terdengar seperti dongeng untuk Dinah.
"Tunggu sampai km melihat sendiri" jawab Lastri dingin.
memang susah berbicara dengan orang yg pemikiranya terlalu kota. keras kepala dan tidak bisa mengerti jika yg diluar nalar itu ada.
setelah perjalanan yg sangat panjang. Lastri berhenti di sebuah rumah besar. rumah yg ingin dia tinggalkan saat itu juga jika tidak ada kepentingan.
"Rumahnya udah gak kerawat buk, gak kayak pas aku kecil dulu" kata Dina mengingat"
Dinah mengamati rumah yg sangat besar itu. cat nya sudah hampir mengelupas, dengan pohon beringin yg menjadi atap ke dua bagi rumah itu sendiri. sedang sebagian akarnya menjuntai dan sebagian lagi merambat ke tembok.
"berapa lama kita tinggal di sini?" tanya Dinah
"Kenapa? sudah mulai takut sekarang?" tanya Lastri
"heh takut? akar ini juga gak akan bisa ngelilit aku hingga mati kan?"
Lastri membungkam mulut anaknya Gemas.
"Sudah berapa kali ibuk harus bilang? tutup mulut mu dan gunakan otakmu untuk mengingat kata-kata ibu barusan. disini, tembok pun bisa menghimpitmu hingga mati kalau dia mau"
Dinah menatap ibunya dengan tatapan terkejut. di banding hal tidak masuk akal, Ibunya bahkan terlihat lebih mengerikan.
"Ayo masuk, kita lihat keadaan kakung" kata Lasti dengan tatapan mengintimidasi. takut jika anaknya kembali berulah.
Dinah masuk ke dalam rumah membuntuti Ibunya.
pertama kali masuk Dinah dimanjakan dengan berbagai lukisan.
"Lihat? kakung cuman seniman. dan harta yg mbah kakung punya, ya karna lukisanya berbeda dengan orang kebanyakan"
Dinah berhenti pada sebuah Lukisan yg berukuran paling besar. menampilkan sosok tak berkulit, tak berdaging. badanya tinggi menjulang tinggal tulang. dengan mata merah menyala dan gigi taring yg terlihat tajam.
"Angklek Angklek Balungan Wesi" baca Dinah
"Jadi ini?" tanya Dinah tanpa memalingkan pandangan pada lukisan itu.
Lastri tak enggan mengulang semua penjelasan yg sudah susah payah dia jelaskan.
"Harrrrg"
"Kakung" kata Lastri, semakin mempercepat jalanya.
Dinah pun mencoba mengimbangi langkah ibunya yg kian cepat, seperti setengah berlari.
"Harrggggg Hargggggg"
Dinah membelalakkan matanya saat dirinya sampai ke depan kamar Kakung yg terbuka.
di dalam ada empat orang yg sedang memegangi Kakung.
badan Kakung begitu ringkih, kulit dan dagingnya sudah melekat, menonjolkan setiap urat dan barisan tulang di badanya.
namun tenaganya seperti berbanding terbalik. empat orang banyaknya yg memegangi badan ringkih kakung, namun masih saja kualahan.
"harrrgggg hargggggggg" Raung kakung terus menerus
"Kung, aku lastri, menantumu. aku bawa Dinah" kata Lastri memegang tangan mertuanya.
"harrgg Dinahhh? cucuku?" tanya Kakung dengan suara berat.
Dinah mendekat kearah Kakung dengan ngeri. bagaimana tidak?
Tatapan Kakung bukan seperti sedang sakit. namun seperti orang yg kehilangan separuh warasnya. tatapanya kosong namun tajam.
"Kung ini Di.. Aaaaaaa" teriak Dinah saat kakung menjambak rambutnya. membuat wajah Dinah begitu dekat.
hidung Dinah menempel dengan Hidung kakung. matanya sama" melotot ke satu sama lain. lalu sesuatu yang sangat panas terasa di dahi Dinah.
"Bukkkkk panasssss sakitttttttttt" teriak Dinah
Namun bukanya menolong Lastri hanya mengusap tubuh putrinya pelan.
lambat laun sesuatu yg panas itu menjadi dingin, di iringi dengan tangan Kakung yg kian melemah di kepala Dinah. hingga ahirnya Kakung lemas dan rubuh ke kasur.
"Bapak sudah gak ada" kata Agus parau.
Dinah yg lepas dari tangan Kakung mundur ke belakang.
"ga mungkin" kata Dinah memandang Kakung yg sudah terbujur kaku. dengan kepala menghadap ke arahnya. matanya masih melotot dengan mulutnya yg menganga.
