#saktialamkerinci
- Aroma Jagal Mustika -
Based on true story
@bacahorror #bacahorror
#threadhorror #bacahoror
Kedua, kenapa menggunakan #saktialamkerinci jawabannya adalah, Semboyan Kerinci adalah sakti alam kerinci, dan Kerinci cukup luas, aku
Okay!
Cukup itu saja untuk yg sering ditanya, so!
Aku persembahkan,
Aroma Jagal Mustika
Selamat membaca🤗
Selang waktu berjalan, jam sudah menunjukan pukul 20.00 menandakan acara yang paling ditunggu
Satu persatu penari terjatuh, dari delapan penari, hanya dua yang tak terjatuh. Bagi para penonton yang terjatuh adalah penari yang baik, sedangkan yang tidak adalah penari yang buruk. Hal ini bukan dari lemah gemulainya cara mereka menari,
Chapter 1 - Intro
------------------
Malam berlalu, pagi sudah hampir datang, Oki dan yg lain kembali krumah masing2 setelah sebelumnya membereskan perkakas acara Jaranan tadi
Badan Oki terasa sakit sekali, lidahnya seperti mati rasa
"Ma den tau, den masuak lo tadi ma," (Mana aku tau, aku juga masuk tadi) jawab Linggar, -
"Hoooo ncen Koplok" (hoooo emang goblok) sahut Oki geram
"Ngecek a dang? Ang nan ongok yo" (Ngomong apa kamu? Ang nan ongok yo) jawab Linggar dengan logat minangnya yang kental
Membuka Kurungan sendiri bukanlah sesuatu yang mudah, ada beberapa ritual yg harus-
Chapter 2 - Mustika Pertama
------------------
2 hari berlalu, Oki dan Linggar belum lama pulang dr sekolah, aktivitas seperti biasa, duduk santai diruangan depan sembari menyesap rokok dan kopi hitam mereka
(Maaf klo lama, lnjut ntar malam)
"Eh, nek awak narek pie?" (Eh kalau kita narik gimana?) tanya Alex yang tiba-tiba bertanya tentang masalah me-"narik"
Alex sendiri ingin menguji kemampuannya yang sudah lama ia asa selama beberapa tahun belakangan
Beberapa yang pernah Alex tarik adalah salah satunya Koin Emas bergambar Soekarno
Berbeda dengan koin asli yang dikeluarka Bank Indonesia
Koin yang Alex dapat semacam koin yang sengaja ditanam dan ditutupi ajian agar tidak ditemukan orang lain
Selama 3minggu Alex tidak bisa keluar dari rumahnya, hal yang buruk saat itu adalah, ia selalu berteriak minta tolong
Entah kepada siapa, saat didatang Pak Men, pemilik padepokan Langgam Jiwo
Pasalnya ia tidak memberi tahu kepada Pak Men bahwa dirinya telah menarik Benda Gaib yang seharusnya masih berada ditempat
Untuk balasan atas kesalahan itu Pak Men tidak mau menolongnya
Karto, Erik, Linggar dan Oki terkejut mendengar penyataan Alex yang ingin kembali Narik
"Koe wes pernah mangan Ginjal bakar gak lex?"(kamu udah pernah makan ginjal bakar gak lex?) sahut Karto yang gemas dengan ucapan Alex
"Iya wes, kita bahasa Indonesia raya saja," kata Erik setuju dengan medok jawanya
"Loh kok malah minta izin! Alasannya apa coba kita narik?" Jawab Karto
"Ya kamu tau, alasannya cuma duit apa lagi?" kata Alex dngan gayanya yang memang tengil
"Aku pengin merah delima di danau pecco" jawab Alex serius tanpa senyum dan dengan nada datar
"Bukan yang itu Nggar, ini merah delima asli, kabar yang beredar, ditengah padepokan sebelah, cuma ada beberapa merah delima asli yang ditanam oleh ajudannya S******o,
"Semua manusia butuh uang kali Kar, santai aja sih," jawab Alex masih tetap tengil
Karto terdiam sesaat, seolah sedang memikirkan sesuatu, hingga akhir keluar kalimat dari lisannya dengan nada menantang
"Serius Mas?" Tanya Oki menyelidik mendekatkan wajahnya -
"Iyo, tapi dengan syarat," jawab Karto
"Yah, ninggo syarat cok, opo syarate?" (yah, pake syarat cok, apq syaratnya?) sahut Alex bertanya
"Iyo lah, harus iku, syarate simple, aku gak mau kalau cuma merah delima yg diambil, lah wong disana banyak mustika kenapa
"Emang enek opo ae?"(emang ada apa aja) tanya Oki penasaran, sedang Linggar kembali meng-Ehem, tanda harus kembali dengan bahsa indonesia agar dia jelas
"Banyak pastilah yo, tapi katanya yang paling mantab cuma 4, ada keris pasti itu,
Mendengar penjelasan itu keempat teman Karto berpikir dalam-dalam, benda sebagus itu sangat mahal dan tentu sangat berkhasiat bagi mereka
Ditambah mereka semua mendengar kata Popok Wewe, itu adalah yang paling-
(Ingat Thread aku yang sebelumnya mengenai Popok Wewe? Khasiatnya ada di thread ini)
"Uda gini aja, nanti malam kita ke pecco, kita pastikan aja, ada apa aja disana, setuju?" Ajak Linggar yang mimik wajahnya terlihat sumringah
