Malam ini saya ingin berbagi cerita lg kepada teman-teman, tentang sebuah pengalaman yg dialami langsung oleh istri saya.
Cerita ini akan saya tuliskan kembali dengan sudut pandang yg disesuaikan agar lebih mudah dipahami.
Tapi sebelumnya, seperti biasa,
Sama hal nya dengan nama tempat, nama instansi, nama jalan dan hal-hal apa pun yg sekiranya dapat menyebabkan ketersinggungan bagi beberapa pihak.
Tepatnya pada awal tahun 2009...
Istri saya merupakan anak ke-3 dari lima bersaudara. Atau biasa jg disebut dengan istilah "Anak tengah".
Sebut saja A Rian, A Galuh, Tiara dan Cindy. Dan istri saya, Ditya.
"Aa", karena memang istri saya merupakan keluarga berdarah Sunda yg dibesarkan oleh seorang wanita tangguh, seorang diri.
Tanpa panjang lebar lg, mari kita mulai ceritanya...
Satu hal yg membuatnya spesial adalah penanda di kalendar menunjukan tahun 2008 telah usai.
Ditya yg baru saja menghabiskan malam tahun baru bersama 4 orang temannya, hari itu bangun lebih siang dibandingkan biasanya.
Ia terbangun dengan kondisi masih kelelahan setelah semalaman begadang bersama teman-temanya, menikmati barbeque yg sudah mereka rencanakan jauh hari sebelumnya.
Hubungan Ditya dan pacarnya sebenarnya baik-baik saja. Namun kesibukan pacarnya yg kala itu berprofesi sebagai pembalap muda profesional membuatnya seringkali pergi keluar kota bahkan negeri...
"Happy New Year 2009, Ditya ♥️"
Sebuah pesan terlihat di notifikasi hp Blackberry miliknya
"Maaf ya gw gak bisa New Year's bareng lo. Semoga tahun depan kita bisa ngerayain tahun baru barengan ya!"
Begitu pesan yg tertulis.
Gumam Ditya sembari tersenyum kecut membaca pesan dari pacarnya dengan mata yg masih berat dan setengah tertutup.
"Happy new year too! Lo balik kapan dari Malaysia?", Balas Ditya kepada pacarnya, tak ingin mengutarakan perasaannya yg sebenarnya.
Ia mencolokan hp nya dan bangkit dari kasurnya, meninggalkannya di atas bantal.
Ketika Ditya mencoba bangkit dari kasur menggunakan lengan kirinya untuk menahan beban tubuhnya, ada rasa sakit seperti tertekan dan sedikit menusuk di bahu sebelah kirinya...
"Aduuuh... Salah bantal lg!",
Keluh Ditya saat itu.
Hal itu merupakan awal dari sebuah kejadian yg akan merubah sudut pandamg hidupnya...
Dari segi sesusatu yg memang TIDAK bisa dipandang mata...
"Tumben udah bangun Teh..."
Dilihatnya sosok perempuan tangguh kebanggaannya tengah berdiri menyiapkan sarapan di meja makan dengan pakaian yg sangat rapih
Tanya Ditya kepada Mamih
"Iya, mau pergi sebentar ke Cakung..."
"Ke rumah Umi? Koq gak ngajak?"
Umi adalah panggilan untuk nenek mereka, Ibu dari Mamih yg tinggal tidak terlalu jauh dari mereka.
"Sebentar doang... Mau jemput Umi, siapa tau mau nginep."
"Iya Mih... Emang sekarang jam berapa sih?"
Tanya Ditya sambil melihat ke arah jam dinding yg terpasang pada tembok besar di ruang tamu.
"Lah, masih jam 8..."
"Makanya Mih bilang tumben, gak libur aja susah bangun"
Ucap Ditya
"Yaudah sarapan dulu, nanti balik tidur lg."
"Mih mau manasin mobil dulu ya Teh",
Lanjut Mamih sambil berjalan ke garasi rumah membawa kunci mobil berniat menyalakannya.
"Iya, Mih..."
Ditya pun berjalan menuju meja makan,
Ditya menarik kursi makan yg terletak di sisi kiri nya berniat duduk di sana...
Sampai tiba-tiba, untuk kedua kalinya ia merasakan hal yg sama seperti yg ia rasakan tadi...
Bahu sebelah kirinya terasa nyeri lg, dan kali ini sedikit lebih sakit dari sebelumnya.
"Kenapa Teh?",
Tanya Mamih yg sudah kembali dari garasi usai menyalakan mesin mobil.
"Salah bantal kayaknya Mih... Nyeri banget..."
"Gak usah laah Mih, gpp koq... Paling nanti jg mendingan",
Tegas Ditya
"Beneran gpp, kalo keselo gmn?",
Tanya Mamih yg sedikit khawatir. Mamih memang sangat perhatian terhadap anak-anaknya.
"Udah Mamih pergi aja, nanti jg abis sarapan aku masuk kamar lg..."
"Beneran Teh?"
"Iyaa Mamiih..."
"Hmmm... Yaudah deh, Mamih jalan ya Teh"
Mamih pun berbalik, melangkah menuju pintu depan.
