My Authors
Read all threads
DESA RAWA TELUH

Cerita yang menjadi pondasi dasar sebelum SUMIYATI dan ANGKLEK ANGKLEK BALUNGAN WESI.

"Dari keputus asaan aku menembus hutan belantara. Melalui Angon Sukma aku memulai semuanya"

@bacahorror #bacahorror #bacahoror #ceritaht
@bacahorror tahun 1998

"Pak maaf, bapak tau sendiri keadaan pabrik seperti apa. saya tau ini berat namun jika harus mempertahankan semua buruh perusahaan, kami pun kuwalahan. jadi buruh yang sudah tidak produktif lagi terpaksa akan kami berhentikan"
@bacahorror Aku menatap atasanku tak percaya, ahirnya tiba juga giliranku. aku tau benar kalau pabrik sedang terpuruk namun aku tak pernah menyangka akan di berhentikan. secara aku sudah mengabdikan diri selama 10 tahun. harusnya cukup untuk mempertimbangkan kelayakan ku ada di pabrik ini.
@bacahorror "Pak apa tidak bisa di fikirkan lagi kelayakan saya untuk tetap bekerja di sini?" tanyaku memastikan.

"Maaf pak keputusan pabrik sudah bulat"

ya mau tak mau aku harus menerimanya. sembari mencari opsi lain untuk bertahan hidup.
@bacahorror aku pulang menembus kerumunan demo yang mulai anarkis. kumpulan buruh sepertiku yang juga di berhentikan oleh pabrik.

masih segar di fikiranku tentang ban yang di bakar juga tentang raungan buruh yang bingung akan mendapatkan penghasilan di jaman yang serba susah ini.
@bacahorror namun aku tidak ambil bagian atas insiden itu.

aku memilih melamun di dekat sungai sembari menyalakan rokok yang tinggal satu biji. memikirkan bagaimana kelanjutan hidup.

sudah tiga bulan menunggak kontrakan, sudah tiga bulan tidak gajian,
@bacahorror sudah tiga bulan anak makan dari rasa kasihan tetangga.

andai istriku masih hidup pastilah semua akan lebih mudah.

di sela lamunanku aku teringat akan Ndoho. kawan karibku semasa di kampung dulu. dengan rasa tidak tau malu aku sempat berfikir ingin mengunjunginya.
@bacahorror mengais sisa ingatan peninggalan Bapak. mengingat bapak meninggal sewaktu aku masih bocah dan di asuh oleh ibunya.
@bacahorror tak berfikir panjang aku pulang ke kontrakan. mengambil beberapa helai baju ku dan juga baju anakku. memecahkan celengan ayamku lalu menjemput anak semata wayangku ke rumah Tetangga.

malam itu juga kami berangkat.
@bacahorror malam semakin pekat saat aku turun dari bis. sisanya aku berjalan melewati jalan yang rumayan membuat kakiku ngilu ditambah sembari menggendong anak.

"Pak mau kemana?" tanya Agus

"Kerumah kawan bapak" kataku

"Pak laper"

"sabar ya"
@bacahorror miris rasanya saat urusan perut saja aku tak bisa memenuhi. aku empercepat jalanku berharap dengan aku mempercepay jalan, kita akan segera tiba. dan Agus bisa segera makan.
@bacahorror ayam sudah berkokok saat aku sampai di depan rumah kayu. aku mengetuknya pelan sembaris memanggil nama kawanku Ndoho.

syukurlah tidak lama setelah itu lelaki jangkung keluar dengan raut wajah kaget.

"Duh Gusti Karso? karso koncoku? hoalah Gusti"
@bacahorror (ya Tuhan Karso? karso temanku? ya Tuhan" kata Ndoho merengkuh tubuhku yg lelah.

aku menangis tersedu-sedu. sedih bercampur bahagia.

sedih karna datang tak membawa apapun, senang karna di sambut hangat.

"Ho, iki anakku lanang. Agus" (Ho, ini anak lelaki ku. Agus)
@bacahorror "Ngger iki Paklek. ayo melbu ndek omah" (nak, ini paklek, ayo masuk ke rumah) kata Ndoho sembari menggendong agus masuk ke dalam rumah.

untuk sesaat kekawatiranku hilang.

kami masuk ke dalam rumah yang hangat, ada Ndoho beserta istrinya Wati. dan buk Nah
@bacahorror yang langsung memelukku hangat, seseorang yg merawatku saat Bapak gak ada. sesorang yang aku panggil ibuk.

