@bacahorror #bacahorror
-Short Thread-
Kegiatan libur semester ialah hal yang ditunggu-tunggu pagi pelajar, khususnya Handy dan Tyo teman akrab satu kelas serta satu bangku. Mereka adalah siswa disalah satu SMA yang berasal dari kota pahlawan.
Selasa sore jam 1, ternyata belum ada yang datang. Handy yang sudah siap dengan Tyo menunggu sampai jam empat.
Malam hari itu mereka habiskan untuk nongkrong dipinggir jalan, bukan untuk istirahat melepas lelah.
Pagi menjelang, Handy dan Tyo sudah berada dipantai. Pikiran mereka gelisah dan tak nyaman pagi itu, keduanya merasa ada sesuatu yang mengganjal dari diri mereka.
“Podo Han, aku yo wes kroso gak enak iki” (Sama Han, aku ya merasa tidak enak ini). Jawab Tyo
“Tapi gak pamitan neng arek-arek sek ta” (tapi tidak pamitan ke anak-anak dulu ta). Sergah Tyo
“Beneran Yo” Tanya Handi yang penasaran. “Iyo… Han banterno motore des, ngomong ae selak keri iki” (Iya Han kencangkan motornya des, bicara saja bisa ketinggalan ini)”.
Dengan saran dan masukan dari sahabatnya Tyo, akhirnya Handy menurutinya tapi ia sedikit ngawur untuk mengambil jalan raya.
“Kenek opo le” (kena apa nak) Tanya kakek tua yang masih mengendarai diatas motor tuanya dengan pelan disamping Tyo.
“Nggih mbah matur nuwun” Sambung Tyo yang melepaskan tangannya dibelakang motor Handy.
Saat sampai diwarung sederhana mereka parkir kendaraan dihalaman warung, lalu mereka bertiga ini masuk warung dan pesan makanan.
“Mbah mulihe ngetan bareng ae mbah” (mbah pulangnya ketimur barengan saja mbah). Pinta Handy
“Wes tak disek” (sudah saya duluan). Pinta kakek ini dengan melajukan dahulu motornya kejalan beraspal.
“Iyoe, gak enek mbahe” (Iya, tidak ada kakeknya). Sahut Tyo yang heran
“Yo wes” (Ya sudah). Jawab singkat Handy dengan menaikkan kecepatan lagi
Mereka berdua yang tergolong masih polos akan hal demikian, menganggap hal ini biasa saja. Disisi lain mereka juga tergolong anak nekat yang cepat ingin sampai rumah,
Semakin lama dan jauh mereka melewati jalanan hutan ini suasana semakin lembab dan tidak ada kendaraan satupun yang melintas.
Posisi warungnya berada tepat setelah tanjakan ada belokan sedikit dari arah barat.
Yang kedua setelah mereka tetap melewati warung yang sama disisi kiri jalan, Yang ketiga Motor terus berjalan mengikuti jalan raya sampai ada pertigaan lagi.
Ternyata mereka hanya berputar dan berputar di jalan raya yang tak berujung. Lama kelamaan mereka berdua tambah kesal dengan apa yang dialami,
“Eh Han awakmu iso nyetir gak” (eh han kamu bisa nyetir tidak?). Tanya Tyo dengan jengkel
“Kok kaet mau muter neng dalan iki terus? opo awakmu gak kroso aneh?”
“Iyo yo, aku dewe kroso. Tapi piye maneh aku nggur fokus nyetir delok dalan neng ngarep, soale dalane peteng?”
“Sek kalem-kalem ae motore, delok’en neng ngarep iku warung seng mesti awak dewe liwati kaet mau”
“Temen ta Yo” (Beneran ta Yo). Sambung Handy
Kondisi Mereka berdua malam itu sudah sangat capek, lelah, serta dingin dari hujan gerimis yang menemani mereka digelapnya hutan jati.
“Duite ngepres iki Han, iki nggur cukup gae tuku bensin tok”
“Wes gak popo, tuku kopi ambek teh anget ae” (sudah tidak apa-apa, beli kopi sama teh hangat saja). Sambung Handi
“Yo wes gak popo nek ngunu” (ya sudah tidak apa-apa kalau begitu). Jawab Tyo yang mengikuti permintaan temannya.
Warung ini terbuat dari papan kayu dengan penerangan lampu neon kuning agak redup didalam warung.
Handi dan Tyo yang tidak bisa melihat mukanya dia mencoba bertanya dari tempat duduknya.
“Pak seng dodol niki pundi?pak seng dodol niki pundi?"(Pak yang jualan ini mana?, Pak yang jualan ini mana?)
