#horrorthread #bacahorror #ceritaht #bacahoror
Aku anak yg aneh, aku penyendiri dan aku bisa melihat yg kalian tidak bisa lihat.
Orang bilang aku indigo, orang bilang aku punya indra ke 6. Dan masih banyak lagi.
Dan cerita ini bermula saat aku masuk ke salah satu SMA di kota B.
Terlebih smp ku sendiri berada di desa, lereng gunung. Jadi hall seperti hantu memang sangat banyak.
Maka dari itu aku memilih ber SMA di salah satu SMA Swasta. Guna untuk membuka lembaran baru.
Namun Saat aku masuk begidik bukan main aku. Sampai pernah berfikir untuk pindah ke SMA lain saja.
Bangunanya masih bangunan lama, dari jaman belanda. Dan bukan itu saja. Di belakang sma ini pun terdapat rumah sakit paling angker di indonesia.
Kalau ku beri tahu kalian pasti langsung ngeh.
Rumah sakit itu sudah lama tak berpenghuni, sudah rubuh separuh bangunanya.
Dan salah satu mahluk dari sana, menjulang tinggi hingga kepalanya terlihat dari SMA ku. Bayangkan saja seberapa besarnya.
Untuk 3 tahun ke depan aku ingin menyembunyikan hal ini.
seminggu di SMA ini aku mulai terbiasa. hantu2 nya pun tak sebegitu menakutkan. mungkin hanya hantu" dari rumah sakit itu yang menakutkan. taulah kalau hantu dari rumah sakit pasti banyak luka dan berdarah2"
hanya informasi, sekolahku tidak pernah ada pramuka. akupun tak tau kenapa, yang pasti pramuka di adakan lagi saat aku masuk ke SMA ini.
jadi ada pramuka wajib dan ada pula pramuka inti. dan aku adalah salah satu yang memilih untuk masuk ke pramuka inti.
karna background ku sendiri SMP Negri, yang sudah tidak asing dengan pramuka. itulah sebabnya aku berfikir ini akan mudah.
aku sendiri sudah memiliki dua kawan dekat yang dengan senang hati berkawan denganku, yg satu namanya Julius, panggilanya Uus. sedang yang satu lg namanya Laras. Laras ini sinden cilik yang rumayan kondang
karna sudah sering ikut pagelaran wayang kulit. namun karna di rumahnya dia sering sendirian, ahirnya dia menyibukkan diri dengan ikut banyak ekskul, salah satunya Pramuka.
karna sekali lagi tak ada ekskul pramuka sebelum angkatanku. mereka memilih tempat yang rumayan jauh, dan sialnya mereka pun tak pernah kesana.
yang tau persisnya tempat itu adalah pembinaku, namanya Pak Ato.
rukut sendiri berarti banyak pohon-pohonya, tempatnya sangat rimbun dengan jalan setapak yg hanya bisa di lewati satu orang. hal itu membuat kita harus berbaris.
jadi yg satu tenda cewek, yg satunya lagi tenda cowok. sedangkan satu tenda sisanya, untuk menaruh barang dan bahan makanan
aku sudah memperkirakan ini akan terjadi, biasanya sosok" seperti itu akan muncul satu persatu karna penasaran, karna melihat kaum kita, atau karna merasa terganggu.
setelah memasang tenda kita di suruh berkumpul. Ya! ini adalah bagian ter menyebalkan dalam sebuah diklat.
pembentukan mental.
kata salah satu kakak panitia, namanya Lidia
"Kenapa Gak suka?" kata seorang salah satu kawan Lidia namanya Bagas.
"Saya manusia kak, tolong di manusiakan" kata Uus lantang.
