My Authors
Read all threads
~TANAH PENGORBANAN ~

Horror Story, sebuah sekuel Sang Pejalan Malam

@bacahorror #bacahorror #ceritahorror #ceritaseram
Tahun 1968 adalah tahun teramat kelam di Bumi Pertiwi. Tahun itu adalah saat dimulainya suatu peristiwa yang dinamai sebagai 'pembersihan' terhadap para anggota PKI maupun simpatisannya.

Beberapa lokasi pernah menjadi saksi bisu peristiwa horor yang sangat menyayat hati.
Tidak terkecuali lahan ini, yang berlokasi terpencil di sebuah desa yang juga terpencil. Sebidang lahan yang tidak rata.

Catatan : nama tempat dirahasiakan
Di atas lahan seluas kurang lebih 500 meter persegi itu, berjejer ratusan mayat korban 'pembersihan' yang sebagian di antaranya sudah tidak utuh lagi.

Bau bangkai menyengat pada siang itu. Burung-burung nazar dan gagak berseliweran di lokasi tersebut.
Sementara beberapa orang 'jagal' terlihat menjauhi lokasi sembari menutupi mulut dan hidung.

Mereka terus berjalan hingga tibalah di jembatan bambu yang membentang di atas sungai yang hampir kering itu.

"Kita harus tiba di desa sebelum maghrib. Pak Marbun sudah menunggu,"
ucap salah seorang relawan 'jagal'.

"Kang, saya masih tidak yakin kalau orang itu sudah mati. Konon dia bukan manusia biasa," ucap rekannya yang berbaju loreng putih.

"Di zaman ini kamu masih percaya mitos, jang? Itu takhayul, jang. Ki Rawuk hanya seorang petani biasa."
Relawan tersebut menyanggah perkataan temannya itu.

"Kang, sepertinya jembatan ini mau runtuh," ujar rekannya yang lain yang berada paling depan.

"Aku akan mengeceknya, kang Soleh," tukas relawan itu seraya menghampiri Soleh yang sedang termangu di atas jembatan.
"Hati-hati kang Heri," ucap rekannya yang di belakang.

Brakkkk,

Mendadak jembatan tersebut ambruk saat Heri mencapai lokasi Soleh.

"Kembali Kang Heri, Kang Soleh! Jembatan ini sudah tidak bisa dilewati," seru Jajang.
Di saat itu, mendadak Jajang melihat siluet sesosok kakek-kakek sedang melihat ke arahnya.

"Siapa itu?" teriak Jajang.

"Ada apa, jang?" teriak rekannya yang lain yang berada di belakang.

Soleh dan Heri berhasil kembali saat jembatan bambu ambruk dan jatuh ke dasar sungai.
Heri celingukan. Ia tampak terkejut ketika menyadari hari sudah gelap.

"Celaka! Kita tidak akan tiba di desa tepat waktu. Sungai ini terlalu lebar dan tebingnya terlalu tinggi untuk diseberangi," ucap Heri.

"Kang Heri, iiituu aapaa?" Jajang dengan kedua mata terbelalak ...
melihat ke arah satu titik di mana sesosok perempuan berpakaian merah menatap ke arahnya.

Sosok perempuan tersebut berwajah sangat menakutkan. Wajahnya begitu rusak menyisakan tengkorak yang sebagian terlihat.
Heri dan yang lain terperangah melihat penampakan menakutkan tersebut.

Belum selesai kekagetan mereka, sosok tersebut menghilang disusul tercekatnya Heri dan yang lain saat melihat ke arah Jajang.
"Jang?"

Heri hanya dapat berucap pendek sat melihat ke arah Jajang.

"Kang Heri sareng sadayana, pileuleuyan." Jajang berucap lirih sebelum sosok demit tersebut menerkamnya.

"Aaaaaaahhhhh....."

Glederrrrrrr.....

Halilintar menyalak diiringi kilatan petir.

Lokasi berganti.
Brag, brag, brag, brag

Suara tabuhan genderang mem*kakkan telinga, mengiringi bangkitnya ratusan mayat di tanah kosong tersebut.

Ratusan mayat tersebut bangkit terus berjalan hanya ke satu arah yaitu bibir jurang dengan pepohonan tinggi tumbuh di sana.
Di antara dua pohon tinggi tampak sesosok kakek tengah tergantung dengan kondisi kedua tangannya terikat ke dua batang pohon itu,sehingga kedua tangannya merentang.

Kakek tersebut berambut panjang penuh uban sebahu.

Mayat-mayat hidup itu berhenti pas di depan si kakek. Mereka
Kemudian berlutut.

Sementara si kakek yang kedua matanya dalam kondisi terpejam serta sekujur tubuh dipenuhi luka tembakan yang masih mengeluarkan darah, mendadak membuka kedua matanya.

"Aing bakal males pati ka sakabeh nu geus mateni aing jeung babaturan!"
Kakek tersebut berucap dengan suara parau disertai kilatan di kedua matanya.

Sretttt

Tali yang mengekang kedua tangannya putus tanpa sebab. Tubuh kakek itu melayang ke atas tanah.

"Kuwari, hayu urang paehan sakabeh jalma nu nganyerikeun urang. Balad-balad, milu perang!"
Kakek itu berujar dengan suara lantang.

Huaaa, huaaaa

Mayat-mayat hidup itu berteriak menyambut ujaran sang kakek.

Setelah itu suasana hening. Para mayat hidup mendadak tidak terlihat lagi. Kakek tersebut juga turut menghilang.
Pagi hari di seberang jembatan bambu yang telah runtuh.

Seorang laki-laki berseragam tentara sedang termangu di ujung jembatan runtuh. Di belakangnya para warga desa yang terdiri dari beberapa orang laki-laki dan perempuan sedang memperhatikan ke arahnya.
"Maaf, Pak Marbun. Kalau boleh tahu apa yang sebenarnya telah terjadi?" tanya salah seorang laki-laki kepada tentara itu.

"Mereka gagal keluar dari area itu. Kemungkinan besar mereka dijemput Sangkapati," tukas Pak Marbun.
"Kuwari, hayu urang paehan sakabeh jalma nu nganyerikeun urang. Balad-balad, kabeh milu perang!" (Sekarang, ayo kita bunuh semua orang yang menyakiti kita. Para anak buahku, semua ikut perang!!)
"Aing bakal males pati ka sakabeh nu geus mateni aing jeung babaturan!" (Aku akan membalas dendam ke semua yang sudah membunuhku dan teman-temanku!)
"Terus apa yang akan kita lakukan, pak? Lahan itu adalah tempat kami berladang menanam padi setiap musim hujan. Sekarang lahan itu telah tercemar darah. Kami tidak tahu apa yang harus kami lakukan jika kami ingin menanam padi," kata warga itu lagi.

Pak Marbun terdiam sejenak.
Ia kemudian berujar "Abah Jahri akan membantu kita membersihkan lahan itu. Beliau tahu apa yang harus kita lakukan."

Para warga tampak saling pandang sambil berbisik-bisik.

Di hari berikutnya Pak Marbun bersama beberapa orang warga menyeberangi sungai kering tersebut.
Bersama mereka hadir pula seorang tokoh masyarakat yang dikenal sebagai ahli ibadah, yaitu Abah Jahri.

"Abah, apakah tanah ini bisa ditempati?" tanya Pak Marbun.

"Tentu saja, Pak. Tentunya dengan syarat semua yang ingin tinggal di sini siap mematuhi segala ketentuan," ...
"Ketentuan yang seperti apa, bah?" tanya Pak Marbun.

Abah Jahri sejenak berhenti di area tidak jauh dari jembatan bambu.

"Mereka semua disesatkan Sangkapati. Tempat ini bisa aman jika kita siap mendirikan mesjid di sini," ucap Abah Jahri.
"Baiklah, bah. Di mana kira-kira lahan yang cocok untuk memulai pembangunan mesjid?" tanya Pak Marbun.

"Kita lanjutkan dulu perjalanan. Area di sekitar pohon sengon besar itu adalah lahan yang cocok," tukas Abah Jahri.

"Maaf, bah. Pembangunan mesjid akan sia-sia jika tidak
ada satupun orang yang menggunakannya,mengingat di sini adalah lahan kosong," kata seorang warga.

Abah Jahri tersenyum.

"Kita akan tinggal di sini. Kita akan bangun desa untuk melindungi semua orang dari intaian bahaya," ucapnya.
Di bawah pohon sengon itu, Abah Jahri berdiri seraya memanjatkan doa. Tidak lupa ia membaca ayat suci al-Qur'an.