"Yawes rapopo, salam wae nggo uwek"(ya udah gak apa, salam aja buat nenek) sahut Karto menenangkan
"Mantab iku, ya wes nanti malam kita kumpul dirumahmu ya Ki," jawab Alex yang sekarang terlihat lebih senang
Mereka sudah berkumpul sedari maghrib, terkecuali Erik yang tidak bisa ikut karena neneknya yang sedang sakit
Motor sudah dinyalakan, mereka mulai melaju menuju Aroma Pecco
Ditemani dengan malam yang gerimis tidak membuat mereka mengurungkan niatnya
Belum terlalu malam untuk mengeksplor apa saja yang ada disana,
Seketika Alex berkata "kuntilanak juga isih dandan yamene" (kuntilanak juga masih dandan sekarang) kata Alex kepada Karto dengan nada tengilnya, meskipun sebenarnya diantara mereka berempat Alex lah yang paling penakut, tapi mulut besarnya itulah yang membuat orang -
Seketika Alex berkata seperti itu, mata Karto tertuju dipersimpangan desa sebelum sampai di Aroma Pecco, ya, itu adalah persimpangan Bento
Karto terkejut melihat sosok yang sudah sangat familiar baginya, sosok yang sangat ditakutkan
"Anj**g!!! Tenane koe, gas Kar GAS!!!" (Anj**g!!! Serius kamu, gas Kar GAS!!!) Sahut Alex histeris ketakutan
Meskipun berilmu tapi melihat sosok serupa dengan Pocong, tetap saja -
"Cangkemmu Lex, elek mbanget!" (Mulutmu lex, jelek banget!) kata Karto
Entah karma dari ucapan Alex atau memang sial, Karto justru sekarang merasa takut, Keringat dingin keluar dari lehernya
Pict : Gapura ujung masuk kedalam Aroma Pecco (sumber :@kkrun6661 )
Jam sudah menunjukkan pukul 10.30 malam, sudah cukup malam untuk mulai beraktivitas
Disana Karto menyuruh yg lainnya untuk tetap merapal agar tidak mengundang isiannya
Tak ada yang bicara, hanya batin mereka yang bersuara
Nahas, 1, 2, 3, Boo! Alex tak sadarkan diri
"Pie le? Gelem popok wewe?"(gimana nak? Mau popok wewe) kata sosok yang ada pada diri Alex, hingga setelahnya tertawa tak karuan dan kemudian diam
Sukma Karto berkelana mencari apa saja yang ada didalam tempat itu, hingga ia bertemu dengan penunggu danau (sama seperti yang ada pada thread sebelumnya) ular besar yang-
"Rak usah nggolek molo, muleh kono, ora usah diganggu opo sing wis ono nang kene"(gak usah cari perkara, pulang sana, gak usah diganggu apa yang sudah ada disini) kata Ular besar itu kepada Sukma Karto
Sebelum Sukmanya kembali keraga Karto, ia melihat sesuatu yang sangat menarik, berada diatas pohon, namun dijaga oleh sosok yang mengerikan, serupa perempuan tua yang sangat kucel
Hingga ia kembali ke raganya
Kala matanya terbuka, sosok hitam besar, mengejutkan dirinya, "MULEH!!!" Bentak sosok itu tetap didepan matanya
Karto ingat betul, matanya merah, bertaring dan sangat bau
"Kar, Alex, ngulah"
"Oh ca pant*k terae"(oh emang anak pant*k) maki Karto
Karto mendekatinya dan tak berapa lama Alex kembali sadar, nafasnya cepat, seperti habis berlari jauh
"Kok mulih, enek popok wewe nang nduwor wet iku"(kok pulang, ada popok wewe di atas pohon itu)
"Wes rak sah golek molo ke, wes tak omong fokus, mulo nak wden iku ojo mbok tahan" (udah gak usah cari perkara, udah ku bilang fokus, makannya kalau takut itu jangan ditahan) kata Karto geram "saiki muleh sek,
Alex hanya terdiam tak menjawab, ia merasa sedikit bersalah karena tidak fokus dengan tujuan utama
Menimbang cuaca kembali tidak bersahabat
Namun, sepanjang perjalanan menuju kerumah, Karto tidak bicara satu kata pun, meski Alex mengajak Karto berbicara, ia hanya terdiam membisu tak menjawab apapun
Hingga ia tiba dirumah, ia masih terdiam, ada yang dipikirkannya, banyak sekali kalimat yang berkecamuk dalam otaknya
Tak sedetikpun Ular itu menghilang dari pikirannya
Karto mulai memejamkan mata, berikhtiar, memanjatkan puji-pujian, dan meminta petunjuk, sebenarnya apa yang ia pikirkan
Pikirannya kembali mengembara ke danau itu
Sontak Karto terkejut dengan apa yang ia lihat, sosok itu hanya diam dan menatap Karto dengan mata merahnya
"Melu Aku"(ikut aku) kata sosok hitam itu, ya, wujudnya serupa Genderuwo, tapi tak bisa meyakinkan, apa benar itu genderuwo atau tidak
Ia seolah terhipnotis dengan apa yang sosok itu ucapkan, berjalan menyusuri malam yang gelap, entah sudah sampai mana ia berjalan,