"Taik nih orang" kata Bagas kesal
"Hehhh, sudah-sudah" kata Pak Ato melerai.
aku ingat betul itu adalah sesuatu seperti nasi, yang di campur dengan sayur yang di aduk menjadi satu. sehingga terlihat seperti muntahan orang
"Makan, abisin! lak gak entek sampe enko bengi gak kiro entok mangan. gek lak onok seng sampek muntah, muntahan e kudu di pangan bareng-bareng"
mendengar itu pun aku berdoa di dalam hati, semoga tak ada diantara kami yang muntah
tapi bukan itu yang mengerikan. yang mengerikan adalah sosok di belakang Laras yang tengah menatap Lidia nyalang.
namun akan lebih mudah untuk mendeskripsikan sosok di belakang Laras. aku tau benar itu Batur, sosok yang di pelihara untuk dijadikan penjaga.
sebenarnya aku sudah melihatnya beberapa kali, perawakanya wanita jawa dengan rambut yang di sanggul, memakai kebaya berwarna merah dan jarit berwarna putih.
wajahnya sangat cantik namun tatapanya kosong
tidak seperti hari ini, karna tuanya merasa tidak nyaman dia pun berubah wujudnya. dia tak lagi anggun. kebayanya koyak, wajahnya penuh parut, dan tatapanya nyalang sembari mulut menganga.
sungguh perubahanya membuatku bergidik ngeri.
setelah habis makan, kita memasak untuk makan malam, sungguh seharian ini badan seperti sedang di kerjai. tak ada istirahat dan terlalu banyak menggunakan fisik.
dari sini barulah aku tau fungsi menyusuri bukit ini apa.
jadi penyusuran ini di bagi menjadi 4 post, dan di setiap pos nya ada sebuah pertanyaan, entah itu sandy morse, tali temali
sejauh aku berjalan semuanya aman. sampai ahirnya kita akan masuk ke post 4. post 4 sendiri adalah sungai.
saat kita hendak menyusur pinggiran sungai, kita berpapasan dengan seorang bapak yang habis mencari kayu bakar. terlihat dari tumpukan kayu yg beliau bawa
"ajeng nyusur kali pak, ndamel diklat e arek-arek" (mau nyusur sungai pak, buat diklatnya adek-adek) kata Lidia ramah.
"nggih pak" (iya pak) kata Lidia
namun saat bapak itu sudah menjauh, ternyata Linda tak mengindahkan kata bapak" itu.
dan kita masih menyusur sungai.
karna kita cuman ber 7 aku ingat betul jika ganjil yang menggenapi adalah..
dan benar saja aku melihat sesosok perempuan menyejajari langkah kaki Rudi.
"kak, maaf. mending kita lewat atas saja" kataku
"Kenapa? percaya sama bapak2 tadi?" kata Bagas nyalang
"Bukan.."
"Halah" kata Lidia memotong.
"Kalau kalian gak mau dan gak bisa di atur, lebih baik kalian pulang saja! bikin repot!" Kata Bagas.
bukan itu saja, namun saat sosok besar itu terlihat marah, satu persatu sosok muncul, penuh sampai ke ke ujung sungai.
"Anjing! Buntut" pekik ku sudah tak memperdulikan pandangan orang.
Aku memang sudah terbiasa melihat mereka,
Aki memang pernah dengar dari mbah ku, kalau yg dominan pasti punya buntut!
Dan sia bukan main, salah satu dari kita menginjak sosok yg paling dominan tersebut.
"Bocah! Baru di bilangin kalau jangan ngerepotin" kata kakak itu menghentakkan kakinya kesal.
"Astaga gusti" kataku saat sosok itu berdiri di belakang kakak itu.
Wajahnya sosok yg tadinya hitam menjadi merah menyala,
Tatapan Buto itu mengarah ke arahku.
"Awakmu iso nyawang aku" (kamu bisa liat aku) kata Buto itu dengan suara besar.
"Omongo nek bocah iki. Aku ora trimo pasuryanku di idek-idek"
Astaga, badanku bukan lg gemetaran, tapi sudah mati rasa, mau ngomong pun berat macam hilang suaraku.
