Profile picture
, 41 tweets, 7 min read Read on Twitter
@bacahorror @InfoMemeTwit

#bacahorror #horror #ceritahorror #Spirituality #pengalamanspiritual #memetwit

A THREAD : Pengalaman pribadi sebagai anak indigo dan pelaku spiritual (Episode 15)

Untuk episode-episode sebelumnya bisa dilihat di tab likes profil saya yaa :D
Haloo! Ketemu lagi di episode terbaru nih! Langsung aku mulai ya!
Sudah dua hari aku terbaring lemas di kamarku setelah "tragedi bulu perindu" , aku memberi kabar pak Arfian bahwa aku sakit dan memutuskan untuk beristirahat sebentar dari kegiatan spiritual.
"Kamu nggak apa-apa? Apa karena efek dari bulu perindunya itu?", tanya Pak Arfian.
"Paling.... Tapi ga tau lagi ding, nanti tanya Mbah Yudi aja gimana?", tanyaku kembali.
"Katanya kamu demam? Jangan terlalu memaksakan diri loh.", balasnya.
"Aku sudah agak mendingan, Pak. Lagian nanti kesana kita nggak ritual dulu, sekedar sharing sama Mbah Yudi aja.", responku.
"Ya udah, aku tunggu ya.", Pak Arfian membalas chatku.
Aku beranjak dari tempat tidur kemudian bergegas menuju kamar mandi untuk pergi menemui Pak Arfian.
"Mau keluar lagi?", tanya ibuku seolah mencegatku dengan pertanyaan itu
"Iya.", jawabku singkat.
"Kamu akhir-akhir ini sering banget ya ke pura sama tempat-tempat angker.", ucapnya sinis.
"Terus kenapa?", tanyaku tersinggung
Ibuku terdiam sejenak seolah mengerti tujuanku untuk ke pura dan tempat yang menurutnya angker.
"Tahu nggak kamu kalau jadi dukun gitu kamu nanti jadi orang yang egois?", tanya ibuku sedikit marah.
Aku terdiam menyembunyikan amarahku.
"Mau tahu contohnya? Pakdhemu itu! Gegara jadi dukun dia akhirnya miskin! Rumah nggak punya, warisan juga nggak punya! Bikin repot anaknya aja Pakdhe kamu itu!", tegurnya keras.
Tanpa menghiraukan ucapannya aku meneruskan langkahku untuk ke kamar mandi.
"Kamu denger gak sih omongan Ibu?!", bentaknya.
"Tapi Ibu kan butuh bantuan Pakdhe! Kok ngatain dia miskin sih!", bentakku kembali.
"Malah ngomong balik ke Ibu! Dasar kamu anak durhaka! Nggak tahu diuntung!", Ibuku semakin menggila,
Hatiku teriris hebat karena kebiasaan Ibuku yang suka menghina orang-orang tak mampu dan kebiasaan suka menghina kesenanganku
Ketika aku berjalan menuju kamar mandi kulihat sesosok bayangan hitam dengan muka terbakar menatapku tajam seakan memberikan pesan untuk tidak melawan Ibuku.
Aku menatapnya sejenak, aku sedikit takut melihat matanya yang berwarna merah menyala seakan dia ingin mengamuk.
"Aku tak peduli siapapun kamu, tindakan Ibu itu sangatlah salah, meremehkan dan merendahkan orang lain hanya karena mereka miskin, dan tidak pernah mau mendukung keinginan sang anak!", bentakku kemudian berjalan cepat menuju kamar mandi.
Selepas mandi, aku pamit keluar rumah tanpa pamit kepada Ibuku. Ya.. aku sangat kesal akan kebiasaannya yang sangat beracun itu, dia tidak pernah mendukungku dalam segi apapun yang membuatku terpaksa untuk berkembang dengan caraku sendiri.
Ketika aku menemui Pak Arfian, dia bertanya kepadaku, "Mukamu kok kusut gitu?"
"Biasa.. kena semprot Ibuku, tapi nggak apa-apa lah yang penting kita ke Situs sekarang.", responku sembari tersenyum menyembunyikan segala kesedihan dan luka batin yang aku derita.
Kami berdua pun bergegas menuju Situs Semen dan menemui Mbah Yudi.