"Hoalah so, ibuk kangen" katanya, membuatku menitikan air mata.
@bacahorror setelah berpelukan dan makan, Ndoho dan Buk Nah mendekatiku.

"Onok opo mas?" (ada apa mas?) tanyanya.

"onok opo ngger?" (ada apa nak?) tambah Buk nah.

aku berdiam sejenak sebelum menjawab pertanyaan mereka.

"Aku di PHK" jawabku sembari menundukkan wajahku
@bacahorror mereka tak menjawab, namun langsung memelukku. sungguh aku mengenal mereka sebagai kebaikan dari Tuhan.
@bacahorror di sela tangis haru, aku mengatakan maksud dari kedatanganku.

"Buk, aku pengen ngerti asal usulku. peninggalan bapak. uduk kanggo aku. tapi kanggu anakku Agus" (buk aku ingin ngerti asal usul ku. peninggalan bapak. bukan untuk aku. tapi untuk anakku Agus)
@bacahorror Buk Nah menghembuskan nafas panjang. lalu menarik tanganku keluar rumah.

"Bagianmu ada di ujung bukit itu. semua yg kamu butuhkan ada di sana" kata Buk Nah menunjuk bukit yang sama-samar terkena sinar matahari.
@bacahorror "Tapi sebelum itu biar ibuk jelaskan sedikit" kata beliau sembari kembali ke dalam dengan menarik tanganku.

"Onok opo buk?" (ada apa buk?) tanyaku penasaran.

"Bapakmu mati mergo ibumu gagal menjalankan amanah. dulu ibu dan bapakmu orang yang kaya. hampir keseluruhan dari bukit
@bacahorror itu perkebunan cengkeh. percaya sama ibuk, didalam sana ada mahluk yang sangat berbahaya"

Buk nah mengatakan dengan mata yg berkaca" seakan beliau tau tentang segala hal yang ada di dalam bukit tersebut.
@bacahorror "Aku bakal panggah rono buk. mung iku seng tak ndueni" (aku akan tetap kesana buk. hanya itu yang aku punya)

"Ngger" Buk nah memegang tanganku erat, seakan menahan agar aku tidak pergi.

"Buk titip Agus" kataku.
@bacahorror setelah di jelaskan jalan menuju kesana, aku pamit tanpa beristirahat terlebih dahulu. biar sudah sekalian tidur disana saja. toh disana dulunya juga perkampungan. pastilah ada rumah di sana.
@bacahorror sebenarnya banyak yg ingin aku tanyakan namun sepertinya seberapapun aku mengulik, mereka tetap diam.

"Gus" panggilku.

anakku berlari kecil lalu duduk di pangkuanku, menatapku dengan tatapan tanya.
@bacahorror "Bapak lunga diluk yo? Agus nde kene ambi paklek, ambi Uti. Agus percoyo ambi bapak to? ojok rewel, seng beneh" (Bapak pergi sebentar ya? Agus di sini sama paklek, sama Uti. Agus percaya sama bapak kan? jangan rewel, jadi anak baik)
@bacahorror Agus menatabku tak suka, tanganya juga menggengam bajuku dengan kuat. namun saat aku mengelus kepalanya sembari tersenyum ahirnya dia luluh.
@bacahorror "Mas.."

"Wes talah Ho, keputusanku wes gak iso di ganggu" (sudahlah Ho, keputusanku sudah tidak bisa di ganggu)

kataku sebelum ahirnya keluar dari rumah tersebut. namun belum juga aku berjalan jauh, Ndoho kembali memanggilku.
@bacahorror "Mas, aku gak bakal ganggu keputusanmu. tapi seenggak e gowo iki kanggo sangu" (mas aku gak akan ganggu keputusanmu. tapi setidaknya bawa ini untuk bekal.)

aku tersenyum, menghargai kebaikanya. setelah mengambil bungkusan berwarna hitam aku kembali melanjutkan jalanku.
@bacahorror jalan pertama yang aku lewati adalah jalan setapak dengan barisan pohon karet.

sedikit lebih masuk aku melewati jalan dengan pohon bambu di kanan kirinya.

jalan ketiga sudah tidak ada lagi jalan setapak yang artinya warga desa sebelah hanya sampai disini saja.
@bacahorror tidak masuk lebih dalam.