"K..ka..kak.. kata so..sosok di be..belakang, ka..kak dia gak terima
"Kamu ini ngigau? Sosok apa? Kepala siapa? Km gatau kalau ini batu?" Kata dimas kembali menghentak hentakkan kakinya.
"HMMMMMMMM LANCANG" kata sosok itu kesal bukan main.
"Huargggg huarrggggg" raung Bagas saat mahluk itu mencoba masuk ke badanya. Bukan hanya bagas namun semua anak juga kena.
Semua bergantian masuk ke satu demi satu, diantara kami.
Aku menyeringkuk, menutup telingaku. Aku tak tau musti berbuat apa. Aku pada saat itu hanya anak berumur 15 tahun, yg terjebak diantara orang kesurupan
"Wi, Dewi" kata guru pembinaku, sembari mengguncang" kan bahu ku.
"Pak" kataku menahan isak tangis.
Sungai masih sangat ramai, di air, di tepian, di pohon" semua mahluk seakan datang
Guruku pun dengan sigap membacakan doa" sembari memegang teman" ku satu persatu.
Namun tentu tidak semudah itu, satu hilang yg lain nya masuk. Begitu seterusnya.
"Dewi, cuman kamu yg gak kesurupan, bisa bantu bapak?
"Km liat itu ada jembatan? Km lewati itu, disana ada jalan setapak, ikutin terus. Disana ada pemukiman warga. Kita bisa minta bantuan ke mereka. Karna kalau engga, takutnya sampe malam kita disini terus"
Namum melihat kondisi kawanku yg seperti ini sial nya aku tak punya pilihan lain.
Dengan berat hati aku mengangguk, aku berlari menuju jembatan yg di tunjuk guru ku.
Aku berlari namun saat aku hendak menyebrang melewati jembatan itu, sesosok putri cantik berbadan ular melihatku dengan senyum. Aku masih terengah"
Aku tau mahluk" swperti ini memiliki energi yg besar, dia bukan arwah penasaran melainkan selevel diatasnya. Mbah ku bilang dia siluman.
Yg menjadi sepertinya, biasanya semasa hidup mengabdikan
Sehingga sewaktu mati mereka menjelma menjadi sedemikian rupa.
"Aku kepengen melu awakmu" (aku ingin ikut kamu) katanya
"Ngapunten, aku gak butuh batur" (maaf saya gak butuh abdi) kataku gemetar.
Namun bukan itu saja gangguanya, saat aku melewati jalan setapak pun tercium bau yg sangat wangi.. bau bunga kopi
Namun persetan dengan bau itu
"Asuuu" teriak ku kagett
Terlihat sosok berbaju putih dengan rambut panjang yg menutupi seluruh wajahnya.
Namun aku mengabaikanya dengan terus berlari. Aku tau saat aku berlari
Jalanan gelap, hanya terbantu dari sinar bulan, pohon" di samping" jalan sangat besar. Dan aku sendirian. Semua seperti sedang menelanku di kegelapan.
Sedang rumah warga belum juga ku temui.
"Kulanuwun" (permisi)
aku mengatakanya berkali" sembari mengetok intu itu. sampai ahirny bapak" keluar dari dalam rumah itu
"rencang kula pak" (teman saya pak) kataku masih terengah-engah
"nyapo rencange?" (kenapa temanya?)
"kesurupan" kataku.
raut wajah bapak itu terlihat kaget
membuat satu persatu warga desa keluar, sampai kira-kira dua puluhan orang.
saat di tanya kronologinya aku pun bilang untuk kesana dulu saja. karna kesurupanya masal
"yawes awakmu mlaku disek ndudohne dalan" (yasudah kamu jalan duluan ya nunjukin jalan) kata bapak itu.
aku pun mengangguk sembari berjalan cepet lebih dulu
aku menarik nafas panjang sebelum ahirnya kembali naik ke jembatan untuk menyebrang.