Seolah disambut oleh tuan rumah, kedatangan Karto disambut oleh sosok hitam lagi, tapi kali ini lebih besar badannya, matanya sama seperti yang sebelumnya merah menyala,
Sosok itu cukup membuat nyali Karto menciut, keringat dingin bercampur dengan angin yang semilir semakin membuat tubuh Karto tidak karuan
(Hape aku tadi mati, maaf😁)
Sosok hitam besar yang berada dirumah Karto tak nampak saat ini, mungkinkah dia berubah menjadi sosok yang lebih menyeramkan seperti yang ada didepan matanya saat ini? Karto tidak tahu sama sekali
Karto perlahan mengambil langkah untuk mendekat, satu dua langkah terpaksa ia tapaki, hingga kini Karto berada tepat didepan sosok hitam menyeramkan itu
Tanpa pikir panjang, Karto membuka semua pakaiannya hingga tak sehelai benang pun ada ditubuhnya
Saat ia mulai mendekat, ia dikejutkan dengan jatuhnya sebuah benda didalam sumur itu, seketika itu pula, air didalam-
Setelah air mulai dicampur dengan air jeruk, satu siraman air dari tangan membasahi kepala Karto, seketika itu pula, semua penghuni tempat muncul, baik dari memedi kelas amatir hingga kelas kakap, termasuk pula yang sangat Karto-
Makhluk-makhluk ini seakan sedang menonton sebuah pertujukan, diam dan menikmati
Karto sudah mulai menggigil, tak tahan lagi harus berada didalamnya, hingga ia beranjak dari sumur itu,
Sosok hitam tersebut menghantarkan Karto kesebuah mustika berwarna hijau, entah apa namanya? Sejenis batu berwarna hijau, Karto tidak bisa memastikan itu batu apa, tetapi, pada saat digenggam, tangan karto terasa hangat, tidak panas,
Karto yang seakan sumringah melihat apa yang dia dapat,
Sial, perjalanan yang harus dihadapi karto sangatlah jauh, ia harus berjalan kiloan meter untuk sampai kerumah, ada rasa geram karena dituntun ketempat yang cukup jauh,
Meski takut, apalah yang bisa ia perbuat selain menahan dan mempercepat jalannya
Lebih dari satu jam ia berjalan, hingga akhirnya ia sampai didepan pintu rumah
"Ojo dicolno" (jangan dilepaskan) suara yang entah dari mana datangnya, Karto tersentak dan buru-buru masuk kedalam rumah, saat melihat jam, sial, sudah hampir subuh
"Oh, seko gene Oki pak, enek perlu nggo acara sesok pak, kok wes tangi pak?"(oh, dari tempat Oki pak, ada perlu untuk acara besok pak, kok udah bangun pak?) jawab Karto seraya bertanya
Karto langsung masuk kedalam kamar,
Chapter 3 - Mustika Kedua
------------------
(Sepertinya harus dilanjut besok deh, nggak ngerti kepala mendadak puyeng+mual, terimakasih yang masih setia menunggu, ceritanya masih panjang semoga gak bosan untuk tetap membaca, kita ketemu 2 hari lagi)
“Pant*k! Opo sih mas, ngganggu tenan,”(Pant*k! Apa sih, mengganggu sekali) jawab Oki yang separuh sadar.
Setelah selesai, kopipun sudah bisa diminum dan dinikmati bersama, Karto mulai membuka pembicaraan dengan menyesap rokok yang ia nyalakan beberapa detik yang lalu.
“Pie? Pie?” (gimana? Gimana?) tanya Oki menyelidik.
“Mau mbengi aku dituntun karo wong ireng, koyok genderuwo ngono kae lah,
Ia masih tetap takut, karena baginya, jin seperti ini tidak pernah bisa di tawar-tawar,
“Koyok e, niat nggo narek MD neng Pecco dibatalke wae lah yo Ki, aku nggak yakin soale,”
“Podo mas, iki koyok e nak dilanjutke iso jadi pekoro iki mas, ngerti dewe toh mas, Alex ke pie boca e, nak wes ndue karep, mboh pie carane bakalan lanjot cah kae mas,
“Lah yo iku, nyegah e pie, cah kae nak ra enek awak, yo bakalan nggolek sing lio, rak eleng kue pie dee pas narek emas kae pie? Awak rak enek,
Benar sekali, diantara mereka berlima Alex adalah sosok yang paling susah diajak kompromi, dan pada intinya dia sangat egois. Apapun akan dia tempuh walau harus menahan ketakutan.
Tak berapa lama, Oki beranjak dari tempatnya, dan mengambil kalender. Tepat sekali, malam nanti adalah malam selasa kliwon. Saat dimana rakyat dedemit keluar(infonya ini didapat dari penuturan Karto sendiri).
Wajah Karto sontak berubah menjadi semakin cemas.
“Koe rak enek ketok Alex po?”(kamu nggak ada liat Alex apa?) tanya Karto setelah-
“Ora mas, kan aku micek mau,”(nggak mas, kan aku tidur tadi) jawab Oki.
“Iki kudu dicegah Ki, nek ora, mboh bencana opo sing bakal kedaden”(ini harus dicegah Ki, kalau tidak, entak bencana apa yang bakalan terjadi) kata Karto serius.