"Maafkan bapak. kalau saja bapak perempuan, pasti bapak yg ambil alih. km tau kan? ini sudah garis keturunan kita. sekarang tugas Kakung ada di km" kata Agus menahan tangis
Mata Dinah tak bisa lepas dari wajah kakung yg masih menatapnya. kepalanya kosong tak punya daya untuk menyangkal logikanya.
"Pak dadang, tolong panggil warga, Pak Rusdi tolong siapkan pemandian. dan mbok bantuin saya siapkan perlengkapan" Kata lastri dingin
semua menjalankan tugasnya masing" tak ada yang membantah. semua melakukan apa yg di perintahakan dalam keadaan hening.
"Aku? apa bener semua yg di bilang bapak? yg aku rasakan tadi? apa itu tandanya?" tanya Dinah
"apa otakmu baru bisa jalan? sudah dari dulu Bapak menyuruhmu mempersiapkan diri, sedang km hanya bergumul dengan logika, saat nalurimu dominan km kebingungan. sekarang dia sudah menjadi satu daging denganmu. mau tidak mau km harus menerimanya" kata Lastri tajam
Dinah diam, tak tau cara menyikapi keadaan. kenyataan menamparnya bolak balik namun baru kali ini terasa sakitnya.
"Jadi saat Kakung menyatu dengan tanah? saat itu aku bisa melihatnya?" tanya Dinah
Lastri memegang pundak anaknya kasar.
"Dia pesuruhmu!! pada saat itu tiba jangan km tunjukkan wajah tak berdayamu itu dan membiarkan dia melihatmu tak berlaku seperti tuanya"
Dinah memandang Ibunya dengan degub jantung yg tak ada habisnya.
semua seperti tengah menghimpitnya. kewajiban yg dia anggap sebagai lelucon kini di pegangnya tanpa persiapan yg matang.
di tambah ibunya yg kian dingin, dan bpk nya yg hanya bisa pasrah membuat Dinah semakin gencar merutuki keadaan.
"hah" Dinah memutar kepalanya, memeriksa sesuatu yg ada di belakangnya.
namun setelah menoleh kebelakang, tak ada apapun di belakang Dinah.
"Sial" kata Dinah frustasi.
selang beberapa jam warga mulai berkumpul, namun yg datang hanya sedikit sekali. padahal Kampung dimana Kakung tinggal rumayan banyak penduduk, walau terdapat di lereng gunung.
"Maaf pak Agus, saya sudah nyuruh warga kampung, namun banyak warga yg masih sakit hati" kata pak RT
Agua tampak menghela nafas panjang, walau ahirnya memasang senyum tipis sebelum menjawab.
"Seadanya saja pak" kata Agus mencoba legowo (menerima)
Pak RT mengangguk paham. dikerahkanya warga yg tidak lebih dari 20 orang itu.
12 laki" memasang tenda dan menadah air, sedang sisanya yg perempuan ke dapur, memasak untuk acara doa.
"Din km bantuin mandiin mbah ya? kita kekurangan orang" kata Lastri memegang daun dlingo, daun kelor dan bunga tuju rupa.
"Apa aku bisa menolak?" tanya Dinah bergegas ke belakang.
Dinah membuntuti ibunya. disana hanya ada Dinah, Lastri dan Mbok.
"Buk matanya Mbah kakung masih kebuka" kata Dinah ngeri
"yg begini saja km ngeri? belum saja km melihat dia nanti" kata Lastri menutup mata Kakung menggunakan kain.
dengan tlaten Lastri mengusap tubuh mbah menggunakan sabun, setelanya disiram menggunakan air daun dlingo dan bunga tuju rupa.
setelah dirasa bersih, diambilnya daun kelor dan dipukul ke sekujur tubuh mbah kakung pelan.
"Kamu lihat itu" suruh Lastri menunjuk bawah lengan mbah.
"Jarum bukkk" pekik Dinah kaget.
"itu susuk cah ayu" kata mbok halus, diambilnya jarum" itu dari balik tubuh mbah.
"km yg simpan semua itu nanti. di tubuhmu" kata Lastri
"Ibuk bilang cuman satu? cuman dia!" kata Dinah membelalak kan matanya.
"Dia adalah yg paling dominan. cetek sekali fikiranmu mengira dia cuman satu" nya? yg dominan pasti punya buntut" kata Lastri tajam
Dinah menatap ibunya tajam. baru kali ini Dinah merasa sangat marah karna merasa di permainkan.