Sesampainya disana, seperti biasa , kami pun disambut oleh beliau, "Rahayu, Mbak Putri! Mas Arfian!".
"Rahayu, Mbah!" , ucapku dengan senang.
"Lho, hari ini nggak ke pura, Mbak?", tanya Mbah Yudi.
"Setelah ini , Mbah. Saya mau sungkem ke Eyang Prabu Airlangga dulu sama Eyang Naga Raja.", jawabku.
"Mangga, Mbak!", Mbah Yudi mempersilahkan kami untuk memberikan dupa.
Aku tahu aku masih kehabisan energi untuk bersemedi, aku ingat betul Pak Dwi juga pernah berpesan kepadaku untuk tidak bersemedi terlalu sering jadi, hari ini aku hanya memberikan dupa kepada para leluhur sebagai bentuk penghormatan.
"Sampun, Mbak? (Sudah, Mbak?)", tanya Mbah Yudi ketika beliau melihatku dan Pak Arfian kembali menuju gubuk tempat beliau berjaga.
"Sudah, Mbah.", ucap pak Arfian.
"Kene, kene lungguh kene. (Sini, sini duduk sini.)", ucap Mbah Yudi mempersilahkan kami untuk duduk.
Sembari duduk aku menanyakan Mbah Yudi tentang hubungan sakit demamku dengan bulu perindu yang dikasih oleh pria asing beberapa waktu lalu.
"Apa itu efek dari bulu perindunya , Mbah?", tanyaku.
"Walah ya ora to, Mbak! (Walah,ya bukan, dong , Mbak!) Hahahaa!", respon Mbah Yudi tertawa kencang.
"Bukan, Mbak. Bukan, Ya, pancen srengenge-ne kayak ngene (Ya, memang mataharinya seperti ini), panas dan gerah.", Mbah Yudi menambahkan.
"Mungkin gegara cuaca terlalu panas , kamu jadi demam, Putri. Kamu kan memang nggak tahan sama cuaca panas.", ucap Pak Arfian.
"Walah, ya udah, syukurlah kalau begitu.", ucapku sambil menghela nafas.
Setelah hening sejenak, kami berdua pun pamit untuk pergi menuju Pura.

"Rahayu! Hati-hati ya di jalan!", Ucap Mbah Yudi tersenyum
Sesampainya kami di pura, kami pun mendapati Mbah Rais bersama sosok ibu sedang berbincang-bincang membahas sesuatu.
"Swastyastu, Mbah Rais!", Pak Arfian memberi salam kepada Mbah Rais.
"Swastyastu! Sampeyan berdua mau masuk ta?", tanya Mbah Rais.
"Iya, Mbah. Tapi nggak semedi dulu, cuma mau ngasih dupa saja , Mbah.", ucap Pak Arfian
"Oalah, nggih mangga! (Iya, silahkan!", Mbah Rais pun mempersilahkan.
Namun sebelum kami masuk, wanita itu tampak menyapa kami berdua dan bertanya, "Dari mana?"
"Dari Kediri sini.", Jawabku singkat.
"Kalau njenengan dari mana?", tanya pak Arfian.
"Dari Madiun.", jawab wanita itu.
"Wah, jauhnya!", batinku.
"Dalam rangka apa bu, njenengan kesini?", tanya Pak Arfian
"Begini....", wanita itu memulai ceritanya.
Beliau menceritakan bahwa, sekitar dua bulan yang lalu beliau datang ke Kediri dengan tujuan untuk berwisata. Wanita itu memilih Goa Selomangleng sebagai destinasi wisatanya ketika beliau menginjakkan kaki di Kediri.
Terpesona akan keindahan dari pura, wanita itu penasaran dan ingin masuk ke dalam pura. Beliau pun meminta izin Mbah Rais selaku pemangku pura agar wanita itu diizinkan masuk ke dalam pura itu.
Namun, sebelum itu wanita itu bertanya arti kata dari "Cuntaka" dalam tulisan peringatan yang tertempel pada pagar pura "Bagi yang sedang cuntaka dilarang untuk masuk pura". Mbah Rais pun menjawab sesuai dengan konteks dan gender dari wanita itu.
Bahwasannya wanita yang sedang datang bulan dilarang untuk masuk ke pura. Wanita itu sengaja tidak memberi tahu Mbah Rais bahwa beliau sedang dalam datang bulan. Tanpa sepengetahuan Mbah Rais, wanita itu mencoba untuk menerobos masuk ke dalam pura.
Beliau menikmati keindahan pura itu tanpa menyadari karma yang akan menimpa dirinya.

