#saktialamkerinci
- Si Bocah Penunggu Rumah Tua -
Based on a true story
@bacahorror #bacahorror
#bacahoror #threadhorror
#basedonatruestory
Berlatar di tahun 2010 tepatnya dibulan November dan bertempat di desa yang diberi nama Tanah Merah (bukan nama asli)
Tanpa perlu berlama-lama lagi,
Siapkan teman baca kalian, kerupuk atau yang lainnya
Kalau merasa takut dan pusing silahkan ambil air wudhu bagi yang muslim, dan berdoa sesuai keyakinan masing-masing
Lihat kembali sekeliling kalian
Mungkin saja ada anak kecil yang tersenyum nanar menatap kalian
--------------
"Mas, omah e apik yo, murah pula tahunane"(mas, rumahnya bagus ya, murah pula tahunannya) kata Vero sumringah
Tomo pun membereskan beberapa barang yang masih berantakan, dan Vero membereskan pakaian di lemari
Belum terjadi apa-apa, semua berjalan lancar
Tiba-tiba saja, Vero tersentak karena ada sesuatu yang jatuh dikakinya
Saat Vero melihat ternyata hanya serpiha kayu, Vero melanjutkan tidurnya yang sempat terganggu
Tak berapa lama,
Hingga ia terlelap dalam kenyamanan
Setiap malam dan hampir seminggu hal itu terjadi, dengan jam yang sama, hingga Vero iseng untuk
"Mas, kok seko awak pindah, mas amben mbengi ngelus wetengku teros, ngopo ee, tapi aku seneng sih," (mas, kok dari kita pindah, mas tiap malam ngelus perutku terus, kenapa? Tapi aku senang sih,) tanya Vero dipagi hari saat sarapan
"Maksud e?" Tanya Tomo balik
"Ora e, ngelindor kue dek"(nggak ya, ngigau kamu dek,) jawab Tomo
"Kok ngelindor pie sih, jelas-jelas iyo"(kok
"Halah weslah, mungkin dirimu stress dek, yo wes ngko mbengi mas elus-elus wetenge yo"(halah sudahlah, mungkin dirimu stress dek, ya udah nanti malam mas elus-elus perutnya ya) kata Tomo meredam Vero yang sedikit jengkel
Tomo tidak mau berdebat, dan memutuskan untuk segera pegi bekerja
Selang beberapa jam kemudian, Vero duduk menikmati pagi di teras rumahnya dengan segelas teh hangat
Terdengar suara cekikikan anak kecil, yang menemani paginya
Dia tidak berpikir macam-macam
Malah ia berkhayal akan selucu apa anaknya nanti, "pasti akan seriang mereka yo nak" sembari mengelus perutnya
Mendengar suara itu, Vero langsung beranjak dari tempat duduknya, dan berjalan pelan menahan badannya menuju ke depan
Namun, saat Vero melihat kedepan, tak terlihat siapapun
Vero masih mencoba skeptis saat itu
Hingga matanya terpaku pada satu anak kecil yang berada didepan rumah dan tersenyum ramah menatap Vero
Melihat itu, Vero mendekati anak itu dan bertanya
Anak kecil itu hanya mengangguk dan masih tersenyum; dia anak perempuan
"Jenenge sopo?"(namanya siapa?) tanya Vero lagi
"Ayu" jawab anak kecil itu masih tetap tersenyum kepada Vero
"Omah e nandi?"