"Sudah cah ayu, cepat keringkan badan mbah kakung" kata Mbok sembari mengelus punggung Dinah.
selesai memandikan, Dinah pergi ke dapur untuk meminum air, diserahkanya sisanya pada Mbok dan Ibuk.
"km liat tadi anaknya yg dari kota? kabarnya dia yg mengambil alih semuanya"
"iya, kalau kuat akan sangat bagus, tapi kalau sampai gak kuat? bisa gila dia"
"ehemmm" deham Dinah di sengaja.
membuat ibu" yg tadi membicarakanya terlihat tak enak.
Dinah menuju dapur diminumnya air langsung dari teko, tak bisa menahan sakit di tenggorokoan.
"uhukkkk uhuuuuk" Dinah menggaruk lehernya yg gatal tak tertahan.
dirasanya perutnya juga sangat mual. tanpa fikir panjang Dinah masuk ke kamar mandi, coba mengeluarkan sesuatu yg ada di tenggorokanya.
"uhukk hoekkkkk" ditariknya sesuatu dari tenggorokan Dinah. sesuatu semacam tusuk konde berwarna perak.
"gawenen" (pakai) kata seseorang yg suaranya sangat familiar.
"Aku gabisa kakung... " Dinah menangis tertahan. belum apa-apa sudah semengerikan ini
"Barang iku bakal mageri awakmu! lak awkmu ora di pageri, bakal akeh seng nyelakani" (barang itu akan menjagamu! kalau km tidak di jagain, akan banyak yg mencelakaimu)
Dinah menjambak rambutnya, Suara kakung begitu nyata tepat di telinganya. membayangkan seseorang yg baru saja dimandikanya berbicara padanya, membuat kengerian menjalar di sekujur tubuhnya.
dipakainya tusuk itu dengan tangan yg bergetar. mencuci muka sebentar sebelum ahirnya keluar dari kamar mandi.
Dinah berjalan gontai, lelah dengan segala kejadian yg bertubi"
"Dari mana saja km?" tanya Lastri sambil menarik tangan Dinah kasar
"Lepas" jawab Dinah tak kalah ketus
"Arggg Nyuwun ngapura" (arggg mohon maaf) kata Lastri terkejut lalu mundur sebelum ahirnya menundukan kepala.
"Ojok Lancang" (jangan kurangajar) kata sosok di belakang Dinah
Lastri mundur, dadanya berdegup kencang. tak dikira dia akan datang secepat ini.
"ojok pisan-pisan awkmu lancang karo Ndoro ku!"
suara itu menggelegar, hingga membuat Lastri gemetaran. sedangkan Dinah menatap ibunya bingung
"Kenapa buk?" tanya Dinah melunak
"Engga" jawab ibunya yg masih menunduk, lalu pergi dari hadapan Dinah.
ahirnya tiba dimana Mbah Kakung akan di kuburkan. kuburan sudah di gali dan semua sudah berkumpul untuk mengantarkan mbah kakung ke peristirahatan terahir.
Dinah meraba dadanya, dirasa degup jantungnya tak kunjung tenang. mengingat setelah ini dia akan melihat Dia.
mbah kakung mulai di keluarkan dari keranda, orang-orang pun dengan sigab memasukkan mbah kakung dengan hati-hati. setelah selesai, mulailah orang-orang memasukkan gundukan tanah merah. hingga pada gundukan terahir.
"Astagaaaa" teriak Dinah hingga jatuh ke tanah. dilihatnya kuburan mbah kakung penuh dengan ular, tak hanya satu namun ratusan. bukan lagi sekelebat-sekelabat bayangan hitam yang tak bisa di deskripsikan bentuknya.
melihat keadaan anaknya Agus dengan sigab menutup mata anaknya.
"Jangan takut, ada bapak" kata Agus membawa anaknya enyingkir dari kuburan Kakung.
"Aku gak bisa pak" kata Dinah tertahan
Dinah enggan membuka matanya.
"membayangkan apa yg terjadi sama kakung bakal terjadi sama aku, aku gak bisa" kata Dinah lirih.
"Bapak sudah ngasih tau km kan? konsekuensinya kalau km menolak. konsekuensi itu bukan hanya untuk sekarang. namun sampai km mati"
"kenapa aku sih pak?" tanya Dinah kesal.
"karna setelah laki-laki, yg bisa menerima mandat itu adalah perempuan. karna bapak bukan perempuan jadi km yg dapat mandat" kata bapak sedih
"jadi nanti setelah aku? anakku yg laki-laki yg bisa menerima mandat?"
"benar" kata bapak pelan.