Sementara Pak Marbun dan yang lain mengaminkan doa-doa Abah Jahri.

Setelah itu Abah Jahri melihat sekeliling.

"Dia ada d sini," ucapnya.

"Sangkapati, bah?"
"Anjeun nu ngadumuk di tempat ieu, cik balikkeun wargi kuring. Kuring ngabejaan tempat ieu rek diberesihkeun pikeun dumuk wargi kuring."

(Kamu yang tinggal di tempat ini, tolong kembalikan warga saya. Saya memberitahu tempat ini akan dibersihkan untuk tempat tinggal warga saya.)
Pak Marbun dan warga yang lain terlihat celingukan saat Abah Jahri berbicara dalam bahasa daerah.

Sayup-sayup mereka mendengar suara parau seorang perempuan yang entah dari mana sumbernya.

"Kumawani anjeun ngarebut tanah aing! Moal dibalikkeun eta jalma-jalma nu geus julid
ka sasama terus teu nguburkeun secara layak!"

(translate di kolom komentar saja ya)

Abah Jahri membaca ayat kursi seraya memejamkan kedua matanya.
"Kumawani anjeun ngarebut tanah aing! Moal dibalikkeun eta jalma-jalma nu geus julid

(berani kamu merebut tanahku! Tidak akan kukembalikan orang-orang yang sudah jahat ke sesama.
Terus tidak menguburkan mereka dengan layak!)
Mendadak hari menjadi gelap, padahal waktu menuju malam masih lama.

"Pak Marbun, ini pertanda buruk. Sangkapati telah menutupi matahari menggunakan kekuatannya," ujar seorang warga dengan khawatir.

"Tenang, pak. Kita tunggu Abah Jahri selesai melakukan pembersihan," tukas Pak
Pak Marbun.

Kegelapan terus menyelimuti hingga hari itu seperti sudah di tengah malam saja.

Angin berhembus kencang diiringi suara cicitan misterius seperti suara cicitan kelelawar di udara.

Mendadak sesosok negatif perempuan berwajah rusak muncul di hadapan Abah Jahri.
"Kumawani ngaganggu katengtreman aing!!" (Berani mengganggu ketentramanku!!) teriak sosok perempuan itu dengan suara parau bergema.

"Hampura, nyi. Lain kumawani ganggu, tapi kuring butuh wargi nu disasarkeun dipulangkeun," (Maaf, nyi. Bukan berani ganggu,tapi saya ingin warga
yang disesatkan dikembalikan.) tukas Abah Jahri.

Tiba-tiba sosok perempuan itu menerkam ke arah Abah Jahri. Namun, terkamannya tidak dapat mencapai Abah Jahri.

Sebaliknya Abah Jahri dapat membuat mundur sosok demit tersebut.

"Mending anjeun nyingkah, nyi, atawa teu balik
deui ka alam manusa. Anjeun bakal jadi lelembut biasa," (Lebih baik kamu pergi atau tidak dapat kembali lagi ke dunia manusia. Kamu akan menjadi makhluk halus biasa.) tukas Abah Jahri seraya mendorongkan tangan kanan ke arah sosok itu.
"Aaaahhh, awas aing bakal balik deui 30 tahun ti kuwari!!" (Awas aku akan kembali lagi 30 tahun dari sekarang!!) jerit sosok itu kemudian menghilang.

Tak lama kemudian kegelapan sirna. Hari kembali terang.

"Alhamdulillah dia telah pergi, namun ancamannya tidak bisa dianggap
remeh," ucap Abah Jahri serta mengusap wajahnya.

Pak Marbun dan yang lain menghela nafas lega setelah mendengar perkataan Abah Jahri.

"Sekarang kita bisa membangun desa di sini, namun tanah yang di selatan sana sebaiknya jangan digarap dulu. Para anggota PKI banyak yang
dieksekusi di sana," ujar Pak Marbun. "Putraku Mahfud akan senang dengan suasana baru," gumamnya.

Setelah itu, seluruh warga yang bersama Pak Marbun dan Abah Jahri bergotong royong membersihkan area sekitar pohon sengon.

Mereka akan membangun mesjid lebih dahulu.
Hingga sepuluh tahun kemudian, area yang berdekatan dengan lokasi penghakiman itu menjelma menjadi sebuah desa yang cukup ramai.

Pak Marbun telah didaulat sebagai pendiri desa dan dipilih secara aklamasi sebagai kepala desa.

Ia pun meninggalkan kesatuannya di angkatan darat
demi mengemban tugas sebagai kepala desa.

Desa baru tersebut, meski terlihat aman dan tenteram, namun di baliknya terdapat misteri yang menyelimuti. Terutama soal kekhawatiran Pak Marbun mengenai anaknya, Mahfud.
@bacahorror Hari itu Mahfud bersama dua orang temannya sedang meninjau lahan yang rencananya akan dibangun balai desa resmi.

Selama ini rumah Pak Marbun yang lebih besar dari rumah-rumah warga yang lain dijadikan balai desa sementara.

"Saya tidak mau menebangi pepohonan lagi. Longsor pasti
@bacahorror akan terjadi jika pohon-pohon yang tersisa di sebelah timur desa kita tebangi. Satu-satunya lahan yang memungkinkan untuk mendirikan balai desa adalah lahan di selatan itu," ujar Mahfud seraya menatap ke arah padang ilalang di selatan desa.

"Tanah itu sengaja dibiarkan kosong
@bacahorror karena dulunya adalah ladang pembantaian. Tanah itu lebih cocok tetap dikosongkan atau dibuatkan monumen peringatan di sana," tukas salah seorang temannya.

"Klenik. Tanah bekas apapun sama saja. Mau bekas pembunuhan massal atau bekas perkosaan massal, tanahnya tidak masalah jika
@bacahorror kita manfaatkan demi kemaslahatan warga. Apalagi dengan dibangunnya balai desa di sana, niscaya desa ini akan semakin berkembang," sergah Mahfud seraya terkekeh. Ia kemudian melihat ke arah temannya yang satu lagi. "Kang Dadang, bagaimana menurutmu jika desa ini meluas hingga
@bacahorror selatan?" ucapnya ke Dadang.

"Iiitu bagus. Hehe, benar katamu, desa ini perlu perluasan. Tapi memperluas ke barat dan timur tidak memungkinkan karena terhalang hutan yang tidak boleh dirambah. Ke utara terhalang sungai yang lebar dan tiadanya jembatan seperti di kota-kota,"
@bacahorror tukas Dadang agak gelagapan.

"Tuh, Kang Dadang saja setuju, Kang Asep. Desa ini harus berkembang. Tidak bisa begini-begini saja. Pembangunan harus dilanjutkan. Uang desa dari pemerintah jangan ditilep buat kepentingan pribadi," ucap Mahfud seraya tertawa.
@bacahorror Asep hanya terkekeh sembari menggeleng.

"Jika semua orang pemikirannya sama seperti Kang Mahfud, tanah kuburan pun pasti akan digusur untuk dijadikan pemukiman," sindir Asep.

"Lah, itu kan bukan tanah kuburan, kang. Itu hanya tanah kosong bekas orang-orang menaruh mayat korban
@bacahorror eksekusi massal. Apalagi mayat-mayat itu konon sebenarnya tidak ada. Bahkan tidak ada bukti jika para tentara dan relawan anti PKI membawa tahanannya kemari," kata Mahfud. "Saya sudah menelusuri padang ilalang di pinggir jurang kecil itu. Tidak ada apapun."
@bacahorror "Kang Mahfud, pernah mendengar cerita tentang Ki Rawuk?" tanya Asep tiba-tiba.

"Pernah? Dia salah seorang petani simpatisannya PKI, bukan? Ada apa Kang Asep menanyakan soal dia?" tukas Mahfud balik bertanya.

Asep menatap ke arah jejeran batang pohon tinggi yang berada di
@bacahorror bibir jurang.

"Di sanalah Ki Rawuk dibentangkan kemudian diberondong menggunakan Thompson. Konon mayatnya yang seharusnya tergantung di sana menghilang begitu saja. Begitu pun dengan ratusan mayat yang dikumpulkan di lahan itu."

Mahfud sejenak mengernyitkan kening saat menatap
@bacahorror jejeran pohon-pohon yang dimaksud Asep.

Ia tercekat dan tampak gugup.

"Entah ini hanya penglihatanku saja, tapi di sana memang ada seseorang yang tergantung di kedua tangannya. Seorang kakek bermata sayu melihat ke arah kita," ujar Mahfud membuat Asep dan Dadang terkejut.
@bacahorror "Tuh, apa saya bilang," kata Asep merasa menang.