Ditya mengikutinya di belakang.
Ucap Ditya sembari melambaikan tangannya ke arah mobil melaju, menjauh meninggalkan rumah.
Ia kembali menuju ke dalam rumah. Menutup pintu depan dan membuka gordennya, membiarkan cahaya mentari di awal tahun menyinari ruang tamu rumahnya.
Kembali ia rasakan nyeri di bahu kirinya.
Lebih nyeri dari sebelumnya.
Sambil meraba menyusuri tembok yg menjadi pembatas antara 3 ruangan, ruang tamu, ruang makan dan kamarnya, ia terus berjalan berusaha meraih knop pintu kamarnya diujung tembok.
Terdengar seruan dari arah ujung ruang makan.
Dilihatnya A Rian yg baru saja turun dari tangga yg terletak tepat di samping wastafel pencuci piring.
"Mau masuk kamar A..."
"Aa koq udah bangun?"
Tanya nya kepada kakak lelaki tertua nya...
"Aku laper, ada makanan gak?"
"Ada tuh A...", Jawab Ditya sambil melihat ke arah meja makan seakan menunjukan pada A Rian sarapan yg sudah disiapkan Mamih
"Kamu kenapa?", Tanya A Rian yg melihat Ditya seperti menahan nyeri...
"Diih, tahun baru sakit... Hahahaha"
"Yaudah sana tidur lg gih..."
Ditya yg sudah terbiasa dgn sifat A Rian yg suka sekali mengisengi adik-adiknya itu hanya tertawa kecil lalu berbalik menuju ke kamarnya.
Sesaat Ditya merasakan rasa nyeri itu lg, kali ini ketika punggungnya bersentuhan dengan tembok. Tidak sesakit sebelumnya,
Ia pun memperbaiki posisi, merebahkan badannya di kasur,
Aneh,
Kali ini seperti ada yg mengganjal di punggungnya.
Belum sempat Ditya merebahkan punggungnya, rasa nyeri dan menusuk-nusuk itu kembali terasa...
Tak kuat menahan rasa sakit yg entah bagaimana perlahan mulai menusuk sampai ke kepalanya, ia pun terpejam...
Ia terlelap, larut dalam ketidak-sadarannya
Dilihatnya sekeliling, sejauh mata memandang tak ditemukannya siapa pun selain rerumputan hijau yg luas dengan ilalang tinggi yg teidak beraturan.
Bingung, Ditya pun melangkahkan kakinya perlahan.
Selangkah demi selangkah menelusuri lahan itu...
Seakan ada sesuatu yg mengikutinya di belakang.
Penasaran, ia pun menoleh ke belakang...
Terkejut dan takut.
Itu yg Ditya rasakan seketika ia melihat ke belakang dan menyadari apa yg mengikutinya.
Ditya yg ketakutan tak mampu bergerak sedikit pun, bahkan untuk menggerakan bibirnya.
Semua sendi tubuhnya seakan mati.
Ada yg menarik dari sosok itu. Dilihatnya jauh ke atas, terpasang tiara berwarna emas di kepalanya.
Perlahan, sosok itu menurunkan kepalanya mendekatkan tatapannya.
Mereka berdua beradu pandang.
"Hah... Hah... Hah..."
Begitu berat nafas nya sampai terdengar seolah baru saja melakukan marathon.
"Teeh Dityaa...!"
Tiba-tiba terdengar suara Mamih dari depan kamarnya.
"Teteh kenapa...?"
"Gpp Mih..."
"Mamih udah pulang...?"
Sahut Ditya sembari mengusap keringat yg mengucur deras di keningnya.
"Udah dari tadi Nak..."
"Bangun yuk, udah jam berapa ini...!"
"Baru jg tidur Mih",
"Ngaco ih Teteh... Udah sore Nak ini!"
Ditya yg mendengar itu kaget. Ia segera bangkit dari kasurnya dan membuka pintu kamar.
"Udah sore? Emang jam berapa Mih?!",
Kata Ditya kepada Mamih yg ia lihat seketika pintu kamarnya dibuka.
"Dari tadi dibangunin gak bangun-bangun..."
"Hah... Jam 5?!!"
Ditya pun memastikan ucapan Mamih sambil meliha5 ke arah jam dinding...
Benar saja, dilihatnya jam menunjukan pukul 17 lewat 10 menit.
Tanya Mamih yg penasaran akan sesuatu hal yg didengar Mamih dari kamar Ditya...
"Hah, kenapa emang Mih?"
"Abis dari tadi kayak jejeritan gitu..."
"Hah?! Jejeritan??"
Ditya bingung, karena seingatnya, di dalam mimpinya tadi, jangankan teriak,
"Masa sih Mih?"
"Iyah, makanya Mih bangunin..."
Sesaat mereka berdua terdiam.
"Yaudah bangun, sholat dulu...", Ucap Mamih memecah keheningan.
Ditya membuka matanya, terbangun tidak nyaman merasakan rasa nyeri yg tiba-tiba mengganggu tidurnya.