“Kae sing jogo MD, ulo sing njogo pecco, pas aku nerawang wingi, aku diparani mbek Ulo iku, ijek kelingan kue, jarene Dalan Putos kae isone putus mergo nogo,
Karto nampak sekali cemas dengan apa yang akan terjadi, walaupun semua itu bisa saja tidak -
"Awak gowo gene Pak Men wae mas ngko mbengi"(kita bawa saja ke tempat Pak Men nanti malam) kata Oki yang wajahnya sangat memucat
Oki yang mendengar jawaban itu kembali terdiam dan kembali berpikir
Membatin rapalan yang ia ketahui
Mata Karto mulai tertutup
Melihat hal itu Karto menjadi geram
Ia raih batu yang berada diatas meja itu, namun, hal yang lain malah terjadi, batu itu justru seperti sedang berada
Panas sekali, tangan Karto seakan melepuh, meskipun tidak secara fisik
"Ki, guangen wae lah iku watune, pant*k tenan kok,"(ki, buang sajalah batunya, pant*k bener kok) ujar Karto memaki batu itu
Dengan terpaksa Karto melepas bajunya, dan mengambil dengan beralaskan baju yg ia kenakan
Usahanya sia-sia, baju yang ia gunakan untuk alas tangan, juga ikut panas
Mereka berduapun pergi kerumah Pak Men, rumahnya tidak terlalu jauh dari rumah Oki, tapi tetap harus menggunakan motor agar tidak terlalu lama sampai, jaraknya hanya satu kilometer saja dari rumah Oki
Diperjalanan Oki serasa melihat hal ganjil
Oki tidak bersuara, dia hanya diam dan menunduk saja
Tidak lama mereka sampai di rumah Pak Men
Benar Pak Men sudah berada dirumah, bahkan baru sampai dirumah
"Monggo, nang dapor Kar, Ki,"(monggo, didapur Kar, Ki) jawab Pak Men yang berteriak dari arah dapur
Mereka langsung masuk kedalam dapur, dan bersalaman dengan Pak Men
"Baru muleh, Pak?"(baru pulang, Pak?) kata Oki membuka percakapan
"Nggak usah Pak, awak bar ngopi ntes"(nggak usah Pak, kita baru saja ngopi)
"Wes meneng toh, antengo neng kene, enak-enak kopiku, rak kalah mbek gene Mak Jum"(sudah diam toh, tenang saja disini, enak-enak kopiu, gak kalah sama punyanya Mak Jum) sahut Pak Men
"Sakjane loh Pak..."(sebenarnya loh Pak...) kata Karto terpotong
"Wes.. aku wes weroh"
Mereka hanya diam sembari menunggu kopi mereka datang, ya itu kopi kedua untuk sore ini bagi mereka
(Break ya, kosanku banjir, 😭lanjut besok selepas isya Insha Alloh)
Pak Men juga tidak ketinggalan dengan kopinya sendiri
"Ngene loh Pak, aku bingong, ora enek angen ora enek gludok, batune murop dewe pak, tros jadi ireng koyok ngene iki"(gini loh Pak,-
Pak Men memegang batunya, dan tidak ada reaksi apapun darinya
"Batune ora popo, isine sing nggawe molo, iki iso jadi apik yo iso jadi elek, yo tergantong kue, mung iki awale elek"(batunya gak apa-apa, isinya yang bikin perkara, ini bisa jadi baik ya bisa jadi buruk, tergant-
Oki dan Karto hanya mengernyitkan dahinya seolah tak paham
"Pie sih Pak? Rak dong aku ee"(gimana sih pak? Gak paham aku) tanya karto kebingungan
"Intine batune simpen wae, men tinggal sek neng kene, sesok wes maleh koyok pertama,"
"Oh yo lah pak," kata Karto "oh iyo pak, iki masalah Alex, de e arep jokok MD nang pecco"(oh iya pak, ini masalah Alex, dia mau ambil-
"Jarke wae, nganti tuek rak bakalan MD iku munggah, ngko bar isya mrene, kancani aku rono, awak deleng ca kae narek,"(biarkan saja, sampai tua gak bakalan MD itu keluar, nanti selepas isya kesini, temani aku kesana, kita liat mereka narik) ujar Pak Men
"Kok leh heran, koyok ra weroh cah kae pie,"(kok ya heran, kayak gak tau dia gimana) jawab Pak Men
Selepas berbincang-bincang dengan Pak Men, hari sudah hampir petang, Karto dan Oki
Selepas adzan maghrib, dan menunaikan ibadah sholat, Karto bersiap-siap kerumah Oki
Malam ini selasa kliwon, dan Alex belum juga menampakan batang hidungnya, itu artinya Alex juga masih bersiap-siap untuk
Malam ini, cuaca sedang berbaik hati dengan warga Batu Lapang, bahkan Kayu Aro
Karto berjalan melewati jalanan setapak menuju kerumah Oki, semua berjalan tenang hingga ia berpapasan dengan tempat yang cukup disakralkan didesa
Letaknya tepat dibawah pohon besar, dan kerap digunakan untuk mandi warga atau pun mandi malam untuk para murid padepokan Langgam Jiwo
Bulu kuduk Karto serasa berdiri, malam ini tak seperti biasanya
Namun, Karto tetap mencoba tenang
Suaranya serupa dengan jatuhnya buah nangka yang sudah masaka
Merasa terkejut, Karto sempat mengeluarkan kata kasar
"Pant*k" maki Karto karena terkejut
Ya, hari belum terlihat malam, serasa aneh jika Karto ditakuti dengan hantu sedini itu