"Aku akan mencoba meminta izin padanya, setidaknya izin membangun rumah. Jika aku berhasil membangun rumah di sana, maka desa ini akan berkembang," kata Mahfud membuat Asep dan Dadang menepuk kening.

"Itu sangat berisiko, kang,"
@bacahorror cegah Asep.

"Masih ada Abah Jahri. Kang Somad juga pasti mau membantu kita membersihkan tanah terlarang ini. Cobalah pikirkan untuk apa planet ini diciptakan Tuhan," kata Mahfud membuat Asep menggelengkan kepala.
@bacahorror "Boleh-boleh saja kang Mahfud ngotot ingin mendirikan bangunan di sana. Tapi kami jangan dilibatkan, ya. Kami tidak mau terkena bala," kata Dadang seperti mengancam.

"Saya tidak akan membawa kalian berdua ke dalam bahaya. Biar bahaya saya yang tanggung sendiri," kata Mahfud.
@bacahorror Akhirnya Asep dan Dadang hanya bisa mengusap muka karena kengototan Mahfud yang ingin memperluas desa dengan cara membangun rumah untuknya terlebih dahulu.

Mahfud seorang diri membabat semak-semak, rerumputan ilalang hingga pepohonan kecil. Entah atas dasar pertimbangan apa, ...
@bacahorror Mahfud memilih lahan untuk mendirikan rumah tepat di samping kontur tanah yang mirip jurang kecil, sehingga otomatis jika rumahnya selesai dibangun yang akan terlihat hanya atapnya saja, karena bagian pondasi hingga dinding akan terhalang pematang.

Singkat cerita, Mahfud mendiri
@bacahorror kan rumah di sana dengan bantuan sebagian warga yang loyal terhadap Pak Marbun, ayahnya.

Setelah rumah berdiri, tidak lupa ia mengajak istri tercinta tinggal di rumah itu.

Ia tidak peduli dengan berbagai tentangan baik dari keluarga maupun warga sekitar. Baginya, ia harus
@bacahorror memulai perluasan desa agar menjadi lebih ramai dan maju ketimbang saat ini.

Membawa istri tinggal di rumah yang lokasinya terpencil tentu bukan hal yang bagus, namun itu tetap ia jalani hingga kelahiran putra pertamanya, Dodi Sanjaya.
@bacahorror Sementara itu di sebuah rumah berbilik bambu, Dadang sedang menemani istrinya memasak di dapur. Saat itu sore menjelang malam.

"Kang, kok kak Mahfud berani sekali tinggal di area dekat lokasi pembunuhan itu? Tempat itu kan seram," ucap istri Dadang.

"Entahlah, nyai. Kang Mahfud
@bacahorror itu keras kepala. Susah dibilangin. Tapi dia ngotot ingin memperluas desa dengan cara membangun rumah terlebih dahulu di tanah larangan itu. Sayang upayanya tidak berhasil. Pak Kades tidak mengizinkan pembangunan balai desa di dekat rumah kang Mahfud. Pak Kades pasti memiliki
@bacahorror pertimbangan mengenai tanah larangan itu," tukas Dadang.

Nyai Sarnah, istrinya Dadang meneruskan mengipasi nasi kukus di dalam dulang kayu sembari mengaduk-aduknya. (Jika di kampung saya disebutnya 'ngakeul').

Sementara Dadang kembali menyeruput kopinya sambil mendengarkan ....
@bacahorror alunan musik qasidah dari radio kecil yang tergantung di dinding rumah.

Mendadak alunan musik qasidah berubah menjadi alunan musik tradisional khas sunda, seperti suara petikan kecapi yang diiringi gesekan rebab.

"Kenapa dipindahkan, kang? Lagu qasidah lebih baik diperdengarkan
@bacahorror di jam sekarang daripada mendengarkan lagu daerah," ucap Sarnah seraya menatap gusar ke arah Dadang.

Dadang terlihat kebingungan. "Aku tidak memindahkan gelombang-(channel)-nya, nyi."

Lantas kenapa channel radio mendadak berpindah sendiri?
@bacahorror "Kang, nyai takut. Sepertinya ada sesuatu yang mengganti suara radio dengan petikan kecapi," ucap Sarnah seraya meninggalkan dulang berisi nasi yang asapnya masih mengepul.

"Ini aneh. Bukannya kang Somad setiap malam selalu berpatroli," kata Dadang seraya menengok ke arah radio.
@bacahorror Dadang mencoba menajamkan pendengarannya. Sedangkan istrinya kini merangkulnya dengan ketakutan. Tampaknya Sarnah mengetahui apa sebenarnya yang telah mengubah suara radio menjadi suara petikan kecapi dan gesekan rebab.

"Sabar,nyi. Kang Somad pasti sedang berkeliling sekarang,"
@bacahorror kata Dadang mencoba menenangkan istrinya tersebut.

Sayup-sayup terdengar suara teriakan.

"Allahu akbar!!"

"Kang Somad?" gumam Dadang seraya memeluk istrinya.
@bacahorror Terdengar suara riuh di luar. Suaranya seperti kepakan kelelawar yang jumlahnya ratusan.

Dadang dan Sarnah hanya bisa saling berpelukan dengan rasa takut yang menjadi-jadi. Ditambah suara lolongan serigala di kejauhan membuat keadaan terasa sangat horor.

Mendadak Sarnah melihat
@bacahorror siluet sesosok tinggi besar berpakaian serba merah dengan rambut gondrong, berwajah menyeramkan menatap ke arahnya.

"Kang Dadang, itu apa!?" jeritnya seraya membenamkan kepala ke dada suaminya.

"Siapa itu!? Kau iblis itu, kah!?" Dadang terbelalak melihat ke arah sosok itu.
@bacahorror Terdengar suara erangan halus dari sosok tersebut, diiringi kedua tangannya yang kerempeng menjamah tubuh Sarnah, membuat perempuan itu menjerit sejadi-jadinya.

'Whuuushhhh

Makhluk tersebut menghilang, membawa serta Sarnah entah ke mana.

"Nyaiiiii......!!!" teriak Dadang ....
@bacahorror sejadi-jadinya ketika istri tercintanya hilang dibawa kabur sosok demit itu.

"Kembalikan istriku, dasar iblis!!" teriaknya seraya bangkit dari posisi duduknya kemudian berlari mondar-mandir di dalam rumah.

Tiba-tiba terdengar suara bergema, parau dan berat di telinga Dadang.
@bacahorror "Hahahaha, lamun anjeun hayang pamajikan balik deui, paragatkeun nyawa si Mahfud jeung kulawargana. Beresihkan tanah larangan ti jalma. Ulah aya hiji geh jalma nu dumuk di dinya!!"

(...kalau kamu ingin istrimu dikembalikan, bunuh si Mahfud dan keluarganya. Bersihkan tanah larang
@bacahorror an dari orang-orang. Jangan ada satupun orang yang tinggal di situ!!)

Dadang termangu setelah mendengar perkataan makhluk tersebut. Ia ragu untuk memenuhi permintaan itu, namun ia harus melakukannya demi istri tercinta.

"Baiklah, saya akan melakukan apa yang kau minta!"
@bacahorror Setelah berkata demikian, Dadang terduduk lesu. Ia merasa bimbang untuk memenuhi permintaan makhluk yang telah membawa istrinya.

Mahfud adalah sahabatnya. Ia tidak tega jika harus menjadi musuh dalam selimut bagi sahabatnya itu. Di sisi lain ia tidak mau kehilangan istrinya.
@bacahorror Akhirnya pada suatu hari Dadang pergi ke barat, tepat ke arah lebatnya hutan yang disebut sebagai Alas Kawuni. Entah apa yang dipikirkannya hingga ia berani memasuki hutan yang belum pernah dijamah siapapun.

Bimbang dan ragu, itulah yang dirasakannya. Ia terus berjalan kemudian
@bacahorror termangu di atas akar pohon raksasa sembari menatap ke kejauhan.

Mendadak pundaknya disentuh seseorang dari belakang membuatnya terlonjak kaget setengah mati.
@bacahorror Ketika menengok ke belakang, dua pasang mata beradu. Dadang terperanjat mundur ke belakang.

"Ada yang bisa dibantu, anak muda?" ujar kakek yang baru saja menepuk pundak Dadang.

"Kakek siapa? Kenapa ada di tengah hutan angker ini?" Dadang berucap gemetar.
@bacahorror "Seharusnya saya yang bertanya begitu," tukas kakek berambut putih panjang tergerai itu.

Dadang tampak ragu-ragu untuk mengatakan apa yang sebenarnya sedang ia lakukan di hutan.