"biasakan melihat mereka. km tuanya, jangan membuat mereka kebingungan karna ketakutanmu" kata bapak
Dinah mengangguk, walau sangat ngeri. tak lebih mengerikan daripada konsekuensi yg akan dia terima jika menolak.
Dinah membuka matanya, walau sedikit mengerikan namun selama orang yg dia sayang berada di dekatnya tak masalah.
dilihatnya kembali ular-ular itu. disiang hari saja sudah mengerikan bagaimana nanti malam? tanya Dinah dalam hati.
namun fokus Dinah teralih, meliihat sosok perempuan di balik pohon kamboja. dilihatnya perempuan itu menatapnya tajam dengan pakaian serba hitam.
ular-ular yg tadinya berkeliaran dan menempel pada dahan pohon mendadak jatuh, berjajar di hadapan Dinah
pandangan ular itu mengarah pada sosok perempuan, lalu mendesis kencang. sekelebat" bayangan hitam pun berhenti. ikut memandang ke arah yg sama.
sampai bayangan sosok besar menutupi Dinah, ular dan sekelebat sosok hitam. membuat Dinah sesak karna takut.
"jika bayanganya saja sebesar ini lalu bagaimana wujudnya?" tanya Dinah dalam hati.
"Harggggggggggggggggggggg" teriak sosok itu menggelegar.
membuat perempuan di balik pohon kamboja itu membelalakkan matanya dan pergi dari balik pohon itu.
Dinah yg tak kalah kaget pun menyeringkuk, memegangi telinganya. membuat pandangan orang" tertuju padanya.
"Nyai?" tanya suara besar di belakangnya.
"A a aku.. aku gakpapa" kata Dinah di buat tegas.
kembali menopang badanya yg sempat rubuh, menyeringkuk menahan takut.
"aku mau pulang" kata Dinah pada Agus, dengan tatapan memelas.
badanya lelah, sebelum doa dia ingin istirahat sebentar.
"tapi di rumah akan lebih parah dari ini" kata Agus mengingatkan
jika masih memiliki banyak tenaga ingin sekali Dinah berteriak sekencang"nya merutuki nasib sial yg menimpa dirinya.
namun karna sudah sangat lelah Dinah memilih tidak mendebat segala kemungkinan yg akan terjadi.
"yasudah ayo pulang" kata Agus membantu anaknya berjalan.
Dinah dan Agus berjalan dalam hening. namun saat hampir mendekati arah rumah terlihat sosok perempuan berbaju serba hitam tadi sedang, cekcok dengan Lastri.
Agus pergi terlebih dahulu mencoba untuk melerai keduanya, namun alangkah terkejutnya perempuan tadi saat bertemu tatap dengan Dinah.
belum saja Dinah menanyakan sesuatu perempuan itu sdah buru" pergi. dengan membawa wajahnya yg menampakan ketakutan yg amat sangat
namun diabaikanya perempuan tadi, Dinah memilih masuk tanpa memperhatikan sekitar dan langsung tertidur di temani mbok.
Dinah sengaja menyuruh mbok tetap berada di sebelahnya, agar jika membutuhkan sesuatu Dinah tidak perlu mencari orang untuk memenuhi kebutuhanya.
dalam tidur, sayup" Dinah mendengar suara gamelan, di iringgi dengan tawa yg menggelegar. di ikutinya suara itu hingga ke suatu ruangan yg penuh dengan wanita" cantik.
semuanya melenggak lenggok kan tubuhnya dengan mata kosong dan senyum yg menyeringai.
"Tolongggggggggggg"
"Hahhhhhhhhh" sergap Dinah bangun dari tidurnya.
"Tolongggg"
"Hahhh" Dinah menoleh ke belakang gusar.
dinah megusap wajahnya kasar, keringat dingin mulai membasahi wajahnya. "sial aku gak bisa ngebedain mana yg mimpi mana yg nyata"
Dinah menatap ruangan kamar yg kosong. dicarinya mbok yg tadinya duduk di samping kasur. namun sekarang sudah tidak ada.
"Mbokkkkkkk" teriak Dinah frustasi
"Dinahhh, di ruang kosong dekat lukisan itu" suara itu tepat di telinga kanan Dinah
"Tolong"
"Ngakkk ngakkkkkkkk" teriak Dinah.
"Cah ayuu" tanya mbok menepuk" pipi Dinah
"Mbokkk" panggil Dinah memeluk Mbok.