Merasa tidak ada jawaban dari kakek ini,
Handy lalu bertanya kepada kedua orang pria yang sedang bermain catur didepanya sebrang meja, yang berada tepat dihadapannya.
Sekian menit dan berkali kali Handy bertanya pada dua orang ini dan semua orang yang ada warung secara bergantian.
“Han, kok ambune menyan yo warunge” (Han kok bau kemenyan ya warungnya). Celetuk dan Bisik Tyo pelan
“Golek ono melbu ae han bakule” (cari saja masuk saja Han penjualnya) Pinta Tyo yang duduk dengan memandang langit-langit warung.
Handi berjalan mendekat dibelakang nenek tua ini dan berbicara…
Setelah memesan pada wanita tua dan pria tua itu, mereka hanya diam tanpa jawaban, sampai ia bicara berulang kali tapi juga tidak ada jawaban.
“Yo yo…(Ya…yo) Jawab Handi dengan menatap langit-langit yang gelap, sesekali memejamkan matanya untuk mengurangi rasa lelahnya.
Wanita ini kembali masuk kedalam lagi tapi sambil melayang pelan dan tenang, dengan kepala tetap tertunduk.
Handy yang kaget dan tak percaya, langsung memegang kedua bahu Tyo dan menggerak gerakkan tubuh Tyo maju mundur dengan kedua tangan yang masih bergetar...
“Kenek opo koen…” (kena apa kamu). Kata Handy lagi, yang semakin ketakutan
“Yo…kenek opo koen” Ucap Handy lagi dengan mulai melepas pegangan kedua tangannya di bahu Tyo
Tapi Tyo tetep tertawa dengan suara wanita yang melengking, seketika itu juga Handy yang panik langsung melayangkan bogem mentahnya kewajah Tyo.
Seketika tubuh Tyo tersungkur ketanah, darah segar dari hidungnya pun ikut mengucur. Rembesan darah itu turun sampai dagu Tyo. Lalu Tyo bangkit berdiri lagi dengan mata melotot.
“HAHAHAHAHAHAHA” (ia kali ini tertawa dengan suara pria yang lantang dan besar, suara tertawanya yang menggema memecah dalam keheningan malam)
Anehnya semua pengunjung diwarung itu hanya diam seperti sedia kala.
“Pak...tulungono kancaku pak...”(Pak tolongin temenku pak...) Kata Handy semakin keras.
Merasa usahanya gagal, saat itu juga ia semakin panik, dan lari keluar dari warung.
Teriakan Handy lagi-lagi tidak ada yang merespon, merasa diwarung tidak ada yang menolongnya,
“Klak…gluk…gluk…gluk…” Motor tua Handy pun tetap tak bisa dinyalakan lagi, kakinya berkali-kali mengayuh dengan cepat stang stater motornya…
Saat usahanya gagal disertai tangisannya semakin keras,
“Mas mandeko sek…tulungi aku” (Mas, berhenti dulu…tolongi aku) Pinta Handy dengan suara keras sedikit sesenggukan, serta tangannya ikut melambai kearah dua orang ini.
“Mogok mas” Jawab Handy mulai berdiri, dan memelas penuh harap. Serta sesenggukan tangisnya yang sudah mereda
“Iku lo mas” (itu lho mas) Jawab singkat Handy yang sudah berdiri dan menunjukkan warung dibelakangnya.
“Suroboyo mas, iku mas sebrang dalan. Ngguri sampean iku”
“Wah gendeng arek iki, piye iki?”(wah gila anak ini,bagaimana ini).Kata pengendara yang sedang memegang motor.
Penjelasan Handy kepada pengendara lain yang tak bisa dicerna akal sehat membuat mereka juga ikut ketakutan malam itu,
“Mas ojok tinggal aku, tulungi aku…hu…hu…hu...”
Teriaknya yang sudah mulai pupus harapannya dengan mulai menangis lagi.
Merasa sudah tidak ada pertolongan lagi, Handy berusaha kembali menghidupkan motor tuanya.
“BRAAKKKK…BRAAKKK…BRAAKKK” Suara semua pintu, dan jendela warung yang terbanting dan menutup dengan sendirinya.
Malam terasa semakin mencekam waktu itu,
”Cepetan goblokkkk…aku ape mati iki” (cepat bodoh…aku mau mati ini)…Teriak Handy kepada motornya sehabis mendengar suara dari warung, dan melirik kembali warung dibelakangnya.