"Ssayaa sedang mencari istri saya yang diculik lelembut, kek."
@bacahorror "Hehehe, kasihan sekali kamu, nak. Kamu menjadi korban atas kesalahan temanmu yang coba-coba mengusik para lelembut yang sudah tinggal di sana sejak hari itu," kata kakek itu.

Dadang terdiam kemudian berucap, "Makhluk itu menginginkan saya membunuh teman saya tapi saya tidak
@bacahorror dapat melakukannya begitu saja. Dia teman saya tapi saya ingin istri saya kembali. Saya tidak mau kehilangan dia."

"Hehehe, kasihan. Kakek akan bantu kamu menemukan istrimu. Syaratnya adalah tanah pengorbanan harus bersih dari unsur manusia. Kakek akan memberitahu caranya."
@bacahorror "Tapi saya belum tahu nama kakek. Oh, iya, nama saya Dadang, kek. Istri saya bernama Sarnah Sulistiawati. Saya sangat senang jika kakek dapat menolong saya," kata Dadang begitu mudahnya tertarik dengan tawaran kakek misterius itu.

"Panggil saja kakek 'Ki Rawuk'. Hehehe."
@bacahorror Dadang sontak tertegun saat kakek itu menyebutkan nama yang tidak asing di telinganya itu.

"Jadi kakek, Ki Rawuk? Bukankah Ki Rawuk sudah lama meninggal?" Dadang seolah tidak percaya jika kakek itu benar Ki Rawuk.

"Hehehe, kakek sudah lama hidup sejak zaman Pakuan Padjajaran."
@bacahorror Dadang tersentak kaget mendengar perkataan Ki Rawuk. Rasa-rasanya tidak mungkin ada orang yang hidup sejak zaman Kerajaan Padjajaran. Artinya sebelum Bumi Pertiwi dijajah kolonial, Ki Rawuk sudah ada.

Ki Rawuk hanya menyeringai tertawa menyaksikan Dadang yang sedang keheranan.
@bacahorror Beberapa saat kemudian ketika malam tiba. Ki Rawuk membawa Dadang menuju sebuah bangunan berupa rumah panggung beratap ilalang tidak berdinding.

Bangunan tersebut terletak di antara rimbunnya pepohonannya. Di depan bangunan terdapat sebuah kolam dengan air mancur yang misterius.
@bacahorror Dadang terheran-heran melihat air mancur di dalam kolam tengah hutan itu. Bagaimana bisa air tersebut memancari dari tengah-tengah kolam, sedangkan yang ia tahu air mancur seperti demikian membutuhkan alat penyembur mekanis.

"Kamu tunggu di sini, nak. Kakek akan mengambil media
@bacahorror pemanggilan dulu." Ki Rawuk beranjak meninggalkan Dadang yang berdiri sendirian di tepi kolam.

Samar-samar Dadang melihat bayangan sosok makhluk yang menculik istrinya.

"Kau, kembalikan istriku!" teriak Dadang sambil menunjuk sosok itu.

"Hehehe, jangan terbawa emosi, nak."
@bacahorror Ki Rawuk rupanya sudah kembali dengan membawa sebuah boneka kayu yang sepasang tangannya dapat digerakkan menggunakan tangkai seperti wayang.

Ia kemudian menancapkan bagian bawah boneka itu ke tanah.

"Kakek akan memanggil sosok Sangkasena. Dia akan bernegosiasi denganmu."
Ki Rawuk dalam posisi berdiri merapal mantra di hadapan boneka medianya.

Beberapa saat kemudian boneka tersebut bergetar kencang diiringi suara mendesis yang cukup keras.

Mendadak boneka tersebut melayang ke udara kemudian diselimuti asap tebal serta bau dupa.
Begitu asap tebal tersebut menipis muncullah sesosok negatif berukuran besar dengan pakaian berwarna merah.

Itulah sosok Sangkasena, lelembut yang dipanggil Ki Rawuk.

Dadang tampaknya tidak sabar ingin tahu di mana istrinya.
@bacahorror "Katakan di mana istriku kau sembunyikan!!" teriak Dadang sambil menunjuk-nunjuk ke arah Sangkasena.

"Sabar dulu, anak muda. Semua butuh proses," ujar Ki Rawuk seraya melambaikan tangan ke arah Sangkasena.

Sangkasena melayang kemudian mendarat di hadapan Dadang dan Ki Rawuk.
@bacahorror "Paragatkeun nyawa Mahfud jeung istri jeung anakna (Bunuh Mahfud dan istri serta anaknya)." Terdengar suara parau Sangkasena berbicara.

"Saya tidak dapat melakukannya!" teriak Dadang.

"Istri maneh nu bakal paragat diteureuy ku aing! (istrimu yang akan mati ditelan olehku)"
@bacahorror Ancaman Sangkasena membuat Dadang tentu saja ketakutan dan bingung bukan main.

Apakah ia harus membunuh sahabatnya sendiri demi istrinya? Ia benar-benar bimbang, memilih sahabatnya atau istrinya.

"Kamu sudah menyanggupi waktu hari pertama Sangkasena datang, anak muda," ujar Ki
@bacahorror Rawuk.

Dadang hanya terdiam. Memang benar ia telah menyanggupi permintaan Sangkasena, namun itu ia lakukan atas dasar panik karena istrinya diambil begitu saja oleh Sangkasena dari pelukannya.

"Kek, saya mohon bantu saya. Jika memang saya harus membunuh teman saya, apa boleh
@bacahorror buat," ucap Dadang dengan suara bergetar.

"Hehehe, kakek akan membantumu, nak. Kamu bunuhlah terlebih dahulu yang menurutmu mudah untuk dibunuh," tukas Ki Rawuk. "Kabar baiknya buat kamu, kita sebaiknya melakukan hal yang dapat menghancurkan keluarga itu terlebih dahulu. Hehe."
@bacahorror Setelah mendapat arahan dari Ki Rawuk, Dadang setuju untuk terlebih dahulu menghancurkan keluarga Mahfud dengan cara menculik putranya, Dodi Sanjaya, yang saat ini sudah beranjak dewasa.

Dodi saat ini sedang mengenyam bangku kuliah di kota.
@bacahorror Jika membaca cerita berjudul "Sang Pejalan Malam", misi Dadang bersama Ki Rawuk berhasil membuat Dodi seolah-olah menjadi pelaku utama perkosaan dan pembunuhan terhadap pacarnya sendiri, Ratih.

Itu terlihat ketika Dodi mengalami mati suri pasca berhasil mengusir Sangkasena.
@bacahorror Di dalam mati surinya, Dodi melihat dirinya diculik dua orang suruhan Dadang (Pak Dadang di cerita Sang Pejalan Malam). Ia pun melihat ada dua dirinya setelah seorang begawan merapal mantra dan menyiramkan darahnya ke tubuh suruhan Dadang.

Apa yang terjadi selanjutnya?
@bacahorror Sang Pejalan Malam akan menjelaskan. Peace ya...

Lanjut ke cerita inti, yaitu Tanah Pengorbanan.

Pada hari itu, setelah berhasil memfitnah Dodi, Dadang kembali ke desa. Malamnya dia pergi ke Tanah Pengorbanan. Apa yang akan ia lakukan pasti bukan sesuatu yang baik.
@bacahorror Dadang melakukan penyiraman air di atas tanah larangan yang didapatkannya dari kolam depan rumah Ki Rawuk.

Selanjutnya ia menebarkan bunga-bunga berbau tajam di atasnya. Setelah itu ia mengenakan topeng yang biasa digunakan perampok.

Kemudian ia menuju rumah Mahfud yang ....
@bacahorror letaknya cukup dekat dari situ. Ia berperilaku seolah-olah hendak merampok.

Sementara di dalam rumah. Istrinya Mahfud yakni Rodiah terbangun dari tidurnya karena merasa ingin buang air kecil. Ia pun bangun kemudian pergi ke dapur di mana kamar mandi berada.
@bacahorror Mendadak ia melihat sesosok laki-laki datang menerjangnya.

Rodiah menjerit sejadi-jadinya.

"Tolooong!! Rampok!!" teriaknya.

Tentu saja Mahfud yang sedang terlelap langsung terbangun mendengar jeritan istrinya. Ia langsung menuju dapur mendapati seseorang sedang mencekik leher
@bacahorror istrinya.

"Lepaskan dia, keparat!" Mahfud melompat ke arah orang yang sedang mencekik istrinya tersebut.