semakin masuk semakin terlihat banyak pohon cengkeh. mungkin inilah bagian dari desaku. peninggalan orang tuaku.

semakin masuk semakin tinggi pula rumput yang harus aku lewati. sampai ahirnya terlihat gapura dari kayu yg bertuliskan "DESA RAWA TERLUH"
aku memasukinya. dan banyak sekari bangunan-bangunan yang setengah roboh. bangunan-bangunan yang sudah lama di tinggalkan.

terlihat bangunan-bangunan itu sangat mengerikan. bagaimana tidak? bangunanya roboh dan sudah di tumbuhi banyak lumut juga rumput yang begitu tinggi.
namun semakin aku masuk ke desa itu. ada satu bangunan, lebih tepatnya satu"nya bangunan yang masih berdiri kokoh.

bangunanya sangat besar dan terbuat dari kayu jati. mungkin itu sebabnya dia tidak roboh. aku memasukinya, coba mencari tahu apa saja yang terdapat di dalam sana.
sungguh saat aku masuk ruanganya sangat besar, menyerupai aula. lantainya dari kayu, dan terdapat dua lantai dengan tangga yang terbuat dari kayu juga.

awal aku masuk ruangan di bawah hanya terdapat meja dan kursi. di belakangnya dapur. dan saat aku naik keatas
aku sedikit ngeri karna suara derit dari tangga yang terlampau nyaring. namun ku paksakan.

di ruang atas terdapat tiga kamar. kamar pertama seperti kamar pada umumnya, kasur dan meja rias.

kamar kedua, seperti kamar anak kecil, terlihat dari beberapa mainan kayu yg bergeletakan
sedang kamar yang ketiga, terdapat tirai hitam di balik pintu. dan betapa kagetnya aku saat ku sibak tirai itu yang langsung memperihatkan nampan berisi sesajian.

aku mendekat, ku lihat kepala kerbau tertancap di atas, di bawahnya terdapat bekas bunga kering juga kertas-kertas
yang bertuliskan aksara jawa.

aku membaca satu persatu, mencoba mengerti apa yang tertulis di tiap lembaranya.

dan kaget bukan main saat mengetahui kalau ternyata kertas-kertas itu bertuliskan sebuah penawaran, pemanggilan dan juga serah tumbal.
aku merasakan jantungku berdegub kecang. saat di balik kertas itu tertulis nama Durasih. nama ibuku.

karna merasakan kengerian yang teramat sangat aku pun berencana pulang. ternyata benar yang dikatakan Buk Nah. pernah terjadi pekara besar di sini, dan kedatanganku kesini salah
aku menaruh kembali kertas" itu ke tempat semula, sebelum beranjak pergi.

BRAKKKKK

namun baru juga aku berbalik suara bantingan pintu membuat badanku roboh. hingga terduduk.

aku membelalakkan mataku saat aku merasakan ada yang merambat dari atab turun kebawah.
secara ini bangunan terbuat dari kayu, sehingga apapun yang bergerak pasti terdengar. apalagi ini terdengar seperti kuku yang mencengkram dinding.
"Krekkkk krekkk krekkkk" suara itu lambat laun semakin dekat, semakin dekat, hingga ahirnya deru nafasnya bisa ku rasakan saat menerpa leherku.
antuk sesaat yang ada di kepalaku adalah macan atau binatang buas lainya, namun persepsiku berubah saat suara terdengar lirih namun jelas.

"Ndoro" katanya.

"Hwaaa hih hih aaaaaa" teriakku berbalik. menjauh darinya namun terlahang pintu.
aku melihatnya tak berkedip, melihat sosok besar tak berkulit, tak berdaging, yang tersisa darinya hanyalah tulang dengan taring panjang di mulutnya dan mata besar berwarna merah.

"So.. sopo kowe" (Si.. siapa kamu?) tanyaku gemetaran.

"Baturmu" katanya
"Hah? opo maksudmu?" (hah? apa maksudmu?) kataku ketakutan.