"Cuman mimpi cah ayu, cuman bunga tidur" kata Mbok menenangkan.
malam berganti pagi, begitu seterusnya, sampai pada hari ke tuju mbah meninggal.
sekarang Dinah sudah mulai terbiasa melihat ular berserakan, melihat sekelebat" bayangan hitam. selain itu tak ada yg dia lihat.
langkah Dinah terhenti pada sebuah ruang kosong dekat lukisan. setiap malam sebuah mimpi selalu membawanya keruangan ini.
memperlihatkan satu perempuan, diantara perempuan lain yg sedang menari. namun tatapanya begitu sedih dan selalu menyendiri. selalu meminta tolong tapi tak pernah mengatakan alasanya.
beberapa kali juga Mbok masuk ke ruangan ini, namun saat ditanya selalu bilang jika habis ngeruat barang. namun Dinah tau benar meruat barang pusaka mbah kakung hanya saat malam jum,at. selain itu tidak pernah.
"ada sebagian hal, yg sebaiknya km tidak perlu tahu, dan tidak mencari tahu soal itu" kata Lastri pelan.
"Pasti banyak yg kalian sembunyikan dariku" kata Dinah dingin.
"km belum cukup untuk memegang semuanya" kata Lastri tajam
"Tapi aku tuanya" kata Dinah
"Heh, bocah keras kepala. kalau mau masuk, masuklah. jika km tuanya sudah pasti km bisa bertanggung jawab dengan segala keputusan yg km ambil" kata Lastri memberi kunci ke tangan Dinah.
Dinah menggenggam kunci itu dengan dahi yg berkerut.
walau paham betul dengan apa yg dikatakan ibunya. namun Dinah tak berfikir akan semudah ini mendapatkan kunci.
Dinah terpaku beberapa saat di depan pintu, mencoba menimang" kemungkinan terburuk dari keputusan yg dia ambil. hingga ahirnya Dinah memutuskan untuk masuk
"astaggaaaaaaa" pekik Dinah saat masuk ke dalam kamar.
dilihatnya sosok ular besar tengah melingkari ranjang perempuan yg dia lihat di mimpinya. perempuan itu nampak seperti mayat dan wajahnya terlihat pucat pasi.
"Ndoro wayae ga teko kene" (tuan seharusnya tidak sampai sini) kata sosok ular itu.
Dinah mengumpulkan oksigen saat dirasa terlalu sesak untuk berbicara, karna kengerianya.
"itu sipa?" tanya Dinah
"Batur"
"batur?" ulang Dinah yg masih bingung dengan istilah itu.
"Batur, Ndoro. dayang" kata ular itu menjelaskan.
"Untuk apa dia di sini? kalaupun dia Batur, kenapa wajahnya pucat pasi?" tanya Dinah penasaran.
Ssttttttttttt ular itu mendesis dan kian mendekat, membuat Dinah merinding karna wujud ular yg 3x lipat besarnya dari badanya sendiri.
"upah e Angklek Angklek mergo nulung uwong, tapi wong kui malah ra ndue rai. nggorohi Ndoro mergo pengen susuk
lan susuk konde seng nde rambute Ndoro" (bayaran Angklek Angklek karna sudah menolong orang. tapi orang itu malah gak punya rasa trimakasih. malah mau bikin gara-gara sama tuan, karna ingin memiliki susuk, dan tusuk konde yg ada di rambut tuan.)
"maksudmu orang itu tumbal? dan orang yg sudah menumbalkan dia mau mencari gara-gara sama aku?" tanya Dinah
"Nggih ngoten niku" (iya seperti itu) kata ular kembali
melingkari ranjang.
"kenapa dia menginginkan susuk dan tusuk konde yg ku pakai?" tanya Dinah lg
"hmmmmmm mergo dee pengen ngrayah nggone Nyai, seng di pengen ora mung kekuasaan, nangeng pengasih lan aku" (hmm karna yg dia ingin bukan cuman kekuasaan, namun pengasih, dan aku)
badanya sedikit membungkuk, kepalanya sejajar dengan kepala Dinah, tengah menyeringai dengan tatapan merah menyala.
sedang badanya yg hanya tulang tengah memeluk tubuh Dinah dari belakang. membuat bulu kuduk Dinah merinding sedari tadi.
sungguh dibanding di lukiran, sosok Angklek Angklek berkali" lipat mengerikankanya
"Nyai? Dee pengen nyai mati! seng dee ra ngerti, lak Nyai mati, aku yo mati. mergo seng iso nyekel aku mung dalan getih"
(tuan? dia ingin tuan mati! yg dia tidak tau, kalau tuan mati aku juga mati. karna yg bisa megang aku hanya hubungan darah) kata Angklek Angklek yg masih menyeringai, terlihat dari bayangan di cermin.