Tiba-tiba ia tertegun saat sesosok negatif muncul di hadapannya kemudian menarik sukmanya keluar. Anehnya meski yang ditarik hanya sukmanya, tubuh Mahfud turut menghilang.
@bacahorror Sementara Rodiah yang bernasib malang kini terbujur kaku di belakang pintu dapur.

Sementara Dadang tampak berlutut di samping perempuan yang ia bunuh tersebut. Ia menangis tersedu-sedu merasa sangat bersalah atas apa yang telah diperbuatnya.

Ini semua demi istri tercinta.
@bacahorror "Maafkan saya, Rodiah. Maafkan saya, Mahfud. Saya tidak mempunyai pilihan. Seandainya istri saya sudah tiada, saya lebih memilih untuk mati daripada mengkhianati kalian."

Begitulah ratapan Dadang sebelum ia pergi keluar meninggalkan rumah Mahfud.
@bacahorror Di kejauhan terlihat Ki Rawuk manggut-manggut, merasa puas dengan apa yang sudah dilakukan Dadang.

"Setidaknya aku bisa membersihkan tanah itu untuk kubangun istana kerajaanku nanti. Hehehe," gumamnya seraya berlalu.
@bacahorror Masa sekarang (setelah Dodi berhasil melewati malam horor di Sang Pejalan Malam).

Hari itu Dodi bersama Andre pergi ke kabupaten untuk mengunjungi Pak Dadang di penjara. Tujuannya tiada lain untuk mengorek keterangan lebih mengenai sosok Ki Rawuk.
@bacahorror "Saya tidak tahu jika selama ini Pak Dadang menyembunyikan rahasia dari saya dan warga desa Cikahuripan. Anda terlihat begitu baik tapi ternyata... Saya tidak bisa berkomentar apa-apa lagi," ujar Andre saat berhadapan dengan Pak Dadang yang dihalangi bilik dengan kaca berlubang.
@bacahorror "Saya melakukan itu demi istri saya, nak Andre. Saya tidak punya pilihan," tukas Pak Dadang dengan wajah lesu.

"Lalu kenapa anda diam saja tidak melaporkan kehilangan itu ke Pak Kades maupun warga lain. Paman saya pun pasti akan membantu kalau anda terus terang!" Andre tampak
@bacahorror tidak sabar.

"Tujuan Pak Dadang untuk membunuh saya, ayah saya, dan ibu saya, bukan? Anda berhasil membunuh ibu saya dan membuat ayah saya tinggal di rumah sakit jiwa! Saya sampai detik ini masih hidup. Apa yang akan terjadi setelah anda gagal membunuh seluruh keluarga saya?"
@bacahorror Dodi menatap tajam ke arah Pak Dadang seraya berbicara dengan nada tajam.

Pak Dadang tampaknya tidak mampu menjawab. Ia hanya terdiam dengan raut wajah suram.

"Jawab, pak!" sentak Andre.

"Makhluk itu mengancam akan membunuh istri saya jika saya memberitahu semua orang mengenai
@bacahorror penculikan itu," tukas Pak Dadang seraya menghela nafas.

"Kenapa itu terdengar seperti manusia, mengancam-ancam ala manusia? Kalau mendengar keteranganmu, tampaknya benar kata Pak Somad, sesuatu yang tidak terlihat namun berbahaya yang datang dari hati yang jahat," kata Andre.
@bacahorror "Saya mungkin memiliki hati yang jahat. Namun itu demi kembalinya istri saya. Saya sangat mengkhawatirkannya. Ia diculik ketika sedang mengandung dua bulan. Sekarang hampir 30 tahun berlalu. Istri saya belum juga kembali. Saya sudah pasrah sekarang. Apapun yang akan terjadi pada
@bacahorror saya akan saya terima," tutur Pak Dadang.

"Pak Dadang, apa anda mengenal Ki Rawuk. Kalau iya, beritahu kami di mana tempatnya berada," kata Andre ketika teringat hal pokok yang harus diketahuinya dari Pak Dadang.

Pak Dadang terlihat ragu saat ditanya Andre mengenai begawan itu.
@bacahorror "Dia ada di tengah Alas Kawuni. Jika kalian ke sana akan menemukan sebuah rumah panggung tanpa dinding dengan kolam air mancur di depannya," tutur Pak Dadang dengan nada gemetar.

"Seharusnya kita kemari bersama Pak Somad, di. Aku merasa mengorek keterangan mengenai Ki Rawuk akan
@bacahorror menimbulkan malapetaka di sini. Aku merasakan tempat ini menjadi gelap," ujar Andre seraya mengedarkan pandangannya ke sekeliling.

Dodi turut melihat-lihat sekeling. Benar apa yang dikatakan Andre.
@bacahorror lupa kasih tanda tanya -_-
@bacahorror "Ke mana mereka? Tidak mungkin para petugas itu meninggalkan kita begitu saja," ujar Andre saat menyadari di tempat tersebut tinggal ia, Dodi, dan Pak Dadang.

"Sangkasena akan datang. Kita tidak dapat kabur darinya," kata Pak Dadang cemas dari balik kaca.

"Waktu itu saya ....
@bacahorror melihatnya tenggelam ke dalam Rawa Gaib. Saya pikir dia tidak akan kembali lagi," kata Dodi.

"Iblis tidak akan pernah bisa dibunuh manusia. Kita hanya bisa mengusirnya atau mengurungnya. Sekarang yang lebih gawat, Sangkapati telah keluar dari kurungannya. Ada apa dengan ....
@bacahorror Abah Jahri?" kata Pak Dadang sembari penasaran ke arah Dodi dan Andre.

"Beliau telah meninggal tepat di malam tanggal 1 Januari menjelang tahun ke-30," tukas Andre.

Pak Dadang terlihat tertegun mendengar jawaban Andre.

Sementara Dodi terlihat waspada ketika suatu asap putih
@bacahorror menguar memenuhi ruangan.

Petttt

Mendadak listrik padam, menyebabkan semua lampu di ruangan tersebut mati.

"Celaka, dia benar-benar datang," ucap Pak Dadang. "Aku tidak mau menjadi pengikut mereka. Bagi kalian saya mohon bunuh saya sekarang," pinta Pak Dadang tiba-tiba.
@bacahorror Andre dan Dodi tidak menghiraukan kata-kata Pak Dadang. Mereka berdua saling membelakangi, mewaspadai apa yang akan terjadi selanjutnya.

"Nak Andre, nak Dodi, saya mohon, bunuh saya sekarang," pinta Pak Dadang lagi seraya celingukan dengan panik ketika suatu bau menyengat meme-
@bacahorror nuhi ruangan.

"Kami tidak bisa begitu saja membunuh seseorang meskipun orang itu memiliki salah terhadap kami. Tetap di sana, pak. Jangan ke mana-mana," kata Andre seraya merogoh kitab suci al-Qur'an dari tas gendongnya.

"Aku tidak pernah mengalahkan iblis secara sengaja. Apa
@bacahorror aku bisa mengalahkan iblis itu lagi?" ujar Dodi seraya membelitkan kalung Ratih di pergelangan tangan kanannya.

"Kita harus bekerja sama. Tampaknya musuh benar-benar telah mengurung kita di dalam lingkaran gaib," tukas Andre seraya membaca ta'awudz dan basmalah.
@bacahorror Dodi melihat sekeliling. Samar-samar ia melihat sesosok perempuan berkebaya merah dengan wajah hancur separuh hingga memperlihatkan tengkoraknya.

"Pantas saja siang hari tiba-tiba menjadi gelap. Rupanya ini ulah Sangkapati," ujar Pak Dadang membuat Dodi dan Andre sejenak ....
@bacahorror mengalihkan perhatian.

"Apakah Sangkapati peliharaannya Ki Rawuk juga?" tanya Dodi.

Pak Dadang menggeleng. "Hanya Sangkasena yang selalu patuh terhadap Ki Rawuk. Sangkapati adalah sosok yang lain. Sosok seorang perempuan berkebaya merah berwajah hancur."
@bacahorror "Ia lebih sakti daripada Sangkasena. Aku pikir Sangkasena yang akan muncul. Tapi rupanya Sangkapati yang datang," lanjut Pak Dadang seraya mengusap wajahnya ketika ia menyadari ada sosok di belakangnya sedang berjalan ke arahnya.
@bacahorror "Pak Dadang? Itu di belakangmu!" pekik Dodi ketika sosok yang baru dilihatnya sedang berjalan pelan ke arah Pak Dadang.

Andre yang berada di samping Dodi membaca doa serta ayat-ayat suci sebanyak-banyaknya. Namun sialnya, sosok tersebut tidak juga pergi.
@bacahorror "Kamu membacanya dalam kondisi panik, ndre. Cobalah tetap tenang," kata Dodi seraya mengacungkan telunjuk ke arah sosok Sangkapati di belakang Pak Dadang.