Handy menoleh lagi kearah depan warung, melihat warung yang sudah tertutup hanya suara Tyo yang tertawa kembali berubah menjadi suara perempuan.
Mendengar suara ini, kepala Handy tiba-tiba menjadi berat, matanya juga mulai gelap karena semua rasa sudah menyatu dalam tubuhnya. Keringat dingin pun mulai mengucur dikening dan membasahi bajunya,
“Sreeekkk…sreeekkk… sreeekkk” suara gesekan daun kering pelan yang mengenai sesuatu benda berjalan dari samping warung.
”grungggg….grungggg…grungggg“ merasa sudah nyala motor tuanya, gas motornya dikencangkan sejadi jadinya…hingga gas yang tertarik sudah habis/mentok.
Handy saat itu juga langsung memasukkan gigi persneleng dengan cepat...klak.
Handy kembali memandang jalan didepan, ia terus berucap “bismilah” dan berdo’a sebisanya tiada henti. Entah malam itu ia berjalan sejauh sudah sejauh mana,
Handy yang kecewa memutuskan kembali melajukan motor kembali,
Seketika itu juga ia mendekat, tapi lagi-lagi yang ia dapati sebuah lahan kosong.
“Pak bade nyuwun tolong” (pak mau minta tolong) cerocos Handy yang tengah berdiri serta masih ketakutan dan gemetar, serta badannya juga ikut mengigil.
“Nang ndi mas”? (dimana mas). Jawab sopir yang menghentikan tangannya membuka tali dan beralih menatap Handy
“Gak enek warung mas, nok njero alas iku” (tidak ada warung mas, didalam hutan itu). Sahut Kenek truk
Mendengar keributan dipagi hari yang semakin menjadi-jadi, pemilik toko yang berada di belakang berjalan keluar. Sampai didepan dia berdiri diam dahulu mengamati perdebatan kenek, sopirnya dan Handy.
“Enek opo iki? (ada apa ini). Tanya pemilik toko
Selesai sopir itu berargumen, Tiba - tiba ada orang kampung melintas.
“Warung endi mas” (Warung sebelah mana mas). Tanya bapak muda dengan penasaran
“Oalah mas, iku duduk warung, iku bekase omahe dukun”(Oalah mas itu bukan warung, itu bekasnya rumah dukun). Jelas Pria ini
“Bener, Pak met” Jawab singkat pria tetangga pak Slamet
Setelah itu mereka diam sesaat, tercengang mendengar penjelasan orang kampung asli yang barusan datang.
Setelah itu Handy masuk ke rumah bersama pak Slamet, rumah pak Met sendiri berada tepat disamping tokonya.
“Mas sampean ombe sek” (mas anda minum dahulu). Pinta Pak Slamet.
Handy berhenti bertanya dan diam sejenak, ia mulai merasakan hal yang aneh dimulutnya.
“Hueeekkk…hueekkkk...hueekkkkk..” (suara mual mau muntah dari mulut Handy)
Handy berjalan cepat diikuti pak Slamet dari belakang, dikamar mandi Handy memuntahkan air kotor bekas air comberan bercampur air liur, sedikit lumpur hitam.
“Sak jane mau bengi mangan opo nang warung njero alas le” (sebenarnya tadi malam makan apa diwarung dalam hutan nak) Tanya pak Slamet penasaran
Setelah muntahan selesai dikeluarkan semua, kondisi Handy sudah agak baikkan. Ia juga langsung berkumur-kumur berulang kali.
Setelah itu Pak Slamet berjalan lagi keruang tamu mengantar Handy, sampai diruang tamu Handy langsung duduk dengan tubuh lemas dan gemetar.
“Wonten pak, tapi di HP. HP kulo bateraine telas ten jok motor” (ada pak, tapi di Hp. Hp saya baterainya habis di jok motor). Jelas Handy
“Yo pak”(Ya pak) Jawab Handy
Handy langsung keluar mengambil Hpnya di Jok motor tuanya,
“Yo pak” (ya pak). Jawab Handy
Pak Slamet kembali keluar rumah, dia mengajak sopir, kernet dan satu orang tetangganya untuk pergi kehutan. Dipagi yang masih buta mereka berempat menyusuri jalanan hutan jati sudah mulai sedikit bercahaya,
FYI. Pak Slamet adalah salah satu orang pintar dikampungnya, dan sangat mengenal betul tempat daerah sekitar alas roban.
Tiba-tiba angin dari arah hutan mulai berhembus, menggoyangkan daun-dun pohon jati yang hijau didepan pak Slamet beserta rombongan.