Bahu kirinya kembali terasa nyeri, masih dengan perasaan terganjal sesuatu.
Guru yg seharusnya mengajar ternyata tidak masuk hari itu.
Ditya bersama ke 4 temannya, layaknya anak-anak abg pada zaman itu ketika ada jam kosong, mengisi waktu kereka dengan bergossip dan berfoto-foto,
Sampai...
Tidak hanya mereka, tapi semua murid di kelas itu pun menyaksikannya.
Dari salah satu hasil foto mereka berlima terlihat ada yg aneh...
Dalam foto itu, sesuai urutan dari kiri ke kanan...
Namun, kejanggalan berawal ketika Nadia tiba-tiba berkata,
"Eh, ini apa...?"
Sambil menunjuk sesuatu yg terlihat tidak wajar berada di antara Ditya dan dirinya.
"Ini siapaa??!"
Nabila terkejut dengan nada tinggi.
Dalam foto itu, ada sosok wajah seorang perempuan.
Seolah mengintip dari balik tubuh Ditya, menampakan sebagian sisi kiri wajahnya dengan rambut panjang yg sedikit tidak beraturan.
Mereka saling berbisik, ada jg yg berisik. Semua tertuju pada percakapan mengenai foto itu. Tanpa ada satu orang pun yg menyadari, di sekitar mereka, salah satu dari mereka...
Ditya, yg berada di kerumunan itu perlahan melipir menghindar merasa tidak nyaman.
Sampai akhirnya, Nabila yg sedari tadi memperhatikan gelagat Ditya pun menyadari sesuatu...
"Dit, lo gpp?!" Tanya Nabila dengan nada yg lumayan tinggi, memecah kebisingan kelas
Mereka panik. Beberapa org berusaha secepat mungkin menghampiri Ditya, menahan tubuhnya yg terlihat hampir saja terjatuh ke lantai.
Tapi beban tubuh Ditya saat itu seakan bertambah berkali-kali lipat dari beban normalnya, sampai beberapa anak lelaki pun kewalahan mencoba menahan tubuhnya.
Bingung, akhirnya beberapa di antara mereka bergegas ke ruang guru...
Ditya pun didudukan pada sebuah bangku di pojok ruangan dengan beberapa anak yg menemaninya. Sementara yg lain ada yg menghindar karena takut, ada jg yg berjaga di depan kelas untuk menjaga ketenangan agar tidak sampai menambah geger.
"Kenapa Dit, sakit?"
Bu Sovi mencoba berbicara kepada Ditya yg terlihat semakin pucat.
"Sakit bu...", Jawab Ditya.
"Mananya yg sakit?"
"Coba Bapak liat.", Pak Darwis menghampiri Ditya yg terduduk lemas. Beberapa temannya termasuk Nabila meraih hp mereka mencoba menghubungi pihak keluarga Ditya.
Pak Darwis pun mencoba membantu Ditya berdiri. Namun seketika seakan tak kuat memapahnya, Pak Darwis pun ikut terjatuh terduduk ke lantai.
"Astaghfirullaah..."
"Gak kuat saya... Coba anak-anak laki-laki beberapa bantuin juga!"
Beberapa murid lelaki di kelas pun ikut membantu Ditya untuk berdiri.
Berat. Berat sekali...
Tubuh Ditya bahkan tidak dapat ditegakan. Hanya bisa membungkuk seperti seorang nenek tua.
"Sakit Pak...", Kata Ditya dengan suara lirih.
Ucap Pak Darwis mencoba menenangkan Ditya.
Benar saja, Mamih dan A Rian tak lama sampai di kelas. Rumah Ditya memang tidak jauh dari sekolah nya.
Mamih dan A Rian terkejut melihat Ditya.
"Bu, Ini ada yg gak beres..."
Pesan Pak Darwis kepada Mamih.
"Gak beres gmn Pak?", Tanya A Rian menimpali pernyataan itu.
"Iya Pak, nanti saya coba panggilkan tukang urut dulu di rumah.",
Sahut Mamih sedikit kurang percaya bahwa ada hal "aneh" yg sedang menimpa putrinya.
Mamih bergegas keluar dari mobil, membantu membukakan pintu di sisi Ditya duduk.
A Rian pun jg bergegas memapah Ditya yg terlihat semakin membungkuk.
Namun anehnya, Ditya kini tidak lg seberat sebelumnya.
Beban tubuhnya kembali normal.
A Rian melihat ke arah jam dinding yg menunjukan pukul 16 kurang pun bersiap untuk pergi ke rumah temannya. Hari itu A Rian terpaksa meninggalkan Ditya untuk mengerjakan tugas kuliahnya.
A Galuh sudah tiba dari kegiatan kampusnya. Tiara dan Cindy pun sudah pulang sekolah.
"A Galuh, tolong panggilin tukang urut yg biasa Nak.",
Pinta Mamih ke A Galuh yg ketika itu ikut menemani Ditya.
"Nanti Ditya gmn?", Tanya A Galuh...
"Gpp Nak, Mamih yg jagain."
Rumah tukang urut langgan mereka memang tidak jauh dari rumah. Hanya berjarak 3 blok dari situ.