"Hanya Abah Jahri yang dapat mengalahkannya. Tapi sekarang?" ucap Pak Dadang tanpa berusaha menoleh ke belakang.
@bacahorror "Allaahu akbar....!" teriak Andre ketika Sangkapati mencapai tempat Pak Dadang.

"Sudah saya bilang, bunuh saya," ucap Pak Dadang memelas ketika hawa dingin berhembus mengenai pundaknya.

Sosok Sangkapati semakin mendekat saja ke arah Pak Dadang. Mulutnya yang sebagiannya telah
@bacahorror hancur membuka, memperlihatkan gigi-giginya yang kotor dan keropos. Sangkapati bersiap menerkam leher Pak Dadang dari belakang.

Grrrrrrrr...... happpp..............
@bacahorror Mendadak terdengar suara ledakan disusul percikan api dari pintu menuju ruangan di mana Pak Dadang berada.

Pintu tersebut terbuka.

Pak Dadang yang berhasil menghindari serangan Sangkapati berhasil keluar dari bilik isolasinya.

"Anda?" Dodi terkejut melihat seorang polisi ...
@bacahorror tengah mengokang sepucuk shotgun. Rupanya ia yang menembak pintu hingga hancur.

"Kita harus keluar dari sini!" ujar polisi itu seraya menarik Pak Dadang keluar dari tempat itu.

Dodi dan Andre pun mengikuti sembari membaca doa-doa.
@bacahorror "Anda bisa melihat makhluk itu juga?" tanya Andre heran.

"Semua orang yang berada di sini pasti bisa, termasuk teman-teman saya yang telah pulang lebih dulu ke rumah masing-masing." Polisi itu mendadak menghentikan langkah ketika pintu di depannya mendadak tertutup sendiri.
@bacahorror "Saya dapat memastikan kalianlah yang menyebabkan iblis ini muncul di sini. Bukan soal Ki Rawuk tapi kalung yang kamu bawa," kata polisi itu tanpa merasa kaget dengan pintu yang tertutup sendiri, menunjuk kalung di tangan Dodi.

"Memangnya kenapa dengan kalung ini, pak?" tanya
@bacahorror Dodi.

"Kalung itu seharusnya menjadi pelindung bagi pemiliknya yang sekarang sudah mati karena dibunuh orang yang serupa dengan kekasihnya," tukas polisi itu membuat Dodi terkejut. "Ratih tentu saja pemilik kalung itu. Pembunuhnya bernama Jakro. Ia sudah dieksekusi mati."
@bacahorror "Lalu bagaimana cara kita keluar dari sini?" tanya Andre kemudian menoleh ke belakang tepat Sangkapati sedang mengejar mereka.

Polisi tersebut tidak menjawab. Ia berbelok menuju koridor yang mengarah ke belakang gedung kepolisian tersebut.

"Seharusnya kalian bunuh saya mumpung
@bacahorror ada senjata api." Pak Dadang masih berbicara soal keinginannya.

"Sudahlah, Pak Dadang. Mati tidak akan menyelesaikan masalah. Seharusnya bapak lebih optimis untuk menyelesaikan masalah yang bapak timbulkan," tukas Andre.
@bacahorror "Ngomong-ngomong nama saya Ardi. Sebaiknya kita cepat sebelum gerombolan mayat hidup itu datang," ujar polisi bernama Ardi itu membuat Andre dan Dodi terhenyak.

"Mayat hidup?"

"Mereka adalah gerombolan simpatisan PKI yang dieksekusi mati di tanah kosong selatan Desa Cikahuripan
@bacahorror yang dibangkitkan oleh Sangkapati," tutur Ardi.

"Saya pikir Ki Rawuk yang membangkitkan mereka," kata Pak Dadang.

"Ki Rawuk tidak membangkitkan siapapun. Ia pun kembali hidup karena bantuan Sangkapati. Namun sekarang mereka bermusuhan," kata Ardi membuat Andre, Dodi dan Pak
@bacahorror Dadang terheran-heran.

Mereka merasa bingung karena polisi ini banyak tahu soal para demit dan Ki Rawuk. Namun mereka memilih tidak bertanya-tanya lagi.
@bacahorror Brag, brag, brag, brag

Suara hentakan genderang terdengar menandakan kemunculan entitas lain yang berjumlah banyak.

"Celaka, kita terlambat. Pasukan mayat hidup telah datang," kata Ardi seraya merogoh sakunya kemudian mengeluarkan beberapa butir peluru dan mengisikannya ke shot
@bacahorror gun-nya.

"Apa mereka bisa dibunuh dengan senjata manusia?" tanya Andre.

"Tentu saja tidak, tapi ini akan memperlambat pergerakan mereka," tukas Ardi seraya menodongkan senjata ke depan.

Seiring suara hentakan genderang, Andre dan yang lain menyaksikan ratusan mayat hidup dalam
@bacahorror berbagai kondisi, sedang berjalan tertatih-tatih ke arah mereka.

Duarrrrr.....

Shotgun Ardi menyalak memuntahkan butiran proyektil yang menghancurkan sebatang tiang kayu di tengah ruangan. Tiang tersebut langsung rubuh kemudian menimpa ke arah gerombolan mayat hidup tersebut.
@bacahorror Gerombolan mayat hidup tersebut di antaranya rubuh tertimpa tiang tersebut.

"Mereka adalah mayat betulan. Kekuatan iblis yang menggerakkan mereka. Begitupun dengan Sangkasena dan Sangkapati. Kau tahu bukan kalau iblis tidak memiliki wujud riil seperti manusia?" ujar Ardi.
Beberapa mayat yang tertimpa tiang terlihat meronta-ronta hingga berhasil melepaskan diri.

Mereka menjadi lebih buas, berlari ke arah Ardi dan yang lain.

"Kita harus kembali!" pekik Andre.

"Tidak, kita harus tetap bergerak. Kita lari melalu celah itu," tukas Ardi seraya
menunjuk ke arah lorong sempit di kanan koridor.

Mereka pun berlari ke arah lorong tersebut untuk selanjutnya keluar dari gedung.

Sementara mayat-mayat hidup terus mengejar hingga tertahan di lorong kecil itu.
Langkah Ardi dan yang lain terhenti saat Sangkapati muncul tepat di depan pintu pagar belakang.

"Dia sudah di sini aja. Kita tidak mungkin melewatinya," ujar Andre.

"Seandainya Abah Jahri masih hidup. Kita pasti bisa keluar dari sini," ucap Pak Dadang.

"Abah Jahri?" Ardi
terkejut ketika Pak Dadang menyebut nama itu.

"Iya, pak. Ada apa? Kok seperti kaget?" tanya Pak Dadang.

"Abah Jahri adalah ayah saya. Ia bercerai dari ibu saya sudah lama sekali," tukas Ardi.
"Berarti anda saudaranya Pak Somad?" kata Pak Dadang seraya melihat ke arah Sangkapati.

"Saudara tiri tepatnya karena kami beda ibu. Sebaiknya kita tidak membahas itu dulu. Demit di depan kita tampaknya tidak akan memberikan kita kesempatan," kata Ardi.
Andre di belakang Ardi dan Pak Dadang membaca ayat-ayat suci dengan suara keras, dan itu membuat Sangkapati menjadi semakin beringas.

"Celaka, mayat-mayat hidup juga ada di belakang kita!" pekik Dodi saat melihat ke belakang.

Ardi tanpa menyahut, menembakkan shotgun ke arah
pagar besi hingga hancur.

Tanpa aba-aba lagi, mereka melewati pagar rusak tersebut keluar dari halaman belakang gedung.

Di sana mereka malah mendapati suatu hutan lebat yang gelap. Hanya cahaya senter dari shotgun Ardi menerangi.
"Hutan?" ujar Andre seraya celingukan.

"Di belakang memang hanya ada hutan. Tidak ada pemukiman penduduk," tukas Ardi.

"Kita harus nencapai jalan raya, pak," kata Dodi.

Ardi mengangguk seraya beranjak menuju arah kiri gedung.

Namun tiba-tiba Sangkapati muncul.
Demit perempuan tersebut melayang ke arah Ardi.

Ardi dengan sigap melompat menghindar.

"Cepat lari!" teriaknya kepada Andre dan yang lain.

Namun Andre malah terpaku begitu pula Pak Dadang dan Dodi.
"Maragapti sukma!" Ardi terhenyak menyaksikan Sangkapati sedang menarik sukma tiga orang yang bersamanya.