“Ha..ha..ha..haa..ha…” (suara tawa keras dari dalam hutan)
Pak slamet kembali berdo’a dengan khusuk, dia meminta pertolongan kepada yang kuasa.
“kresekkkkk…srekkk”
“Iku bocae, ayo cepet pir gowoen muleh” (itu anaknya, ayo cepat pir bawa pulang) Perintah pak Slamet dengan nada cepat
Sampai dirumah Tyo langsung dibaringkan diteras rumah pak Slamet, ketiga orang tadi juga ikut duduk menunggui Tyo sejenak.
“Iki nek omahku mas, sekitar alas roban.” (ini dirumahku mas, sekitar alas roban). Jawab pak Slamet yang duduk disampingnya
Perlahan Tyo bangkit dan mulai meminum air dari dalam botol secara perlahan. Kejadian sehabis minum Tyo, sama dengan yang dialami oleh Handy sebelumnya.
Pak Slamet juga saat itu menunjukkan temannya Handy sudah didalam rumah sedang istirahat.
Sekilas pak Slamet melihat dari depan rumah, kedua pemuda ini sudah tenang didalam rumahnya.
Tyo yang sudah diruang tamu Pak Slamet, duduk disebelah Handy yang tengah tidur.
“Han tangi…tangi…tangi…”(Han Bangun…bangun…bangun) Kata Tyo dengan menggoyangkan kaki Handy pelan
“Sek yo...sek yo, sabar tak jelasno disek! aku anggite yo gak nangis-nangis ta mau bengi iku golek bantuan.
Waktu terus berjalan hingga esok hari telah tiba, sekitar jam delapan kakak Handy sudah sampai dirumah pak Slamet.
Mas Bram mengawali pembicaraan dengan basa-basi dengan pak Slamet, mas Bram sendiri sudah merasa adiknya ditolong menyampaikan rasa terima kasih yang mendalam.
“kok iso pak yo, sampe jebus mriki arek loro iki, padahal acarae neng Jogja”(kok bisa pak ya, sampai tiba disini anak dua ini.
“Iso ae mas, kemungkinan adek sampean iki wes diincer genderuwone kene pas setane liwat soko Jogja.”
“Oh ngunu pak yo, terus warung iku asline biyen piye pak?”(oh begitu pak ya, terus warung itu aslinya dulu bagaimana pak). Tanya mas Bram yang semakin penasaran
“Yo gak ngerti mas jenenge jaman biyen, mbah Suryo ngelakoni ilmu opo wae wong kene yo podo gak ngerti. Terus maringunu omae mbah Suryo seng ditinggal sue sue tambah wingit, akeh seng diwedini demit nang kunu.
“Loh pak, paling mbahe seng ngajak mangan aku wingi sore iku” (Loh pak, paling kakek yang ngajak makan saya kemarin sore itu). Sahut Handy
“Iyo mas, malah mbiyen akeh korban-korban wong mati jaman londo pas alas dibuka gawe dalan pantura iku.
“Iyo mas” (Iya mas). Jawab singkat pak Slamet
“Yo mas ati-ati.” (Ya mas, hati-hati)
Sampai didepan rumah Tyo ternyata sudah bapaknya sudah berdiri menunggu didepan rumah. Sebutan bapak Tyo dirumah biasa dipanggil pak Joyo
Sekian puluh meter pelarian Tyo berakhir, Tyo langsung ditangkap dan diseret mas Bram dan Handy.
“Aku ki Darmo” Jawab sosok dari tubuh Tyo yang mengaku bernama Darmo
“Tekok endi asalmu” (dari mana asalamu). Tanya pak Joyo
“Teko alas roban” (dari alas roban). Jawab Ki Darmo
“Anakmu diincer karo nyi Blorong” (anak kamu diincar terus sama nyi Blorong). Jawab Darmo
“Mulai kapan, kenek opo kok diincer” (mulai kapan, kena apa kok diincar dan disukai). Tanya pak Joyo
“Aku dikongkon gowo nyi blorong nang kerajaan siluman ulo seng dadi nisorane nyi blorong neng alas roban”
“Gae opo” (buat apa). Tanya pak Joyo penasaran
“Dadi awakmu seng mbingungno arek iki ket wingenane?” (Jadi kamu yang membingungkan anak ini dari kemarin lusa). Tanya pak Joyo kembali
“Emoh” (tidak). Tolak Ki Darmo
“Yo wes nek gak metu koen bakale tak pateni” (ya sudah kalau tidak keluar kamu akan tak bunuh). Ancam Pak Joyo mulai marah
...Tamat…