"Yaudah, aku panggilin sebentar ya Mih."
A Galuh pun bergegas menyalakan motor nya dan langsung meluncur ke rumah tukang urut tersebut.
Seorang lelaki dan wanita paruh baya usia 40 - 45 tahunan.
Sang perempuan paruh baya pun turun dari motornya, mengikuti A Galuh masuk ke rumah
Mbah Jasmi, sang tukang urut pun duduk di sofa tepat di depan Ditya. Dia menatap dalam ke mata Ditya.
Tangan kanan mba Jasmi perlahan mencoba meraih bahu kiri Ditya, sampai tiba-tiba...
"Astaghfirullahal azhiim!"
Berbalik dan bergegas keluar menghindar dari ruang tamu.
Lebih tepatnya, menghindar dari Ditya...
"Buu... Mau kemana...??"
Tanya Ditya dan Mamih?
"Ma... Maaf Bu... Saya gak bisa ngurut neng nya..."
"Kalo untuk urusan ini... Cari orang yg pinter aja...", tegas mbah Jasmi
Ia pun segera menaiki motornya sambil seakan berbisik menjelaskan kepada suaminya.
Suami mbah Jasmi pun seakan...
Bingung dengan apa yg terjadi,
Mamih dan A Galuh pun kembali membawa Ditya masuk ke kamar.
Hari semakin gelap. Kondisi Ditya belum jg membaik.
A Galuh tiba-tiba teringat,
"Mih, apa kita coba bawa Ditya ke rumah Danu aja? Kan om Syahrial ngerti yg begini-begini..."
Danu adalah sahabat dari kedua kakak lelaki Ditya, A Galuh dan A Rian.
"Boleh deh A..."
Jawab Mamih yg terlihat sudah kehabisan ide.
"Aku siapin motor dulu, kita boncengan bertiga aja yaa!"
"Ti, Ndy... Kalian bisa tolong bantuin Mamih pegangin teh Ditya gak? Biar aku bisa pegangin stang motor?", pinta A Galuh kepada kedua adiknya yg lain...
Mereka perlahan memapah nya menuju motor yg sudah disiapkan A Galuh di depan pagar.
Tapi keanehan terjadi lg...
Mamih dan Tiara yg saat itu berada di sisi kiri Ditya terjatuh tak kuat menahan beban tubuhnya.
Dan, kembali gagal...
"Wah ngaco nih! Bener-bener gak beres!", seru A Galuh seketika.
"Yaudah Mih, kita bawa aja Ditya balik ke kamar lg. Biar aku jemput aja Danu sama om Syahrial..."
"Iya Nak, boleh... Hati-hati ya"
Tak lama, A Galuh mematikan hp nya dan melongok ke arah Mamih yg sedari tadi duduk di ruang tamu, memperhatikan gerak-gerik putra keduanya itu.
Mamih hanya mengangguk, menjawab A Galuh...
Selang 20 menit, terlihat mobil A Rian yg baru saja sampai parkir di depan pagar rumah.
Dari dalam mobil turun 1 orang lagi bersama A Rian.
Mas Aki.
Ia adalah teman kampus A Rian...
"Ditya gmn Mih?", tanya A Rian yg bergegas turun dari mobil, mengkhawatirkan adiknya
"Aa koq balik cpt? Udah selesai tugasnya?", tanya Mamih
"Nanti aja lanjut lg... Ini makanya aku ajak Aki buat bantuin megangin."
"Tadi Galuh cerita sih sekilas di telpon."
"Iya A... Mih bingung mesti gimana..."
"Udah Mih, tenang... Gak akan kenapa-kenapa koq."
"Mana Luh si Danu?", tanya A Rian bingung melihat A Galuh masuk ke dalam rumah sendiri.
"Mobilnya gak bisa nyala A...!", Jawab A Galuh.
"Hah? Koq bisa??!"
"Iya, tadi pas mau nyalain mobil tiba-tiba kayak gak...
"Elaah... Ada-ada aja!"
"Udah aku jemput aja deh.", tegas A Rian sambil berbalik ke dalam rumah berniat mengambil kunci mobil yg diletakannya di dalam kamar Mamih. A Galuh pun mengikuti di belakangnya.
"Mih, aku jemput Danu sama om Syahrial dulu ya!"
"Lhoo... Gak jadi dateng bareng A Galuh?", tanya Mamih bingung
""Mobil nya tiba-tiba gak bisa di starter Mih...", jawab A Galuh.
Mamih terdengar begitu panik. Terlihat air mata yg mulai sedikit demi sedikit menetes keluar dari ujung mata beliau.
"Gpp Mih, biasa kan si Danu suka males ganti oli. Palingan jg kering itu...", A Rian pun menjawab mencoba menenangkan Mamih.
"Iya...", ucap Mamih lirih menahan sedih.
A Rian pun berbalik segera bergegas keluar rumah. Tak lama terdengar suara mobil A Rian pergi dan menghilang perlahan
A Galuh mulai membuka lembar demi lembar Al-Qur'an, sampai ia berhenti pada sebuah lembaran Surat.