Selepas ia berkata seperti itu, tiba-tiba saja, ada sesuatu yang menggelinding menyebrang kejalan
Apalagi kalau bukan kepala yang iseng melintas dan mengganggu perjalanan Karto
Suara aneh mulai terdengar, jalanan memang terlihat sangat sepi, karena Karto mencari
Pencahayaan hanya berasal dari lampu senter yang cukup redup
Samar-samar terlihat sosok putih menggantung diatas pohon
"Kok rame mbanget yo mbengi iki"(kok rame-
Selaras dengan gumaman Karto sosok balutan kain Putih terbang melintas jalan setapak
"Iki baru aku gilo, asu!"(ini baru aku takut, asu) maki Karto
Karto langsung mempercepat langkahnya, ditemani dengan nyanyian jawa yang tak tau berasal dari mana
(Buat intermezo)
Karto sadar bahwa dibelakangnya ia masih diikuti oleh sosok yang ia takuti, 'pocong'
Ia tak berani melihat kebelakang, sekuatnya ia berusaha untuk berjalan sampai dirumah Oki
Dengan keringat yang menetes dari keningnya, ia menggedor rumah Oki, syukurlah Oki ada dirumah
"Asu, aku dideni guleng Ki"(asu, aku ditakuti guling Ki) bisik Karto, agar tidak terdengar oleh orang tuanya Oki
"Takonanmu, nyeleneh"(pertanyaanmu, aneh) jawab Karto "yo emboh kok iso, jal takon mbek pocong e sisan"(ya gak tau kok bisa, coba tanya ke pocongnya sekalian) lanjut Karto
Seperti biasa, Oki mempersilahkan Karto duduk dan membuatkan kopi untuknya
Mendengar suara adzan Karto da Oki bergegas mengambil air wudhu dan menunaikan ibadah sholat, secara sendiri-sendiri
Ketika sholat, tepat pada-
Karto hanya diam, meski terkejut dia hanya diam dan berusaha tetap khusuk melaksanakan sholat
Karto keluar disusul dengan Oki yang sudah selesai sholat dikamar sebelah
"Mas, aku dibisik i"(mas, aku dibisikin) kata Oki berbisik kepada Karto
"Loh kok podo Ki"(loh kok sama Ki) sahut Karto mengernyitkan
"Lah, iso yo bareng, opo jarene?"(lah, bisa ya bareng, apa katanya?) lanjut Karto bertanya
"Emboh mas, rak weroh artine aku, seng aku weroh suorone, enek nyebut 'rencang' artine konco, salok e rak weroh aku, 'ampil kondor' opo opo mau"(entah mas, gak ngerti artinya aku-
"Ampil kondur" ralat Karto
Oki menyetujui ralatan Karto dengan isyarat jari telunjuk menunjuk kearah wajah Karto, tanda meng-iyakan pernyataan
Karto dan Oki menyalakan motornya dan bergegas kerumah Pak Men setelah berpamitan dengan orang tuanya
Sesampainya dirumah Pak Men, benar sekali, Pak Men sudah menunggu mereka berdua, tetapi disana Pak Men tidak sendiri, ada Pak Yok yang berada disebelah Pak Men
"Wih, kok ngganteng koncomu Kar?"(wih, kok ganteng temanmu Kar?) tanya Pak Yok yang tersenyum melihat Karto
"Lah, Oki kok ngganteng pie toh Pak, pacakan koyok welot ngganteng-
Pak Men terlihat tersenyum geli, mendengar Pak Yok yang mengatakan hal itu
"Yo teros wae, nyek teros ae"
"Haha, iku sing ngetotke koe Kar, gulingan"(haha, itu yang ngikutin kamu Kar, gulingan) kata Pak Yok
Mendengar hal itu, wajah Oki dan Karto mendadak berubah menjadi pucat
"Ah riko Pak, westalah, ojo diomong"
Karto pun memalingkan pembicaraan ke hal yang baru saja ia alami, termasuk kejadian yang juga dialami Oki
Rupanya, 'Ampil Kondur' artinya adalah 'bawa pulang'
Bahasa jawa kuno atau biasa disebut
Bahasa yang sudah tidak pernah digunakan dikalangan jawa daerah Kayu Aro, lebih tepatnya tidak digunakan oleh kaum muda
Lantas, maksud dari bisikan itu menuju pada satu orang, dan Pak Men menerka bahwa yang dimaksud adalah Alex
Kemungkinan besar Ia akan dibawa
Pembicaraan sudah mulai menjurus pada niat Alex yang akan menarik MD di Aroma Pecco
Pak Men justru tidak ingin mencegahnya, melainkan membiarkan Alex tetap melakukan itu, tetapi tetap harus dipantaub
Pak Men juga sudah mendengar bahwa Alex akan ditemani oleh seorang guru padepokan 'sebelah' yang juga masih anak murid dari Pak Men yang sudah cukup tua
Karto, Oki, Pak Men dan Pak Yok bergegas menuju ke Aroma Pecco
Selama perjalan semua berjalan lancar, kecuali Karto, lagi lagi Karto, dan ia masih tetap saja diikuti oleh pocong
Entah kenapa
"Anj*ng MINGGAT TOH!" Maki Karto yang membuat Oki hanya heran, ya, walaupun Oki paham akan hal itu
Selaras dengan makian itu, Pocong itu pun menghilang entah kemana
Karto bersyukur akan hal itu, perasaannya sudah lebih tenang
Suasana sangat mencekam malam itu, terang, dan bulanpun memancarkan sinarnya, menambah kengerian yang ada disana