Ardi mengambil sesuatu dari kantong baju dinasnya kemudian membentangkannya.

"Abah, semoga engkau tidak salah memberikan ini kepadaku."

Ardi membaca doa-doa yang...
tertera di atas kain putih yang dibentangkannya itu.

Mendadak kain itu bercahaya setelah ia membaca doa-doa.

"Allaahu akbar!"

Glederrrrr....

Halilintar menggelegar disusul percikan kilat menerangi tempat itu.
Saat itu Ardi melihat sesuatu yang berkilauan di tangan kanan Dodi. Ia pun lantas berteriak.

"Dodi, bangun!! Berikan kalung itu ke Sangkapati!"

Mendadak dari belakang muncul sosok lain yang merupakan Sangkapati versi laki-laki.

Catatan : Sangkapati versi laki-laki sebenar-
nya adalah Sangkasena yang bertransformasi.

Sosok tersebut bergerak cepat melayang ke arah Atdi.

"Dodi, dengarkan saya!!" teriak Ardi. "Berikan kalung itu ke Sangkapati atau kita akan mati!!"
Di saat Sangkasena berhasil mencengkeram leher Ardi, Dodi tersadar. Dengan cepat ia melepaskan kalung di tangannya kemudian melemparkannya ke arah Sangkapati yang sedang menarik sukmanya, Andre, dan Pak Dadang.

Wuuuusshhhh....
Kalung tersebut melesat kemudian melilit leher Sangkapati. Kalung yang bersinar tersebut membelit leher demit itu hingga sukma Dodi, Andre, dan Pak Dadang gagal ditariknya.

Sangkapati melorot kemudian jatuh ke atas tanah. Sosoknya tiba-tiba menjelma menjadi seorang gadis ber-
paras cantik mengenakan kebaya yang sama yaitu kebaya merah.

Dodi terkejut melihat perubahan wujud Sangkapati. Namun ia langsung mengalihkan perhatian ke arah Ardi yang sedang sekarat karena diguna-gunai Sangkasena.

Gadis jelmaan Sangkapati tiba-tiba melemparkan tusuk konde
ke arah Sangkasena.

Sangkasena terlempar ke belakang saat tusuk konde mengenai wajahnya.

Tanpa memberi kesempatan, Sangkapati melanjutkan serangan ke arah Sangkasena.

"Balik maneh!! (Pulang kamu)" ujar Sangkapati seraya melilitkan selendang ke tubuh Sangkasena.
Tubuh Sangkasena menguar menjadi serpihan yang terbang ke udara. Sosok tersebut menghilang di kegelapan.

Tak lama terdengar suara ayam jantan berkokok menandakan fajar telah tiba.

Sangkapati masih berada di sana. Ia mendekati Ardi kemudian memeriksa kondisi pria itu.
"Untung saja aku tidak terlambat menghancurkan Sangkasena," ucapnya seraya bangkit.

"Anda siapa?" Pak Dadang tercekat melihat penampilan Sangkapati yang sekarang.

"Namaku Dewi Rahayu Anggraeni bergelar Sri Sangkawati, putri Prabu Jayakusuma dari Kerajaan Paninggalan," tukas
Sangkapati seraya tersenyum penuh arti.

"Siapa?" ucap Andre seolah lupa dengan apa yang dikatakan Sangkapati.
Sangkapati atau Dewi Rahayu menatap ke arah Dodi.

"Terima kasih sudah mengembalikan kalung sukma kepadaku. Aku tidak tahu apa yang sudah aku lakukan selama mati suri. Pasti banyak hal telah aku lewati. Ngomong-ngomong sekarang tahun berapa saka?" tutur Rahayu.
"Tahun saka? Anda berasal dari mana sebenarnya?" tanya Pak Dadang yang sedang memijiti pundak Ardi.

Rahayu terlihat kebingungan.

"Kerajaan Padjajaran telah menghancurkan kerajaan ayahku. Hari itu aku disiksa oleh para hulubalangnya," ucapnya.
"Nyai sekarang ada di tahun 1996 masehi. Ngomong-ngomong saya tidak tahu jika kalung itu milikmu," tukas Dodi.

"Apa? Masehi?" Rahayu terlihat semakin bingung.

"Pak Ardi, sudah mendingan, kah?" ujar Andre ketika melihat Ardi memijit kepalanya.

"Kepala saya agak pusing," ucap
nya.

Shubuh akhirnya tiba. Andre bersama Dodi, Pak Dadang, dan Ardi pergi menuju jalan raya.

Sementara Rahayu memasuki gedung. Tampaknya ada sesuatu yang ingin ia selesaikan di sana.
Cerita berlanjut ke Desa Cikahuripan di mana Pak Somad bersama Pak Dirman mendapati para warga sedang gempar di lokasi tanah kosong atau tanah larangan.

Mereka menemukan ratusan tulang belulang manusia yang berserakan di lokasi. Bahkan di antaranya ada yang berserak di bekas
rumah Pak Mahfud, ayahnya Dodi.

"Darimana asalnya tulang-tulang ini?" gumam Pak Dirman.

"Ini sangat aneh," tukas Pak Somad. "Setelah bertahun-tahun kenapa baru ada sekarang? Padahal eksekusi liar itu dilakukan pada tahun 1968."
"Kasihan mereka tidak ditempatkan dengan layak. Mereka mungkin memang PKI tapi apa yang menimpa mereka tidak bisa ditolerir begitu saja. Hanya orang-orang barbar yang melakukan ini," kata Pak Dirman menyayangkan terjadinya peristiwa yang merenggut nyawa ratusan ribu orang itu.
"Kita akan memakamkan mereka semua di tanah itu secara massal," ucap Pak Somad. "Di atasnya kita akan membangun monumen sementara dari kayu hingga pemerintah mengucurkan dana untuk pembangunan monumen yang lebih baik."
Di hari berikutnya, Andre bersama Dodi, Ardi, dan Pak Dadang tiba di desa.

"Pak Dadang tidak bebas secara murni. Saya membawanya kemari untuk mengembalikan semua orang yang disesatkan Sangkasena dan Sangkapati," ucap Ardi di hadapan seluruh warga desa yang akan kerja bakti
menggali tanah untuk kuburan massal.

"Kak Ardi?" Pak Somad yang baru tiba terkejut melihat kakak tirinya sedang berpidato di hadapan warga.

"Sekarang apa yang akan kita lakukan untuk mengembalikan mereka yang disesatkan?" tanya Pak Dirman.

"Saya menemukan seseorang yang
bisa membantu kita menemukan para warga yang diculik dan disesatkan Sangkasena dan Sangkapati," ujar Pak Ardi (sebelumnya Ardi saja).

Dari balik kerumunan warga muncullah Rahayu, membuat semua orang terkejut. Ia maju ke arah Pak Ardi.

"Maaf jika kedatangan saya membuat
kalian bingung. Jangan kaget kalau saya mengatakan bahwa saya adalah Sangkapati. Sosok yang suka menculik warga dan menyesatkannya di alam gaib. Tapi itu dulu waktu sukma saya sedang tersesat karena seseorang menyesatkan saya ke dunia para iblis," tutur Rahayu.
Para warga tampak terkejut. Mereka saling pandang kemudian berbisik-bisik.

Salah seorang warga melangkah maju kemudian berkata lantang.

"Kamu Sangkapati? Kalau begitu kembalikan anak saya yang hilang!" kata warga itu.

"Betul!!" teriak yang lain.

Rahayu mengedarkan ...
pandangan kemudian kedua matanya menangkap sesosok kakek berambut panjang penuh uban sedang berdiri di antara rumpun bambu.

"Raden Jara Saksana alias Ki Rawuk. Apa yang sedang kamu lakukan di sini?" ujarnya dengan suara keras.

Ki Rawuk terkekeh. Sementara para warga langsung
mengalihkan perhatian ke arah Ki Rawuk.

"Jadi dia Ki Rawuk?" ucap Andre.

"Iya, dia memang Ki Rawuk. Aku melihatnya sewaktu mati suri," tukas Dodi sambil melihat dengan waspada.
"Saya hanya ingin mengikuti upacara penguburan warga saya. Sangat tidak elok jika saya selaku tetua tidak turut serta melepas mereka ke peristirahatan terakhir," kata Ki Rawuk. "Dan lagi, saya ingin menyampaikan kekecewaan saya karena gagal membalaskan dendam mereka."
"Lantas saya harus apa? Sangkasena," tukas Rahayu membuat semua orang kaget.

"Apa? Jadi Sangkasena sebenarnya adalah Ki Rawuk?"