"Yaaaaasiiiiin...", Ia mulai membaca
Ditya terlihat perlahan mulai tidak tenang.
Sesekali ia meringis kesakitan, sesekali ia meremas-remas lengannya sendiri sambil berkata lirih...
"Udah A..."
"Panas A..."
"Stop... Sakit!"
"Nak, Ummul Qur'an dulu... Gak baik adab nya", ucap Mamih mengingatkan
"Astghfirullaah... Iya Mih, aku sampe lupa.."
Mendengar hal itu, Ditya pun menyeringai dengan sedikit suara tawa ringan...
"Stoop...", suara lirih Ditya kembali terdengar
Ayat demi ayat yg dibacakan seakan membuat Ditya semakin tidak tenang.
Sampai pada akhir ayat...
"Ghoiril maghdhuubi 'alaihim waladdhooooolliiin..."
"BERHENTIIII...!!!"
Matanya memerah, namun terlihat tetes demi tetes air mata perlahan mulai keluar dari matanya...
"Udah Aa... Sakiit..."
Mamih dan A Galuh yg terhenti, terkejut mendengar nada tinggi Ditya itu pun...
Di depan pintu berdiri mas Aki, Tiara dan Cindy yg terlihat panik mendengar suara teriakan Ditya dari luar kamar.
"Kenapa Mih, Gal?!!", tanya mas Aki panik.
Melihat kondisi Ditya yg...
"Teh Ditya kenapa Mih...?", tanya Tiara yg penasaran bercampur khawatir sambil mengintip dari balik badan mas Aki yg besar.
"Teh Tiara ajak Cindy ke kamar depan dulu ya Nak..."
"Iya Mih...", jawab Tiara yg ketika itu duduk di bangku SMP dan terlihat sudah mulai bisa membaca situasi.
Tiara pun segera mengajak Cindy menjauh sambil menghalangi pandangannya
"Tangan kanan aku perih Mih...",
Tiba-tiba terdengar suara lirih Ditya yg meringis kesakit memegang lengannya.
"Perih Mih, perih banget..."
"Perih? Bukan sakit?, tanya Mamih lg memastikan.
"Perih, kayak ditusuk...", jelas Ditya.
A Galuh yg penasaran dengan perkataan Ditya pun mencoba menggulung lengan baju Ditya yg saat itu mengenakan sweater lengan panjang
Lengan Ditya dipenuhi dengan bercak-bercak luka yg sebelumnya tidak ada.
Terlihat ada 5 bekas gigitan yg seperti bentuk gigitan manusia.
A Galuh dan mas Aki yg melihat hal itu pun terdiam, tak bisa berkata apa-apa menyaksikan hal yg benar-benar aneh dan di luar nalar mereka itu.
"Perih Mih...",
Tak tahu harus berbuat apa lagi, A Galuh perlahan melanjutkan lantunan ayat suci Al-Qur'an
Namun, setiap ayat yg dibacakannya seakan menambah rasa...
Entah apa yg terjadi, tiba-tiba Ditya meraih tangan A Galuh yg sedang melantunkan Surat Al-Baqarah, mencengkramnya dengan sangat erat. Seketika matanya terbelalak menatap mata A Galuh seolah marah.
Namun sesaat, tatapan amarah itu berubah menjadi...
"Teteeh!!!", Mamih yg panik melihat itu menghentak-hentakan tubuh Ditya, berharap putri tertuanya membuka mata.
Mas Aki segera menghampiri Ditya, meletakan jari...
"Tenang Mih, ini cuma tidur...", tegas mas Aki menenangkan Mamih
"Tapi bisa bangun kan Ki...?!", tanya Mamih panik.
"InsyaAllaah Mih... Kita biarin dulu aja Ditya istirahat", lanjut mas Aki.
"Iya ya Nak...?"
A Galuh merangkul, mencoba membantunya berdiri,
"Udah yok Mih, kita keluar dulu aja. Biarin Ditya nya tidur dulu."
Mamih pun berdiri seolah setuju, sambil di papah A Galuh dan sesekali melihat...
Suara mesin mobil yg dimatikan terdengar dari depan pagar.
A Rian telah sampai.
Bersama A Rian, turun 2 sosok lelaki lainnya dari dalam mobil. Mas Danu dan ayahnya, om Syahrial.
Suara om Syahrial lantang terdengar memasuki rumah
"Wa 'alaikum salam om!",
Sahut A Galuh dan mas Aki yg keluar dari kamar Mamih
"Ditya nya mana Gal, Ki?",
Tanya mas Danu sambil memperhatikan sekeliling
"Di kamar Mamih, Dan... Ayok!"
A Rian menjawab...
"Jadi gmn kondisi nya sekarang?", tanya om Syahrial yg seakan mengerti situasi apa yg telah A Galuh dan mas Aki lalui, melihat ke dalam ekspresi wajah mereka
"Sekarang sih udah aman Om, Dirya nya lg tidur...", jawab A Galuh
Tiba-tiba,
"Gal... Ki...!! Tolongin doong!!",
Terdengar suara A Rian dari dalam kamar Mamih berteriak panik
A Galuh dan mas Aki yg terkejut pun segera menuju ke kamar Mamih
A Galuh membuka pintu kamar Mamih dan terkejut melihat tubuh Ditya yg sudah tergeletak di lantai tak jauh dari ranjang masih tak sadarkan diri.