"Yaampun" gumam bapak itu melihat guruku yang kualahan
"Iki murit e njenengan mesti gawe gaduh pak! lak sampek koyok ngene" (ini muritnya bapak pasti buat gaduh! soalnya sampai kaya gini)
"Ngapunten pak, tulung"
warga pun merapat mengelilingi murit yang kesurupan sembari membacakan doa. kulihat saat mereka melingkar dan membacakan doa memang ampuh. saat yang satu keluar yang lain tak dapat masuk karna terdapat batas
namun saat ku kira ini semua berahir, dan saat mereka hendak di bawa ke rumah warga, ternyata sosok" itu tidka tinggal diam. walau tidak merasuki mereka terus mengikuti
hari senin di sekolah di sambut dengan kejadian hampir seluruh siswa kesurupan.
benrokan energi. sebetulnya dari kemarin mereka tak dapat masuk ke dalam sekolah karna banyak mahluk lain yang membatasi wilayah sekolah sebagai teritorial mereka
Uus pun sama dia juga tengah membantu guru yang lain untuk memegangi murid lain.
namun tak ada jawaban darinya yang menambah ngeri adalah saat instrumen gamelan terdengar nyaring persis seperti tengah diadakan pagelaran wayang.
"Temenmu itu kurang ajar! pengganggu, perusak" kata Laras pelan
"mereka tak akan bisa hilang. harus ada penawaran" katanya lagi.
dahiku berkerut, kata-kata penawaran seperti memenuhi kepalaku.
"Apa yang mereka mau?" tanyaku
"Tanya padanya, tanya pada temanmu yang lancang itu"
"Ada hal yang tidak perlu di tanyakan" kata guruku sembari menarikku.
"Kamu pasti tau siapa biang keladinya" kata guruku.
menunjuk salah satu murit yang tengah kesurupan. dengan sigab guruku menuju ke arah yang aku maksud. membawanya pada sosok yang tengah duduk bersila.
"apa yang kamu mau?"
"Hm dupo arab, iku cukup kanggo nebus polahe anak buahmu" (dupa arab, itu cukup untuk menebus kelakuan anak buahmu"
guruku mengangguk paham sembari mengurut keningnya.
"Besok jam sembilan. sekarang bawa temanmu dari tubuh murid ku"
satu persatu murid pulang dengan kondisi lemah tadi harus bersyukur karna tak ada satupun yang kurag dari badan mereka
"Wi, besok bakal ada kejadian yg lebih dari ini. sekarang kamu pulang untuk istirahat ya?" kata pak ato.
tanpa disuruh dua kali pun aku beranjak untuk pulang.
dan ternyata benar orang yang di cari itu aku.
aku mendekati beliau, hendak menanyakan keadaan sekolah.
sudah tersedia tumpeng, sajen, dupa, dan seperangkat sesajen lain beserta dukunya. komplit!!
"Pak gak bisa gini, ini di luar perjanjian" kataku menambahkan.
"GPP Wi, takutnya kalau dupa arab yang lain gak kebagian. ini juga sebagai permintaan maaf" kata Pak Ato
"Pak.."
"Udahlah Wi gak masalah. ada dukun juga untuk membantu"
aku tak meneruskan kata-kataku, mau menarik sajen itu pun malah akan membuat penghuni dari rumah sakit dan sekolah marah.
sekitar jam sembilan murid di suruh ke lapangan sekolah, untuk mendoakan arwah yang tidak tenang. sebenarnya dari doa merega saja cukup.
setelah berdoa, satu persatu dari mahluk itu mendekat, kulihat semakin dukun itu melafalkan mantra semakin dekat pula mahluk itu dengan murid.