"Sangkasena hanya wujud lain dari dirinya. Sekarang wujud itu tidak bisa kau gunakan lagi, bukan? Iblisnya telah kembali ke alamnya," tutur Rahayu.
"Ki Rawuk, anda kenal saya!?" Pak Dadang melangkah ke arah Ki Rawuk. "Ternyata kau yang menculik istri saya. Kembalikan dia!" ucapnya keras.

"Hehehe, istrimu tidak akan kembali. Dia sudah menjadi penghuni tetap di alam gaib," tukas Ki Rawuk membuat Pak Dadang marah.
"Bajingan! Kau kakek tengik. Matilah!" Pak Dadang tiba-tiba menyambar sebilah golok yang tergeletak di samping seorang warga.

"Pak Dadang, jangan!" teriak Andre seraya berlari ke arah Pak Dadang.

Terlambat. Pak Dadang telah melakukan serangan ke arah Ki Rawuk.

Namun,
Ki Rawuk dengan satu jentikan jarinya membuat tubuh Pak Dadang menguar menjadi serpihan kemudian hilang begitu saja.

"Pak Dadang!!" teriak Andre.

Para warga terlihat kaget bukan main melihat kejadian yang baru saja terjadi.

Pak Dadang telah tiada karena jentikan Ki Rawuk.
"Saya bisa membuat kalian semua bernasib sama termasuk kamu, Nyai Sangkawati," kata Ki Rawuk dengan nada penuh intimidasi.

"Kau yakin, Ki Rawuk? Lalu bagaimana dengan kejadian hari itu? Sangkasenamu juga bernasib seperti bapak malang itu," tukas Rahayu
"Apa kau tidak ingat saat disiksa para hulubalang homo itu? Aku membantu menyesatkanmu agar kamu dapat membalas perlakuan mereka terhadapmu," tukas Ki Rawuk.

"Aku tidak tahu kalau aku membunuh mereka. Aku tidak ingat sama sekali. Kau membuatku kehilangan diriku selama ini,"
tukas Rahayu.

"Aku menyesatkanmu agar dirimu membalas dendam atas kematian ayahmu dan seluruh keluargamu. Kau telah melakukannya dengan baik. Dendammu sudah terbalaskan. Sekarang waktunya bagimu menyusul mereka." Ki Rawuk menatap tajam ke arah Rahayu.
"Aku akan menyusul mereka tapi sebelum itu aku ingin memastikan kau tidak lagi mengganggu orang-orang. Selain itu mengembalikan orang-orang yang pernah kusesatkan perlu kulakukan," tukas Rahayu seraya mengangkat tangan kanannya.
Ki Rawuk terkekeh.

"Orang yang sudah mati alangkah baiknya tidak dikembalikan ke dunia. Biarkan mereka mengikuti proses seleksi alam."

"Masalahnya mereka berada di alam gaib karena campur tangan kita! Kita harus mengembalikan mereka!"

Ki Rawuk menggeleng.
"Kita sudah terlanjur membuat mereka mati. Mengembalikan mereka sama saja dengan melawan proses seleksi alam."

Rahayu melangkah ke arah Ki Rawuk.

"Seleksi alam, huh? Lalu yang kau lakukan terhadap mereka adalah seleksi alam juga?!"
"Nyai, kamu pikir yang orang-orang lakukan terhadap para korban pembersihan PKI adalah seleksi alam juga?" Ki Rawuk menunjuk ke arah ratusan kerangka yang dibungkus kain kafan.

"Tidak! Itu hanyalah seleksi manusia. Kau pikir dirimu beda dengan mereka?!" Rahayu terkekeh.
"Saya merasa berbeda dengan mereka karena saya ingin menegakkan keadilan. Apapun caranya. Para korban pembersihan tidak semuanya anggota PKI. Mereka hanya anggota keluarga yang terkena cipratan dosa keluarga mereka yang PKI," tukas Ki Rawuk.
Rahayu menggeleng. Kemudian ia berbicara, "Mungkin kau lebih baik memburu petingginya daripada memburu bawahan. Karena petingginya lah yang seharusnya dibasmi. Tapi mereka sudah tidak ada. Mereka sudah mati dibantai."
"Saya tidak akan berdebat lagi. Sekarang lebih baik lanjutkan pemakaman ini. Jangan membiarkan mayat-mayat itu terlalu lama di sana," tukas Ki Rawuk.

"Pak Somad, sebaiknya lanjutkan prosesi pemakaman. Soal Ki Rawuk, biar saya yang tangani," ucap Rahayu ke Pak Somad.
Pak Somad bersama warga yang lain melanjutkan prosesi pemakaman. Ia sendiri tampil sebagai muadzin yang mengumandangkan azan di sana.

Sementara Rahayu bersama Andre, dan Dodi berada di sekitar Ki Rawuk. Begitupula Pak Ardi.
Mendadak langit menjadi gelap seperti hendak turun hujan. Padahal tadinya hari begitu terik.

Serentak semua orang yang sedang beraktifitas menghentikan aktifitasnya kemudian mengadah ke langit.

"Hujan akan segera turun. Ini akan membantu kita menggali tanah," ucap Pak Somad.
Benar saja, hujan kemudian turun dengan derasnya, membasahi tanah yang kering karena terlalu lama dipanggang sinar matahari kemarau.

Semua orang tentu saja melakukan prosesi penguburan sembari hujan-hujanan.

Di antara mereka yang tidak terkena siraman hujan hanya dua orang itu.
Ki Rawuk dan Rahayu. Dua orang yang memiliki kesaktian tinggi itu tidak terkena guyuran hujan sama sekali.

Petir menyambar-nyambar mengiringi pemakaman dari ratusan kerangka itu.
Hari menjelang sore, pemakaman tersebut selesai. Selanjutnya mereka berencana membangun monumen di keesokan harinya.

Tentu mereka akan membutuhkan beberapa batang pohon untuk membangun monumen sementara itu.
Cerita berlanjut.

Ketika malam tiba, suasana desa tetaplah sepi seperti biasanya. Namun kali ini lebih sepi dari biasanya.

Di dalam sebuah rumah panggung beratap seng.

Andre, Dodi, dan Pak Ardi berkumpul di sana.
Catatan : lupakan paragraf pertama yang tidak konsisten di post sebelum ini.

"Pak Ardi, tampaknya masalah belum selesai. Meski Ki Rawuk terlihat seperti lebih bersahabat, namun saya menyangsikannya," ujar Dodi memecah keheningan.

Pak Ardi tampak tercenung pasca Dodi bicara.
"Masalah sudah berlalu, Dodi. Sekarang kita hanya perlu memikirkan bagaimana caranya mengembalikan sukma ayahmu yang masih tertinggal di Rawa Gaib. Ki Rawuk sudah bilang tidak akan membantu kita. Begitupun Rahayu yang kini sudah menjadi manusia biasa dengan kelebihan tentunya."
Pak Ardi menatap menerawang ke arah langit-langit.

"Jadi, masalah sudah selesai? Sayangnya saya seperti mendengar suara teriakan orang di luar sana," ucap Andre seraya menajamkan pendengaran.

Pak Ardi lantas bangun dari posisi berbaringnya. Ia turut mendengarkan suara teriakan
dari kejauhan.

"Apakah Ki Rawuk ingkar janji?" gumamnya.

"Saya tidak akan ingkar janji, Pak Ardi." Ucapan seseorang dari luar rumah membuat seisi rumah terperanjat.

"Ki Rawuk?!"
~Selesai~

Maaf kalau ceritanya menggantung begini. Sabar, di balik menggantungnya cerita akan ada lanjutan dalam judul lain pastinya. Peace ya...
Missing some Tweet in this thread? You can try to force a refresh.

Enjoying this thread?

Keep Current with Acep Saepudin

Profile picture

Stay in touch and get notified when new unrolls are available from this author!

Read all threads

This Thread may be Removed Anytime!

Twitter may remove this content at anytime, convert it as a PDF, save and print for later use!

Try unrolling a thread yourself!

how to unroll video

1) Follow Thread Reader App on Twitter so you can easily mention us!

2) Go to a Twitter thread (series of Tweets by the same owner) and mention us with a keyword "unroll" @threadreaderapp unroll

You can practice here first or read more on our help page!

Follow Us on Twitter!

Did Thread Reader help you today?

Support us! We are indie developers!


This site is made by just three indie developers on a laptop doing marketing, support and development! Read more about the story.

Become a Premium Member ($3.00/month or $30.00/year) and get exclusive features!

Become Premium

Too expensive? Make a small donation by buying us coffee ($5) or help with server cost ($10)

Donate via Paypal Become our Patreon

Thank you for your support!