Di sampingnya, mas Danu jg terjatuh. Sebagian kakinya tertimpa tubuh Ditya.
"Lah... Kenapa ini??", tanya mas Aki bingung
"Lo gpp Dan?"
"Gpp sih, cuma ini ketiban kaki gw... Gak bisa ditarik, berat banget!"
A Rian, A Galuh dan mas Aki pun mencoba mengangkat tubuh Ditya yg...
"Wah gila... Koq berat banget ini si Ditya!", mas Aki mulai panik
"Udah ayok, Gpp kita angkat bareng-bareng!", Kata A Rian sembari menahan kedua lengan Ditya.
Mereka membawa tubuh Ditya yg bertambah bebannya keluar kamar.
"Aduh Pak, mohon maaf jadi merepotkan...", Mamih yg baru saja sholat Isya keluar dari kamar depan menghampiri om Syahrial
"Gpp Bu... Namanya jg musibah", jawab om Syahrial menenangkan
Masih dalam posisi duduk, ia langsung melemparkan pandangannya ke arah om Syahrial.
"Mih, Om... Ditya udah bangun!", seru A Galuh yg menyadari hal itu
Om Syahrial pun menoleh ke arah Ditya, berbalik mulai menghampirinya
Sampai, ketika om Syahrial berdiri tepat di depan Ditya, ia tersenyum pada om Syahrial.
Senyuman itu bukan merupakan senyuma sapaan.
"Ditya?", sapa om Syahrial
Ditya tetap tersenyum,
"Ditya..?", om Syahrial melanjutkan
Ditya tak bergeming. Masih tersenyum menyeringai menatap mata om Syahrial.
kali ini pertanyaan om Syahrial berhasil merubah ekspresi Ditya. Ia tak lagi tersenyum, menatap tajam menunjukan rasa tidak suka akan kehadiran om Syahrial.
"Jawab pertanyaan saya! Kamu siapa?", tegas om Syahrial kali ini dengan nada sedikit meninggi
Tawa kecil yg lama kelamaan berubah.
Berubah menjadi semakin menakutkan!
Bahkan, Tiara dan Cindy yg sebelumnya ada di dalam kamar pun keluar mendengar suara tawa ringan yg menakutkan itu.
Ditya menghentikan tawanya...
Selesai, ia kembalikan pandangannya kepada om Syahrial. Tersenyum kembali sambil berkata,
Suara seorang perempuan dewasa yg jelas sekali bukan merupakan suara Ditya.
"Saya Syahrial. Kamu?"
Ditya kembali tetap tersenyum sembari menutup matanya.
"Saya...?"
Mendengar itu, mereka semua terkejut. Karena kali ini suara yg keluar dari mulit Ditya berubah lg.
Suara itu bukan lg suara perempuan yg baru saja mereka dengar, melainkan suara lelaki remaja. Dan terdengar...
"Saya?"
"Bukan..."
"Tapi kami...!"
Suara itu keluar lg dari mulut Ditya dengan nada meninggi
"Begitu jg dengan kalian!"
Tegas suara tersebut.
"Apa mau kalian?", tanya om Syahrial dengan tegas.
Mendengar pertanyaan om Syahrial itu, suara tersebut tertawa membuat seisi rumah merinding ketakutan.
Suara itu pun kemudian menghentikan tawanya,
"Cari tau lah sendiri kalau memang kamu sanggup!",
jawab suara itu dengan tegas
Tak lama, om Syahrial pun membuka matanya. Seketika itu ia terperanjat mundur ke belakang seolah melihat sesuatu yg tidak ia duga-duga.
"Astaghfirullaahal azhiim...", seru om Ditya
"Kenapa Om? Ada apaan...?", tanya A Galuh bingung
Om Syahrial tak bisa menjelaskan apa yg ia lihat kepada siapa pun yg ada di ruangan itu. Yg ia tahu...
Di punggung Ditya, tampak sesosok anak laki-laki yg tidak kecil lg, namun jelas belum remaja, melingkarkan kedua tangannya di leher Ditya seolah merangkulnya dengan sangat erat. Di atas sosok itu ada sosok lain yg hampir mirip.
Mereka terlihat tidak mengenakan pakaian pada bagian atas tubuhnya, dengan hanya mengenakan celana...
Kedua sosok itu tersenyum menyeringai sambil sesekali tertawa kepada om Syahrial.
Namun, yg lebih menakutkan adalah sosok lain di sebealh kiri Ditya...
Sesosok perempuan dengan rambut yg berantakan dan panjangnya mencapai panggul.
Sosok itu mencengkramkan tangan kanannya pada bahu kiri Ditya dengan kukunya yg hitam, panjang dan tajam. Tangan kirinya menjuntai seakan tak lagi terpasang dgn baik pada...
Om Syahrial menyadari sesuatu.