Kemudian, setelah pulang dari Madiun, wanita itu menyadari bahwa datang bulan yang sedang beliau alami tidak kunjung berakhir.
Beliau pun telah konsultasi kepada dokter, dan dokter itu mengatakan bahwa wanita itu dalam keadaan baik-baik saja. Namun rasa sakit akibat datang bulan itu masih tetap menyiksa dirinya selama satu bulan.
Hingga akhirnya wanita itu sadar bahwa beliau telah melanggar aturan pura dan beliau menerima hukumannya dengan tidak berhentinya datang bulan beliau.
Wanita itu kembali ke Kediri, kemudian meminta pertolongan dari Mbah Rais.
Mbah Rais mengatakan bahwa syarat agar beliau dimaafkan oleh Eyang Putri selaku leluhur dari pura tersebut untuk membawakan bunga kesukaan Eyang Putri, yaitu bunga melati.
Setelah membawakan bunga melati dan meminta maaf kepada Eyang Putri, saat itu juga datang bulan beliau berhenti setelah sebulan lamanya.
Dan kedatangan beliau hari ini, adalah untuk mengucapkan rasa terima kasih kepada Mbah Rais serta Eyang Putri.
Mendengar dari cerita beliau, teringat bahwa Eyang Putri adalah sosok yang "kedhi" atau bisa dikatakan tidak pernah mengalami datang bulan, dan kedatangan wanita itu dengan melanggar aturannya disana membuat Eyang Putri sangatlah tersinggung.
Maka dari itu turunlah hukuman dari Eyang Putri atas izin dari Yang Maha Kuasa.
"Yah , seperti di Candi Sumberawan bu, wanita yang datang bulan tidak boleh masuk ke areal candi.", ucapku.
Wanita itu terdiam mendengarkan ucapanku.
"Mbah, kami izin masuk pura dulu ya!", ucap Pak Arfian.
"Nggih, Mas. Mangga.", ucap Mbah Rais.
Kejadian yang dialami wanita itu sangatlah mengerikan, dan aturan-aturan seperti itu memang harus dipatuhi betul-betul. Dari kejadian itu, aku mulai belajar sedikit dengan aturan-aturan spiritual yang ada.
Yak, berikut akhir dari Thread ini, makasih sudah membaca!

NOTE : Untuk Thread minggu depan ada kemungkinan updatenya agak molor satu hari karena sedang ada acara di Jolotundo, Mojokerto. Mohon maaf atas ketidaknyamanannya yaa hehe
Missing some Tweet in this thread?
You can try to force a refresh.

Like this thread? Get email updates or save it to PDF!

Subscribe to Yanto S.
Profile picture

Get real-time email alerts when new unrolls are available from this author!

This content may be removed anytime!

Twitter may remove this content at anytime, convert it as a PDF, save and print for later use!

Try unrolling a thread yourself!

how to unroll video

1) Follow Thread Reader App on Twitter so you can easily mention us!

2) Go to a Twitter thread (series of Tweets by the same owner) and mention us with a keyword "unroll" @threadreaderapp unroll

You can practice here first or read more on our help page!

Follow Us on Twitter!

Did Thread Reader help you today?

Support us! We are indie developers!


This site is made by just three indie developers on a laptop doing marketing, support and development! Read more about the story.

Become a Premium Member ($3.00/month or $30.00/year) and get exclusive features!

Become Premium

Too expensive? Make a small donation by buying us coffee ($5) or help with server cost ($10)

Donate via Paypal Become our Patreon

Thank you for your support!