siswa di suruh bubar bebarengan dengan dupa arab yang menyentuh bara arang. hingga asapnya yang mengepul bertabrakan dengan siswa yang hendak pulang. dan sialnya mahluk itu mengerumuni asab itu. dan membuat terjadinya benturan energi
orang yang ingin di masuki dan tidak bisa hanya akan bereaksi seperti teriak" tanpa bisa di tanya. sedang yang benar-benar masuk ke dalam tubuh, mereka bisa di ajak berinteraksi.
dan sayangnya yang merasuki bukan hanya dari sungai, namun yang dari rumah sakit pun banyak.
keadaan sekolahku sangat kacau. banyak yang tertawa histeris, meraung", menangis dan banyak lagi
"Saya sudah bilang pak. tapi bapak cegah. penempatan waktu salah, dukunya sok tau, dan guru-guru tidak bisa bernegosiasi dengan baik. sudah jelas yang mereka minta dupa arab. bukan seperangkat sajen!" kataku kesal.
"Lalu bagaimana ini Wi? sekolah makin kacau" kata Pak Ato
"Harusnya pulang kan siswa terlebih dahulu, kasih apa yang mereka mau, lalu memanggil ahli agama untuk mendinginkan situasi, bukan dukun" ahhh sial aku tak bisa menahan emosiku.
"Saya tau bapak kenal dengan Buto itu" kataku dengan mata menyelidik.
membuat pak Ato terdiam sejenak.
"Harusnya kita gak kesana. harusnya Laras gak kesana kan pak?" kataku penuh emosi
"Bagaimana kamu tau?" tanya Pak Ato
"makanya Bapak tidak mendampingi saat menyusur sungai"
"Jangan melakukan pembelaan pak. saya tau Bapak ambil andil dalam kejadian ini semua. Buto itu kesini hanya ambil bagianya. Bapak bagianya karna gagal memenuhi janji. sedang Dupa arab hanya pembayaran untuk kesalahan Bagas"
"Kamuuuu"
aku pergi dari tatapan tajam pak Ato lalu menemui kepala sekolahku.
"Dukun sial" Batinku dalam hati
tanpa menunggu lama kami langsung menuju sekolah. aku ingat betul sisa 20 orang yang tidak terkena. dan syukurlah hari itu banyak yang tidak masuk.
satu persatu siswa di masukkan ke lingkaran. sedang satpam sudah menghubungi keluarga siswa.
"Pak masih menyiman dupa arab yang saya pesen?" tanyaku
"Pak, kalau ini gak selesai yang mati bukan hanya dia tapi bapak juga" kataku setelah menunggu pak Ato.
dukun itu menatapku tajam, seolah ingin membunuhku pada saat itu juga.
"Pak liat itu. sedari tadi dia mengawasimu" kataku menunjuk Laras yang menyeringai.
setelah dupa itu ada di tanganku mereka mendekat, aku hampir saja di buat sesak karna jumblah mereka yang sangat banyak.
menyisakan penghuni rumah sakit dan penghuni sekolah.
"Pak, semua keputusan punya konsekuensinya. menggadaikan nyawa seseorang untuk kepuasan pribadi itu perbuatan keji. semoga ini semua bisa menjadi pelajaran."
"Trimakasih" kata seorang di balik tubuh Laras.
tak ada balasan dariku hanya senyum yang ku sunggingkan dengan terpaksa.
namun aku sangat bertrimakasih pada sosok di belakang Laras. masih terekam jelas kejadian tadi malam. kejadian paling menyeramkan dalam hidupku.
aku menyunggingkan senyum sekali lagi. lalu membopong Laras untuk mengantarnya pulang.
Pak Ato meninggal sebulan setelah kejadian. akupun melayat pada saat itu. meninggal karna gangguan jiwa orang bilang. karna sebelum meninggal beliau selalu berteriak seperti orang ketakutan.
itu sedikit kisah yang dapat aku bagikan. sedikit kisah di bangku sma ku. semoga kalian menyukainya.
salam
Dewi Lestanti