Ini bukan disebabkan oleh niat jahat dari sosok-sosok tersebut, melainkan oleh sesuatu yg ada di dalam diri Ditya.
tanya om Syahrial terbata masih setengah terkejut dengan apa yg ia lihat.
"Kami...?",
jawab mereka,
"Kekekekekekekek....".
tiba-tiba terdengar suara tawa mengikik
Ditya kemudian merubah posisi duduknya. Melipat kedua kakinya, bersila di di depan.
Ia mengarahkan telunjuknya ke wajahnya sambil berkata,
"Anak ini, bukan hanya milik kalian..."
"Anak ini milik alam!"
Kata-kata mereka membuat semua yg ada di ruangan itu terdiam.
"Kalian tidak berhak atas Ditya!"
Mereka pun hanya tertawa mendengar pernyataan Mamih.
"Kalian masih belum mengerti juga?",
ucap mereka sambil menatapa tajam mata Mamih.
"Dia lah yg membuka pintu, mengundang kami."
Mamih dan semua keluarga Ditya hanya bisa diam tak berbicara saking herannya.
Om Syahrial perlahan mendekati Ditya, sambil mengulurkan tangannya. Hal aneh pun terjadi...
"Om, mas Danu... Udah sampe?",
sapa DItya kepada mereka.
Namun aneh, om Syahrial yg sedang berbincang dengan Mamih menoleh menatap Ditya, tetapi tidak dengan tatapan hangat seperti biasanya.
"Ditya?"
"Iya Om...", jawab Ditya
Om Syahrial bertanya lg,
"Ditya...?"
"Iya Om... Ini aku!", jawab Ditya lg.
"Kamu siapa...?!"
Ditya terdiam mendengar pertanyaan itu, ia tak mengerti kenapa om Syahrial menanyakan hal seperti itu.
"Koq gw ketawa...?'
"Koq... Suara gw beda...?"
Pertanyaan-pertanyaan aneh muncul dalam benaknya. Ia bingung bukan kepayang. Sampai menyadari, sedari tadi ia menjawab...
Ia seakan tak bisa mengendalikan tubuhnya.
Seketika Ditya merasakan hawa dingin menyelimuti bahu kirinya. Namun sesaat kemudian, hawa dingin itu berubah menjadi hawa panas...
Ada perasaan tidak enak dalam batinnya. Ia menoleh ke kiri, memastikan penyebab hawa dingin tersebut.
Ditya terkejut bukan main ketika melihat sesosok perempuan dengan wajah yg hancur sebagian berdiri di situ.
Sepasang tangan yg berukuran tidak terlalu besar dengan permukaan telapak tangannya yg kasar.
Tangan itu tidak hanya menahan mata Ditya untuk tidak menutup, perlahan tangan itu menarik...
Kini matanya bertatapan langsung dengan mata sang pemilik tangan. Sepasang mata berwarna putih cerah dengan hanya setitik warna hitam pada pupilnya.
Mata itu menatap tajam dengan seringai senyumnya yg membuat bulu kuduk berdiri.
Sebuah wajah yg tertutup dari kening sampai hidung oleh rambut yang tidak beraturan. Hanya terlihat senyuman lebar pada mulutnya.
Kedua tangan itu kemudian menggerakan kepala DItya, mengarahkannya meghadap ke sisi..
Kali ini, Ditya benar-benar terperanjat dengan apa yg disaksikannya.
Seketika kepala DItya dihadapkan ke sisi kirinya, wajah hancur sang sosok perempuan berada tepat di hadapannya.
Ia menyaksikan apa yg Ditya alami. Mencoba menjauhkan wajahnya dari sosok perempuan berwajah hancur itu.
"Mamiiih....!!!", tiba-tiba...
Mendengar suara Ditya yg telah kembali normal, Mamih pun segera menghampiri dan memeluknya dengan erat.
"Iya Nak... Mamih di sini..."
"Aku takut Miih...", ucap Ditya sambil menangis
"Iya Nak, iyaa..."
"Coba Rian sama Galuh tolong ambilin kasur kecil atau Karpet tebel ya...", lanjutnya kepada kedua kakak laki-laki Ditya.
"Oke Om!", jawab mereka berdua
A Galuh diminta memegang kepala Ditya,
Om Syahrial berada diujung tangan kiri, dan Mamih memegang tangan kanannya.
A Rian dan mas Danu memegangi kaki kanan, sedangkan mas Aki kaki kirinya
"Ikutin bacaan om dalem hati ya Dit.", tegas om Syahrial
Ditya hanya mengangguk.
Om Syahrial mulai melantunkan bacaan ayat-ayat suci Al-Qur'an.
Lantunan ayat-ayat suci masih terdengar lirih sekali dari mulut om Syahrial.
Kondisi Ditya saat itu semakin tidak menentu.
Ia yg sebelumnya berhasil kembali menguasai kesadarannya, kini mulai kehilangan kendali lg.
A Rian dan mas Danu sempat beberapa kali terpental karena tendangan kerasa Ditya.