Beberapa dedemitpun ikut bergabung dengan mereka
Mulai dari Kuntilanak, Pocong, Gendruwo, juga pemilik popok yang ada dipohon seberang
Dan masih banyak lagi,
Karto dan Oki terbelalak melihat apa yang ia lihat
Linggar juga berada disana
Sedang Karto dan Oki dan lainnya masih mengamati
"Perasaanku rak kpenak iki Yok"(perasaanku gak enak ini Yok) bisik Pak Men kepada Pak Yok
"Aku wedi sing digowo iki malah uduk Alex"(aku takut yang dibawa ini bukanlah Alex) ujar Pak Men
"wes deleng wae, ngko nak enek opo-opo, baru awak e dewe mudon"(udah lihat aja, nanti kalau ada apa-apa, baru kita turun) jawab Pak Yok menenang-
Karto mencuri dengar bisik-bisik antara Pak Yok dan Pak Men, mungkin yang mereka maksud adalah Linggar, tapi, Karto lebih memilih diam dan pura pura tidak mendengar
Malam semakin larut, suasana menjadi semakin mencekam, satu persatu dedemit mulai menunjukan dirinya secara gamblang, dan mendekat kearah pondok tempat Alex dan yang lain-
Jelas saja mereka tidak suka tempatnya diganggu oleh manusia serakah, tidak bisa menahan nafsu untuk sekadar membiarkan apa yang sudah tertanam oleh alam
Suara cekikian yang entah berasal dari mana membuat Oki sedikit takut
Suara gemuruh dan kilat yang terkadang me-
Air didanau yang semula tenang, kini seolah terombang-ambing serupa air dalam ember yang sengaja diguncangkan
Suasana yang semula hanya mencekam, kini berubah menjadi sangat mencekam
Kini, angin yang mulai berhembus kencang dan menerbangkan daundaun yang jatuh kedasar tanah
Aroma kemenyam tercium kuat,
Satu persatu pusak dan mustika perlahan keluar
Yang pertama keluar adalah popok wewe, kedua keris (entah apa namanya aku lupa), ketiga keris semar mesem, dan yang keempat adalah yang paling
Pusaka dan mustis itu berjajar lurus keatas dan mendekat kearah pondok tempat Alex dan yang lainnya berada
Pak Yok dan Pak Men yang menyadari hal itu, mulai merapal beberapa bacaan yang Karto sendiri belum pernah mendengarnya
Karto dan Oki yang mengamati sembari menahan ngeri, melihat keempat orang yang berada dipondok itu berdiri dan menghadap kearah keempat pusaka dan mustika itu
Tiba-tiba saja, entah karna apa, semua pusaka dan mustika itu menghilang lenyap dari pandangan mereka, termasuk pula Karto dan Oki
Sedang Pak Yok dan Pak Men masih duduk bersila dan menutup matanya
"Yo aku juga, ngko wae cerito nang ngomah"(ya aku juga, nanti aja cerita dirumah) balas Pak Yok
Selang beberapa saat, terdengar suara hentakan yang entah berasal dari mana, suaranya seperti tanah yang dihantam oleh benda besar
Cahaya bulan yang menerangi Aroma Pecco saat itu, menambah jelas apa yang terjadi pada air danauw
"Ah Anj*ng" maki Alex yang suaranya terdengar, bahkan suaranya bergema
"Sopo mau sing rak fokus, malah mileh sing laine"(siapa tadi yang gak fokus
Tak ada jawaban dari percakapan itu, terlihat dari jauh semua wajah memasang raut wajah yang kesal, kecuali Linggar
Setelah semua pergi dari pondok dan lampu motor mulai menjauh dari Aroma Pecco, Karto dan yang lainnya mendekati pondok dan memastikan bahwa tidak ada yang tertinggal
"Yo ora aneh, pusoko neng kene iki bedo mbek sing nggon lio, nak sing njokok wong serakah koyo ngono mana iso, nak arep pengen MD yo MD wae ojo mikir liane, lah pengen MD kabeh arep di pek, yo ra iso"(ya gak aneh,
Hingga pada akhirnya mereka pu pergi kembali kerumah masing-masing
Hingga keesokan harinya kabar tidak menyenangkan terdengar oleh Karto dan Oki mengenai Alex dan Linggar
Next
Menjelang Sholat Isya, Oki dan Karto pergi kerumah Alex
Sesampainya disana sudah berkerumun para tetangga
"Ono opo iki Pak? Kok rame?" (ada apa ini pak? Kok rame?) tanya Karto dengan salah satu warga
Karto dan Oki langsung menerobos kedalam,
Mata mereka mendapati tubuh Alex terbujur kaku dengan mata melotot tanpa bergerak
"Emboh loh Kar, bocah gor kakean pola tenan, Pak Men karo Pak Yok isih nang dalan arep mrene"
Bacaan surat yasin sudah selesai dikumandangkan, para warga yang turut hadir akhirnya pulang kerumah masing-masing
Kini dirumah itu hanya tinggal Alex dan keluarga, Pak Yok Pak Men Karto dan juga Oki
Semua saling beradu pandang ketika Pak Yok berkata yang sebenarnya
"Anakmu isih di gowo mbek demit, iso mbalek, koe tenang wae, iki kejadiane podo karo Linggar
"Bener berarti sing wingi Pak"