Dinah menahan nafasnya, badanya mulai gemetaran. belum saja dia terbiasa dengan mandat yg dia terima. sekarang ada seseorang yg menginginkan nyawanya.
dilihatnya seorang perempuan yg terbaring itu, tersirat di benaknya. "apakah nanti kalau ak mati ak akan terlihat seperti perempuan itu?" tanya Dinah dalam hati
"Mboten, seng mok sawang. dee urong mati" (tidak, yg km lihat. dia belum mati) kata Angklek Angklek tajam
membuat deru nafas Dinah semakin berat.
"kamu?"
"Ndoro, adewe wes dadi siji daging, sak awak. opo seng mok rasakne, opo seng mok omongne, masyo iku suoro ko atimu. aku eroh. dadi ojok pisan-pisan, ndue kepinginan ngge ngemohi aku. ndoro mesti ngerti opo kesepakatane"
(Tuan, kita sudah jadi satu daging, satu badan. apa yg km rasakan, apa yg km bicarakan, walau itu suara dari hatimu, aku tau. jadi jangan sekali-sekali, punya keinginan untuk menolak ku. tuan pasti tau kesepakatanya) kata Angklek Angklek dingin.
Dinah memejamkan matanya, sekarang badanya bukan lagi gemetaran, namun rasanya seperti terserang dingin yg teramat sangat.
setelah beberapa saat memejamkan mata, Dinah mencoba meraba gagang pintu. masi di tutup rapat" matanya agar tak melihat Angklek-Angklek yg terus menyeringai
setelah mendapatkan apa yg Dinah cari, segera di bukanya pintu itu. namun belum saja pintu itu terbuka ada sesuatu yg menahan tanganya.
"Kamu harus menolong aku!!" teriak seorang perempuan yg selalu hadir dalam mimpi Dinah
namun Dinah yg sudah terlalu lelah dan kalut, suara itu sudah tidak menyentuh ataupun melunakkan hati Dinah. namum membuat Dinah sangat kesal.
"Apa km gatau??? untuk menyelamatkan diriku sendiri saja aku kesusahan!" kata Dinah dingin
Dinah keluar dengan degup jantung dan mata yg perlahan" di buka. coba dilupakanya rasa kesal dan rasa bersalah yg datang secara bersamaan.
dan setelah jauh kamar, terdengar suara seperti orang yg tengah berdebat.
di dekatinya sumber suara tersebut. dan lagi" mata Dinah tertuju pada sosok perempuan di pemakaman yang tengah berdebat dengan ibunya.
"Aku cuman mau mengambil bagian yg sudah di janjikan Eyang Kakung! aku sudah membawa dia kesini setelah kesepakatan panjang! aku cari anak itu, dan setelah ketemu dan ku bawa kesini untuk Peliharanmu itu? apa yg aku dapat Latri!!
bahkan dua anak yg ikut bersamanya pun yg satu mati! dan yg satu lagi bisu. dijanjikanya padaku susuk pengasih dan sesuatu untuk membuat Rumah sakit ku terus berjalan. tapi apa? rumah sakit keluargaku terancam bangkrut"
sebeum mertuaku membantumu keluargaku adalah keluarga paling di hormati! semua perkebunan cengkeh sukses besar. namun kesalah sedikit di masalalu berbuah malapetaka. merry merry. kalau bukan karna kesepakatanmu dengan Angklek Angklek dan buntutnya,
keluargaku tak akan pernah di hujat habis"an karna hasil hasil panen warga gagal, dan menyalahkan mertuaku karna membantumu. keluargaku juga tak harus ke kota untuk bekerja di tempat orang.
dan yg terjadi atas dua anak yg ikut bersamanya adalah upah untuk Angklek Angklek karna kecerobohanmu, yg membuatnya menunggu terlalu lama. lalu sekarang kau mau mengambil bagianmu?" tanya Lastri dengan tatapan tajam
"tetap saja aku sudah menepati janji untuk membawa anak itu kembali kesini! dan sekarang anakmu harus menepati janji untuk memberikan susuk itu, dan sosok yg ada di belakangnya." kata Merry tak kalah sengit
"Hahahahahah ngimpi!" timpal Lastri dengan tawa yg mengejek.
"Aku sungguh-sungguh mengatakan ini. kalau tidak aku akan membuat perhitungan dengan keluargamu. tentu anakmu pengecualian, karna dia dalam lindungan mahluk itu. tapi kau? bersiaplah" kata sinis
Dinah mencoba mencerna apa yg sedang mereka katakan. tentang seseorang yg perempuan itu bawa kesini apakah mungkin perempuan itu yg ada di kamar barusan.
namun belum juga terjawab segala pertanyaan di benak Dinah, perempuan itu pergi. setelah menggertak ibunya
sore beranjak malam saat suara rintihan dari kamar orang tua Dinah terdengar sangat keras.
