& pusaka zaman kolonial, pngetahuan tentang dmn lokasi sesungguhnya keraton Majapahit sprti hilang ditelan zaman.
Tahun 1941, Kepala Badan Arkeologi Hindia Belanda Willem Frederik Stutterheim (1892-1942) -
Tetapi dalam catatan monografnya dia sama sekali tidak memberitahukan di mana lokasi tepatnya.
Stutterheim tidak sempat menyaksikan hasil penelitiannya dipublikasikan. Dia meninggal 1942 karena pendarahan pembuluh darah di kepala. Catatan penelitiannya sendiri baru dipublikasikan pada 1948, kendati penelitian itu sebenarnya sudah selesai pada 1941.
Menggantikan bapaknya sebagai menteri urusan agama (Buddha), Prapanca relatif hanya sebentar saja mendampingi Hayam Wuruk dalam perjalanan legendarisnya yang tecatat dalam kitab Desawarnana. Antara September hingga Oktober 1359 perjalanan itu berlangsung.
Stutterheim pada 1932 menulis tentang naskah kesaksian Ma Huan sebagai dasar penyelidikan yang dia lakukan. Ma Huan adalah tukang catat laksamana Cheng Ho yang melakukan ekspedisi ke berbagai bandar-bandar perdagangan dunia antara 1405 hingga 1433.
Penjagaan kraton sangat ketat dan berlapis. Sedangkan kondisi kraton terlihat bersih dan rapi.
Kolaborasi tiga peneliti di atas menggunakan Geographical Information System (GIS) sebagai alat bantu mutakhir. Yang dipergunakan adalah kemampuan tera Google Earth dan Google Map untuk memotret bekas-bekas reruntuhan situs yang tidak-
Saat teknologi itu diterapkan, jejak penggalian situs yang telah lama tertimbun terlihat jelas. Catatan penggalian yg dilakukan arkeolog Belanda yg bernama Vistarini pada 1931 sangat sesuai gambar yg ditangkap satelit.
Tahun 1930, Vistarini melacak tembok sepanjang 250 meter yang membentang dari timur ke barat.
Kerja-kerja yang dilakukan Gomperts dan kawan-kawan bisa dibaca lebih jauh-
Perbandingan antara catatan Prapanca dan hasil penelusuran mutakhir tentang Keraton Majapahit menemukan beberapa poin penting.