"Iyo Kar, demit kae memang wes weroh karo niatane bocah iki, alhamdulillah e, uduk Linggar sing digowo, nek iyo, kasian jek cilik dadi emplokan demit"(iya Kar, setan itu memang sudah tahu dengan niatnya anak ini, alhamdulillah, bukan
"Terus iki pie Pak?"(terus bagaimana ini Pak?) tanya Karto lagi
"Yo arep pie, ora enek sing iso dilakokno kecuali ikhtiar, tapi insha Alloh, Alex rak bakal sui nang kono, deknen pasti mbalek"
Pak Yok menceritakan semuanya apa yang telah terjadi pada Alex
Pak Yok dan Pak Men berpamitan setelah mencoba menjelaskan apa yang sudah terjadi
Ia lebih memilih untuk menjaga jarak dengan Karto, dkk, itupun juga sesuai yang diminta oleh orang tuany
Malam itu, tepat malam Jumat, para warga sudah selesai membaca yasin dirumah Alex, tak tertinggal pula Karto dan Oki, sama seperti warga yang baik, yasinan hanya untuk membantu mendoakan agar Alex lekas sembuh
Selaras dengan itu matanya mengeluarkan air mata
Melihat hal itu, tangisan Ibunya Alex menjadi semakin kencang
cukup lama Pak Yok terdiam dan bersila, dibantu pula dengan Pak Men, ada sekitar 15 menit suasana rumah menjadi hening dan mengerikan
Tawa menggelegar terdengar, suaranya sama seperti suara -
Tak hanya itu, pintu belakang rumah Alex seah digedor kencang, hingga membuat orang tua Alex menjadi ketakutan
Angin kencang menyeruak masuk kedalam rumah, selaras dengan kembalinya Pak Men dan Pak Yok dari merogo sukmo
"Opo sarate Pak?"(apa syaratnya Pak) kata Ibunya Alex
"Alex kudu dimandeni banyu 7 sumur, sumur ke7 iku yo banyu pecco iku dewe, karo de e kudu dimandeni neng tengah-tengah Pecco"(Alex harus
"Enek meneh Pak?"(ada lagi Pak?) tanya Ibunya Alex lagi
"Ono,"(ada) jawab Pak Yok seolah menahan perkataannya
Sepertinya itu hal yang mudah bukan?
Chapter 4 - Penjagal Mustika
----------------
(Pada Chapter ini, akan aku jelaskan sesuai apa yang telah disampaikan oleh narasumber, dan akan menjadi chapter akhir dari thread ini, semoga malam besok bisa diselesaikan,)
Bertemu lagi besok malam😘
Mari kita lanjutkan
Syukuran belum dilaksanakan, Pak Yok dan Pak Men masih mencari bberapa perlengkapa untuk syukuran tersebut,
Sedangkan keluarga Alex sibuk mencari ayam cemani, karena pada dasarnya ayam hitam ini
Ditambah dengan 7 ekor ayam, keluarga sempat kebingungan mencari kemana jenis ayam seperti itu
Hingga pada akhirnya Pak Yok memberi tahu bahwa anaknya yang berada di Kota Padang akan kembali, dan Pak Yok meminta tolong untuk membawakan
bukan pula perkara mudah untuk mencari ayam jenis itu
Entahlah! Demi kembalinya Alex, keluarga pasti akan berusaha semaksimal mungkin
Hingga sudah lebih dari beberapa malam, Alex masih dalam keadaan sama,
Sampai saat dimana acara syukuran dimulai
Sesampainya disana hal yang tak terduga pun terjadi
Ada syarat yang sepertinya lupa atau entah bagaimana tidak disampakan oleh Pak Yok saat malam itu
"Kabeh sing ndue penggawean nang lemah iki pas kae, kudu melu mandi,"(semua yang ikut dalam kegiatan kemarin, harus iku mandi) kata Pak Yok
"Njok pie terose"(terus bagaimana?) tanya Karto yang juga ikut dalam memandikan itu
"Yo disusol"(ya dijemput)
Akhirnya dengan malas, Karto menjemput Linggar dan dua orang lainnya untuk ikut dalam acara pembersihan malam ini
Sedangkan yang lain menunggu dan mempersiapkan semuanya
Ia disambut oleh makhluk hitam besar yang serupa dengan hari
Karto mengabaikannya, yang jadi pernasalahannya lagi adalah saat bertemu dengan orang tua Linggar
"Baa?"(bagaimana?) tanya Ibu Linggar ketus
"Giko buk, awak dapek amanat dari Pak Yok
"Ndak ang caliak hari lah malam ko?"(tak kau lihat hari sudah malam ini?) kata
"Iyo wak tau buk, tapi masalahnyo, kok Linggar ndak ikuik, Alex ndak bisa dimandikan do buk, karano Linggar ikuik juo wakatu Alex pai narik barang,"(iya saya tau buk, tapi masalahnya, kalau Linggar nggak ikut, Alex gak bisa dimandikan buk,
"Ndeh! Ha yo tunggulah santa!"(ndeh! Ya sudah tunggu lah sebentar) sahut Ibu Linggar menahan emosi
Walaupun Linggar tidak salah, Linggar tetap ikut andil didalamnya
"Pai wak lai"(pergi kita lagi?) ajak Linggar
"Ang pai-pai se, jampuik yang duo lai, lai tau ang rumahnyo kan?"(kamu pergi-pergi saja, jemput yang dua lagi,
Linggar hanya mengangguk seolah paham,
"Langsuang se ka pecco, den lah telpon apak-apak tu, tu ceknyo iyo nyo sadang dijalan kini ma"(langsung saja ke pecco, aku sudah telepon bapak-bapak itu, terus katanya iya mereka sedang dijalan)