"Uhukkk arggggggggggg aaaaaaa perihhhh panasssssss"
Dinah beranjak dari kasurnya, berlari ke arah sumber suara.
"Ibukkkkkkk" teriak Dinah melihat bercak bercak darah di lantai.
darah itu keluar dari kulit yg terus di garuk ibunya. luka yg tadinya kecil terus melebar, di koyak terus menerur karna rasa gatal yg begitu hebat.
"Bukkk sudah buk, sudahh!!!!"
bukan hanya tangan, namun tenggorokan dan wajah Lastri sudah koyak. tulang kerongkungan terlihat dari balik darah yg terus mengucur
"Perempuan sial!!!!" teriak Dinah mengingat perempuan tadi.
"Pak ini gimana?" tanya Dinah melihat ibunya yg sudah sedemikian rupa.
"Apa gak bisa mahluk" menangani ini?" tanya Dinah sedikit menahruh harap pada sosok Angklek" dan buntutnya.
"Bukan bagianya" kata Agus mencoba memegangi tangan lastri.
"Sosok itu dan buntutnya hanya menjagamu. bukan ibuk, bukan juga bpk" Kata agus frustasi.
"Lalu apa bedanya dengan perjanjianya? menolak atau menerima Angklek" itu?
kalau semua orang yg ada di sisiku ahirnya kena teluh dan mati?? sama saja pak! sama saja" kata Dinah mulai menangis. dilihat nya darah yg terus mengucur dari kerongkongan Lastri dan lidah yg menjulur, keluar dari mulut. yg semakin menambah kengerian
"Bukkk, bukkk, Ibukkk!! ibukk bangunnnnn!!!!! ibuk" teriak Dinah melihat ibunya tak bergerak.
"Ibuk udah ga ada!" kata Agus merengkuh Lastri dalam pelukanya.
Dinah menangis sejadi jadinya. dirasa walaupun ibunya sangat keras namun ibunya adalah benteng paling kuat. kehilangan ibunya berarti kehilangan pelindung bagi Dinah.
"Akan aku balas buk" kata Dinah lirih
tiga hari setelah pemakaman Lastri Dinah tak kunjung bicara. kejadian demi kejadian masih menjadi pukulan untuk dirinya. di tambah perempuan yg selalu datang dalam mimpinya membuat Dinah semakin kesal.
"Cah ayu makan dulu ya?" bujuk mbok
"Mbok ada yg mau ku bicarakan" kata Dinah serius
mbok yg mengerti mengangguk lalu membawa Dinah kembali keruang kosong tersebut.
"Dia sumiyati. bayi perjanjian yg di lakukan eyang kakung dan merry. namun karna ibunya tidak tega dibawanya kabur bayi itu dan mengakibatkan malapetaka bagi desa yg berdampak pada keluargamu
"Jadi nama perempuan itu merry?"
"Benar cah ayu"
"Ajari aku ak membuat perjanjian. aku punya penawaran bagus untuk Angklek-Angklek" kata Dinah tersenyum dingin
Mbok mengangguk.
total ada 4 syarat.
kembang tuju rupa
dupa arab
ayam hitam
dan benda dari orang itu sendiri.
diambilnya kotak bertuliskan aksara jawa. tempat ini mbok ambil dari rumah aula tempat dimana barang sumiyati tertinggal. tempat kalung perjanjian. namun kotak ini milik merry. diberinya kotak itu pada Dinah untuk memulai ritualnya.
"Ing jagat lelembut, aku nimbali awakmu Angklek Angklek Balungan Wesi. Aku Dinah Ndoromu nimbali awakmu kanggo nyanggupi opo seng tak karepi. aku ndue penawaran seng bakal kok senengi ngadep o aku kanggo rerembug"
(pada dunia gaib, aku memanggilmu Angklek Angklek Balungan Wesi. aku Dinah tuanmu memanggilmu untuk memenuhi apa yg ak inginkan. aku punya penawaran yg pasti akan kau sukai. segera menghadap aku untuk membicarakan ini) kata Dinah
"Ono opo Ndoro" (ada apa tuan)
Dinah membuka matanya, dilihatnya sosok Angklek" tengah bersila berhadap"an dengan Dinah.
"Aku mau anak itu" kata dinah tersenyum
"Hmmmhhhh oraiso, dee bagianku" kata sosok itu mendengus kesal
"Aku Ndoromu, tunjukkan sopan santunmu" kata Dinah pelan namun tajam.