"Ojok wedi, awakmu Akso. anak e Nyai Durasih. aku open-openane" (jangan takut, kamu Akso anak dari Nyai Durasih. aku peliharaan beliau)
bukanya lebih baik, mendengar penjelasanya semakin membuatku ketakutan. semakin berfikir jika masuk ke rumah ini adalah sebuah kesalahan.
"sui sui awakmu bakal kulino nyawang aku. ndueni aku iku penting kanggu urepmu" (lama-lama kamu bakal terbiasa melihat aku. punya aku itu penting untuk hidupmu)
"Aku iso mbalekne kejayaane wong tua mu jaman kepungkur, nanging utang seng di gagal dilakoni ibukmu, awakmu seng ngijoli" (aku bisa mengembalikan kejayaan orang tuamu jaman dulu, tapi hutang yg gagal di penuhi ibukmu, kamu yg mengganti)
aku yang mendengarnya mengernyitkan dahiku. mencoba memahami apa yang dia katakan.

"Opo emhh opo kiro-kiro utange ibukku?" (apa emhh apa kira-kira hutang ibuku?) tanyaku.

"Nyowo" Nyawa.
"Tumbal maksudmu? ngimpi!! aku ora kiro ngekek i konok an" (tumbal maksud kamu? ngimpi!! aku gak bakal ngasih begituan) kataku marah.
"Hmmmmmm utang pangah utang. utangmu dudu utang biasa! utang dalan getih" (hmmm hutang tetap hutang. hutangmu bukan hutang biasa! hutang hubungan darah) jawabnya dengan tak kalah bengis. terlihat dari wujudnya yg lambat laun berubah
aku yang melihatnya semakin ciut. wujudnya bertambah besar dengan taring yang semakin panjang. dan lidah yg kian menjulur.

"Lak awakmu gak iso mbayar utang. awakmu ae seng dadi ganti" (kalau kamu tidak bisa bayar utang. kamu saja yang jadi ganti) katanya kian mendekat.
"Se..sek..sek" kataku tak kuasa menahan ngeri saat badanya mulai mendekat, bahkan jarak wajahku dan wajahnya hanya sebatas jari telunjuk. tak lebih membuatku semakin terintimidasi.

"Aku iso ngekek i opo ae nok awakmu. aku ngerti awakmu gak kiro rene lak awakmu gak susah"
(aku bisa memberimu apa saja. aku tau kamu gak akan kesini kalau tidak dalam keadaan susah) katanya.

"Gak usah kesusu, tak wehne opo seng kok butuhne, lagek awakmu mbayar utangmu" (gak usah terburu-buru aku kasih apa yg kamu butuhkan baru kamu bayar hutangmu)
untuk sesaat aku terpukau dengan kata-katanya. dan karna aku tau aku tak punya pilihan lain, akupun meng iyakan.

"Tak trimo tawaranmu" (aku trima tawaranmu) kataku gemetaran.

"opo seng kudu tak lakoni saiki?" (apa yang harus aku lakukan sekarang?) tanya mahluk itu tajam
"Aku butuh lahan" kataku gemetar.

"Weono aku wektu" ( kasih aku waktu) katanya dengan mata yang menatapku tajam.

"Satu minggu" kataku kasar.

"Iya" jawabnya...

"A..Aku arep muleh" (a..aku mau pulang)

Brakkkkk
suara pintu terbuka, seakan menyuruhku untuk pulang segera. tanpa berlama-lama pun aku sekuat tenaga berlari dari rumah itu.. sampai hampir terjungkal aku saking takutnya.

namun ternyata diluar rumah suasananya lebih mengerikan karna gelap.. terlebih saat aku menembus hutan
entah hanya firasatku atau sosok-sosok itu memang benar adanya.. selama berlari aku merasa sedang di tertawakan, merasa di awasi, merasa di ikuti..

kulihat bayanganku bukan hanya satu namun ada banyak, sialnya sinar bulan malah menambah ke ngerian. jika tidak karna rasa takutku
pasti aku sudah beristirahat. tak berlari di sepanjang jalan begini. "sial sial sial" umpatku berbarengan dengan nafas yang terus memburuku.

dan saat aku akan masuk ke desa sebelah, tepat di pohon karet terahir sosok besar turun dari atas pohon.

"Ojok lali bagianku"
"Jangan lupa bagianku"

asu.. ingin loncat rasanya jantungku saat sosok itu menyeringai, sampai roboh ragaku karna tak kuat menopang tubuhku yg terlanjur syok.

"Iyo" kataku nyaris tak ada suara.