"Lai sabana ko? Main-main den pacahan kaniang ang beko"(bener nih? Main-main aku percahin keningmu nanti) sahut Karto meyakinkan Linggar
"Iyo da, kami lah tau mah, apak-apak tu ngecek patang"(iya bang, kami sudah tau, bapak-bapak itu bilang kemarin) terang Linggar
Proses memandikan Alex akan segera dimulai
Linggar dan dua lainnya bersedia untuk memandikan Alex,
Alex dipapah menuju kearah pondok ditengah danau, dan Linggar membawa air yang sudah diambil dari
Air sudah diguyurkan kebadan Alex, (fyi: Linggar dan dua lainnya hanya menggunakan air danau saja)
Mulai dari kepala hingga kaki, cuaca yang begitu dingin tentu membuat
Pada saat proses pemandian Alex
Hal-hal biasa yang sering terjadi pada tempat seram terjadi
Penghuni Aroma Pecco mulai berdatangan, mulai suara-suara
Namun yang mendengar dan melihat hal itu hanya mereka yang bisa mendengar dan melihat, sedangkan Ibunya Alex, dan Bapaknya tidak dapat mendengar dan melihat hal itu
Pemandangan yang pernah terlihat oleh Karto dan Pak Yok pun kembali terjadi, pusaka dan mustika keluar dari dalam danau, hal itu hanya menandakan bahwa
MD yang diincar oleh Alex dan yang lain bersinar terang, walau orang tua Alex tak bisa melihatnya
Tapi mustika itu terlihat sangat indah sekali
Mustika dan pusaka lainnya kembali menghilang dan air pun ikut menjadi tenang
Alex belum juga sadarkan diri, Linggar dan dua lainnya memapah Alex keatas, dan kembali memakaikan pakaian untuk Alex
"Saiki Alex wes dimandeni yo,"(sekarang Alex sudah dimandikan ya) kata Pak Yok
"Aku mung njalok karo sampean-sampean mas,"
"Ojo pisan diulangi, opo meneh nggowo ca sing elmune sak upel, iki nyowo taruhane, aku weroh sampean mbien anak buah e Pak Men, tapi ojo libatno anak buah e Men, mbahayani"
Akhirnya Alex dan keluarga juga yang lainnya pulang kerumah
"Wes tenang wae, sesok tangi bocah e, ijek enek syarat sing urung dipenuhi"(udah tenang aja, besok bangun anknya, masih ada syarat yang belum dipenuhi) terang Pak Yok menenangkan orang tua Alex
Syukuran sudah dilaksanakan dan tulang-tulang pun sudah dikumpulkan dan sudah dimasukan kedalam batang pisang
Pada proses ini Karto dan Pak Yok yang mengambil alih
Karto dan Pak Yok membungkus batang pisang yang sudah diisi tulang ayam cemani tadi dengan menggunakan kain mori (kafan)
Karto dan Pak Yok mulai menggali, hingga terasa cukup dalam Karto dan Pak Yok siap untuk mengubur batang pisang itu
"Wes rapopo, karma kui, jarke wae, delok ngkas mari, tangi, tangi iku"(udah gapapa, karma itu, biarkan saja sebentar lagi sembuh, bangun, bangun itu) terang Pak Yok dengan raut wajah santai
Tidak ada yang berani memanggil Pak Yok, karena memang sebelumnya sudah diberikan perintah untuk tidak
Batang pisang yang hampir mirip dengan pocongan itu membuat Karto sedikit ngeri melihatnya
Satu tumpuk tanah mulai menimbun tubuh pisang tersebut
Ditemani dengan jeritan Alex dan cekikikan perempuan yang entah datang dari mana
Pak Yok memberikan tanda serupa nisan tapi bukan nisan, hanya untuk tanda saja, tak lebih dari itu
Selepas itu Karto dan Pak Yok membersihkan dirinya dan kembali masuk kedalam rumah
"Ojo diulangi meneh yo Lex, cukop peng pindo iki koe gawe geger mamak bapakmu"(jangan diulangi lagi ya Lex, cukup dua kali saja
"Nggeh Pak, ngapurone wes gawe salah"(iya Pak, maaf sudah buat salah) jawab Alex dengan tangis yang masih terisak
Satu persatu pun pulang kembali kerumah masing-masing dan sejak saat itulah Alex menjadi
Tidak pernah ada yang tau bagaiman Tuhan memberi hidayah pada hambanya bukan?
Kadang Tuhan punya rencana sendiri untuk membuat manusia itu berubah, baik itu selamanya atau hanya sementara, semua kembali pada diri masing-masing
Dari prilaku Alex tentu kita semua tahu, jangan jadi orang yang tamak dan yang lainnya
-Tamat-
So, mungkin hanya secuil kisah Karto dan teman-teman yang bisa aku sampaikan ada thread kali ini
Semua nama karakter sengaja aku ubah agar tidak menyinggung pada pihak yang bersangkutan
Terlepas nyata atau tidaknya cerita ini
Semua aku kembalikan kepada
Aku hanya menyampaikan sesuai apa yang diutarakan oleh narasumber yaitu Karto
Terimakasih kepada teman-teman semua yang sudah mau menunggu
Maaf jika ada kesalahan kata dan sudah membuat kalian semua menunggu lama
"Ojo Nggeragas"
Aku GusBrind
See you in my next story
Aku sayang Kalian 😘😘
Kulo wangsol🙏