"Ndoro.."
"Tentu tidak geratis" kata Dinah memajukan kotak kayu bertuliskan aksara jawa itu.
sosok itu mencium aroma dari kotak kayu itu.
"Opo tawarane" (apa tawaranya?)
"kalau raga anak itu kau kembalikan. setiap keturunan perempuan dari pemilik kotak kayu itu. batur" kata Dinah tersenyum dingin
"Hahahaha Nyai! kabeh ono rituale gak sokor dadi"
(Haha tuan, semua ada ritualnya gak langsung jadi)
"Km kira saya bodoh? sudah aku perhitungkan" km tinggal ikut alur.
sosok itu menyeringai, lidah nya menjulur dan matanya semakin merah.
"Baturrr baturrr" kata sosok itu
sedang Dinah tersenyum, sekali penawaran dua hal terselesaikan. anak itu hidup dan dendam ibu terbalaskan.
Dinah duduk di ruang tamu, menanti datangnya perempuan yg selalu menguntit di balik pagar.
namun kali ini perempuan itu datang terang"an walau biasanya jika melihat Dinah perempuan itu selalu pergi.
"aku ikut berduka atas kepergian ibumu" kata merry dengan ekspresi bahagia.
"aku akan memberikan apapun yg km mau! asal jangan ganggu lg keluargaku." kata Dinah dengan mimik wajah sedih
"aku ingin bagianku! susuk dan mahluk itu" kata merry kesal
"Baik, malam ini juga ku berikan apa yg km mau. malam ini juga kita mulai ritualnya" kata Dinah menunduk
"Baik" kata merry menyeringai
sesuai janji, malam ini mbok menyediakan tempat rituan dan kotak kecil berisi susuk.
dan sebelum tengah malam merry datang untuk menagih janji Dinah.
Dinah menyambut merry dengan pandaangan sedih, dan tepat tengah malam mereka memulai ritualnya.
dinah mulai membuka percakapan. Dinah juga sudah memberi selembar kertas untuk merry baca setelah Dinah selesai memberi penawaran pada mahluk itu. mengetahui merry adalah orang kota adalah keuntungan sendiri untuk Dinah.
dilihatnya Angklek Angklek menyeringai sembari menjulurkan lidahnya. tak sabar dengan penawaran yg akan di sepakati.
"baca bagianmu" kata Dinah memandang ke selembar kertas di hadapan merry
merry mengangguk
"Ing jagat lelembut, aku merry nyanggupi keputusan seng di sepakati. dalan getihku bagianmu. gak iso di pedot gaiso di tawar"
satu persatu susuk dipasang oleh Dinah, membuat tempat di tanah lapang semakin sesak dengan kehadiran mahluk" lain. buntut dari Angklek-Angklek. meminta bagian atas raga yg telah di sepakati.
"Apa yg membuatmu tertawa????" tanya merry yg kebingungan.
"Km! sudah ku pasang susuk di tubuhmu yg menyatu dengan daging! kau tau apa artinya? walau badanmu membusuk sekalipun susuk itu tidak akan pernah hilang
"Maksudnya?" tanya merry yg semakin panik
kegirangan diwajah Dinah berubah menjadi tatapan amarah. di dorongnya badan merry yg membelalakkan matanya. tak percaya jika semua berbalik ke arahnya.
"Enyahhhhhh dan pergi dari sini" kata Dinah marah.
reaksi dari Dinah membuat Angklek" berdiri di belakangnya. aura dari Dinah pun membuat Angklek" semakin besar dan mengerikan.
"Harggggggggggggggggg" geram Angklek-Angklek membuat merry berlari sekuat tenaga.
"Apa yg kau tunggu? ambil bagianmu" kata Dinah.
perintah dari Dinah membuat Angklek" mengejar merry, diikuti oleh mahluk-mahluk lain yg tak ingin kehilangan bagianya.
Dinah terduduk. badanya gemetaran. tangisnya pecah. semua memorry berkelebatan di kepalanya. semua kekalutan tersalurkan juga dendam yg tuntas terbayar.
namun sekarang dia seorang diri. andai dia mendengar ibunya dan menggunakan otaknya lebih cepat mungkin ibunya
masih di sini.
"Dinah makasihhhh" pelukan seseorang membuat Dinah terhenyak.
ditatapnya sosok yg selalu hadir dalam mimpinya. detemani mbok. dan juga bpk.
"Aku Diana" kata perempuan yg menatapnya dengan senyum tipis.
"sama" kata Dinah"