A Galuh masih berusaha menjaga agar kepala Ditya tetap pada posisi menghadap ke kanan. Karena sebelumnya, sempat ia melepaskan pegangannya...
Mamih masih menahan tangan kanan Ditya sembari sesekali menangis pilu melihat kondisi putrinya.
Mas Aki kini mencengkram lebih kuat kaki kiri Ditya yg sebelumnya terlepas dan menyebabkan..
Momen ini berlangsung sangat lama.
2 jam.
Ya, bayangkan... 2 jam!
Ditya yg meronta, menjerit-jerit, berhasil melepaskan kembali pegangan tangan A Galuh pada kepalanya, menoleh ke kiri melemparkan pandangannya kepada om Syahrial.
Dengan tatapan tajamnya, Ditya seketika meludahi wajah om Syahrial.
Suara tawa itu terdengar lebih mengerikan dari sebelumnya. Membuat semua yg ada di ruangan itu tidak akan bisa melupakannya seumur hidup.
Suara tawa yg akhirnya menghilang dan membiarkan Ditya tergeletak dalam keadaan tidak sadarkan diri.
Ia menoleh melihat jam yg menunjukan pukul 03 lewat 2 menit.
Om Syahrial melonggarkan cengkraman tangannya di tangan kiri Ditya. Beranjak bangkit perlahan. Ia menarik nafas panjang...
"Selesai jugan hari ini...", perkataannya membuat mereka yg ada di ruangan bingung. Seakan kejadian ini hanya awal dari kejadian-kejadian lainnya.
"Maksudnya gimana Om?", tanya A Galuh yg jelas kelihatan tidak paham maksud dari omongan om Syahrial.
sambil terengah-engah om Syahrial coba menjelaskan
"Dia agak berbeda... Dari anak-anak lainnya..."
Penjelasan om Syahrial menutup kejadian-kejadian di hari yg melelahkan itu.
Tidak satu pun anggota keluarga Ditya yg mengerti maksud...
Namun, mereka tau bahwa kejadian ini merupakan "pintu" bagi kejadian-kejadian aneh yg akan datang.
Tubuhnya masih terasa sakit dan pegal efek dari kejadian dini hari tadi.
Dibukanya kedua matanya mencoba menyadarkan diri.
Tiba-tiba terdengar suara pintu terbuka,
"Lhoo Nak, udah bangun?",
Suara hangat Mamih menenangkan hatinya.
"Iya Mih..."
"Mau makan Nak?", tanya Mamih yg seakan tidak ingin membahas kejadian semalam.
"Sekarang jam berapa Mih?"
"Jam 12 Nak... Sholat Dzuhur dulu gih"
"Lhoo... Gak sekolah ya aku..."
"Iya, istirahat dulu aja Nak...",
"Mamih siapin makan dulu deh ya..."
Mamih pun berbalik keluar dari kamar, berniat menyiapkan makan siang untuk Ditya.
Siang itu, Ditya menghabiskan waktu bersama Mamih berbincang tentang banyak hal.
Malam itu Ditya memutuskan untuk tidur kembali ke kamar tidurnya. Ia merasa sudah baik-baik saja.
Tubuhnya yg lemas masih terasa pegal-pegal sisa kejadian kemarin malam.
Ditya yg memang menderita insomnia kala itu, menghabiskan waktu nya bermain hp...
Sampai,
Ia mendengar dentuman yg keras sekali dari arah atap tepat di atas kamarnya.
Ditya yg terkejut tanpa sadar melempar hp nya sembari langsung menarik selimut menutupi wajahnya.
Tak lama, Ditya pun terlelap dalam tidurnya.
Pada hari ke lima, dentuman itu tak terdengar lg.
Tapi kali ini, Ditya merasakan ada sesuatu yg jatuh dari langit-langit kamarnya menimpa tubuhnya.
Dan, Mamih pun meminta tolong agar om Syahrial kembali datang ke rumah.
Sore itu, om Syahrial tiba di rumah. Di situ lah semua cerita terungkap.
Seperti yg sudah saya jelaskan di awal, Istri saya adalah anak ke-3 dari 5 bersaudara.
Katanya, kalau orang dulu menyebut anak-anak seperti ini...
Bagi sebagian banyak orang, istilah anak tengah bukan lah sesuatu yg aneh.
Namun bagi beberapa, istilah tersebut mengandung makna yg lebih mendalam.
"Jembatan"
"Gerbang", atau
"Mediator"
Istilah-istilah ini mungkin umum bagi beberapa...
Bagi istri saya dan saya pribadi, manusia diciptakan beragam oleh Allah SWT dengan segala kelebihan dan kekurangannya.
Manusia merupakan makhluk-Nya yg paling sempurna dengan segala keterbatasan yg mereka miliki.
Bahwa kita tidak sendiri.
Kita hidup berdampingan.
Antar sesama manusia dan alam sekitar.
Ada batas-batas yg tetap harus kita hargai dan jaga.
Mohon maaf apabila ada kesalahan kata atau apa pun yg secara tidak langsung menimbulkan ketersinggungan pada teman-teman Twitter.
Dengan ini saya pamit.
Salam hangat.
bonkioong & istri