"Haha" tawanya kembali naik ke pohon. bergelantung dari satu pohon ke pohon lain
sesaat aku linglung, sampai orang-orang mengarahkan senternya ke arahku. membuatku menyipitkan mataku karna terkena sorot lampu.

"Pak?? njenengan opo o?" (pak? anda kenapa?) tanya salah satu orang itu.

karna tak ada jawaban dariku, mereka membawaku ke pos ronda
memukul kentongan untuk mengumpulkan warga desa. dan pada saat itulah Buk Nah datang dengan tergesa lalu membawaku pulang. beliau melihatku tak berkedip mengamati wajahku yg lesu dan tatapanku yg kosong.

sebenarnya tak sekosong itu juga, karna aku bisa mengingat semua detailnya
hanya saja badanku terlalu syok untuk sekedar bereaksi.

Malam berganti pagi saat Agus membangunkanku untuk sarapan.. aku yang mengingat tentang semalam pun segera bergegas bangun, menemui Buk Nah, guna menanyakan Wartel terdekat.
"Buk Nah, njenengan ngertos Wartel seng cedek?" (buk Nah, ibuk tau wartel yang dekat?) tanyaku

Buk Nah mengernyitkan dahinya.

"Opo o to So? tangi-tangi kok nakokne Wartel?" (ada apa sih So? bangun2 kok nanyain Wartel?) tanya Buk Nah keheranan.
"Ajenge ngabari Rencang" (mau ngabarin temen) kataku meyakinkan.

"Pak Kades onok telfon, nunuto nde kono ae. lak golek wartel kudu nde kuto" (Pak Kades ada telfon, kamu numpang disitu saja. kalau cari Wartel harus ke kota) kata Buk Nah.
mendengar itu akupun bergegas mengganti baju dan keluar dari rumah, namun belum juga aku keluar dari pintu Ndoho memaksa untuk ikut.. karna tak ingin mengulur waktu akupun mengijinkan. toh persis rumahnya Kades pun aku tak tau.
"Opo o to mas kok ndadakmen?" ( kenapa sih Mas, kok mendadak sekali)

"Soale wektuku gak akeh" (soalnya waktuku gak banyak) kata ku menjawab seadanya.

Namun saat Ndoho ingin kembali bertanya aku mengisyaratkan untun diam.

"Nko ae tak jelasne nde omah"
(nanti saja au jelaskan di rumah) kataku bergegas masuk ke rumah Kades.

Untunglah pal kades sangat baik hati, membolehkan aku menggunakan telfon genggamnya.

ku rogoh saku ku untuk mengambil dompet. didalamnya masih ada satu nomor yang bisa ku hubungi.
tuttt tuttt tutttt

"Halo?"

"Halo, halo.. emhh Di aki aku Karso" kataku antusias

"Lho Pak Karso, ada apa pak?" tanya suara dari sebrang.

"Tolong kasih tau buruh, saya ada pekerjaan untuk mereka. tolong pak, saya cuman percaya sama Pak Edi" kataku tulus.
"Kalau boleh saya tau, pekerjaan apa pak?"

"Saya kasih tau pas mereka sampai sini.. yang mau saja. bawa tabungan untuk satu bulan, untuk biaya hidup sebelum gajian" kataku menjelaskan.

"Baik Pak nanti saya kabari ke yang lain"

"Bilang sama mereka saya tidak akan mengecewakan"
Missing some Tweet in this thread? You can try to force a refresh.

Enjoying this thread?

Keep Current with Jikumunya

Profile picture

Stay in touch and get notified when new unrolls are available from this author!

Read all threads

This Thread may be Removed Anytime!

Twitter may remove this content at anytime, convert it as a PDF, save and print for later use!

Try unrolling a thread yourself!

how to unroll video

1) Follow Thread Reader App on Twitter so you can easily mention us!

2) Go to a Twitter thread (series of Tweets by the same owner) and mention us with a keyword "unroll" @threadreaderapp unroll

You can practice here first or read more on our help page!

Follow Us on Twitter!

Did Thread Reader help you today?

Support us! We are indie developers!


This site is made by just three indie developers on a laptop doing marketing, support and development! Read more about the story.

Become a Premium Member ($3.00/month or $30.00/year) and get exclusive features!

Become Premium

Too expensive? Make a small donation by buying us coffee ($5) or help with server cost ($10)

Donate via Paypal Become our Patreon

Thank you for your support!