Anak kecil yang bernama Ayu itu hanya diam dan menunjuk kearah barat, tepatnya kearah belakang rumah Vero
Vero menyuruh anak tersebut untuk masuk kedalam rumahnya, dan berniat membuatkan segelas susu full cream untuk anak tersebut
Batin Vero, "oh mungkin itu anaknya," Vero langsung keluar tanpa menyelesaikan minumannya
Saat Vero berjalan keluar rumah, Vero tidak mendapati Ayu berada
Benar sekali, ada seorang ibu-ibu berambut panjang, dan berpakaian ala ibu-ibu seperti mana biasanya dirumah saat pagi menjelang siang,
Ibu-ibu tersebut menoleh kepada Vero dan mulai mendekat
"Nggolek i Ayu buk?"(cari Ayu Buk?) tanya Vero
"Iyo, enek ketok bocah e ora yo?" (iya, ada nampak anaknya nggak ya?) tanya ibu tersebut dengan wajah yang terlihat cemas yang amat sangat
Tanpa ba-bi-bu ibu tersebut langsung pergi
Vero hanya diam menatap ibu tersebut, sampai akhirnya menjauh dari rumah Vero "hoooo wong gendeng! Rak nde totokromone, opo yo ngene penduduk deso iki? Haaaah pie Indonesia arep rukon, mbek tonggo tenan pola ngono kui"
Beberapa jam kemudian, suara adzan Dzuhur terdengar merdu diseluruh penjuru desa
Vero segera bergegas untuk mengambil air wudhu, dan melaksanakan kewajibannya sebagai seorang muslim yang taat
Sumber : Google (evrinasp.com)
Vero yang terganggu dengan hal itu, mengumpat dalam hatinya meskipun ia sedang sholat, "ki sapa bocah, mlebu rak kulonuwon"(ini bocah siapa, masuk gak kulonuwon) umpat dalam hati
Saat dilihat Vero tidak menemukan siapapun
"Kok rak ono bocah, anak e sopo jane, rak sopan men"(kok gak ada bocah, anaknya siapa sebenarnya, gak sopan
Merasa bahwa dirinya sedang dikerjai oleh anak kecil, Vero mengunci semua pintunya, dan masuk kedalam kamar, lalu menciba untuk tidur
Saat setelah Vero terlelap, ia kembali terganggu dengan suara berisik, suara itu adalah suara ibu-ibu yang lagi-lagi menyebut
"Ah kae sopo toh, mbrebeki kupeng!"(ah itu siapa toh, mekain telinga!) umpat Vero
Tak berapa lama pintu rumah diketuk oleh seseorang yang entah siapa, Vero kembali mengumpat karena merasa mengganggu tidur siangnya
Dengan wajah kesal, Vero beranjak dari tempat tidurnya
"Sopo yo?"(siapa ya?) tanya Vero kepada seorang bapak-bapak menggunakan peci hitam
"Oh aku RT nang kene mbak, berhubung mbak e baru pindah, kudu didata mbak,"(oh aku RT disini mbak, berhubung mbaknya baru pindah, harus didata mbak) terang bapak tsb.
"Oh iyo mbak, mau enek ndelok wong wedok sing nyeluk i jenenge Ayu
"Oh iyo pak, mau enek dua kali lewat omah iki, lah pie pak?(oh ya pak, tadi ada dua kali lewat tuma ini, memangnya kenapa pak?) tanya Vero balik
"Ora dikon mlebu omah toh mbak"(ga
"Oh syukurlah, yo ati-ati wae mbak, nak deknen lewat meneh, ojo dicelok opo maneh dikon mlebu, wonge secanteng kurang"(oh syukurlah, ya
"Teros Ayu kui sopo Pak?"(teros Ayu itu siapa Pak?) tanya Vero menyelidik
Vero kembali mencoba untuk tidur lagi, meskipun terkadang suara ibu-ibu yang memanggil nama Ayu itu tadi
Lagi, Vero kembli mendengar suara anak kecil itu, pada rakaat ke 3
Namun, Tomo pandai untuk membuat Vero tetap tenang dan membuat Vero tidak berpikir aneh
Sebenarnya hal itu dirasakan Tomo selama ia tinggal dirumah itu, namun Vero baru merasakan siang tadi
"Muleh kue! Ojo ganggu anakku"(pulang
"Iki adiku,"(ini adikku) balas anak kecil itu membalas melotot kepada Tomo, dan lebih gahar dari pada Tomo, melihat perubahan wajah anak itu, Tomo sedikit beringsut mundur
Hari ini Tomo sengaja untuk tak pergi bekerja, ada yang harus ia ketahui
"Siapa perempuan kecil itu"
"Waaah ayok mas, aku yo kangen mbek mamak"(wah ayuk mas, aku ya kangen sama ibuk) jawab Vero sembari tersenyum girang
Tak lama setelah sarapan, Vero membereskan beberapa pakaian untuk 2 hari
Saat memasukan beberapa pakaian kedalam tas, Vero seakan melihat anak kecil yang sedang berdiri memperhatikan dia
Dan benar saja, Vero melihat Ayu berdiri diluar rumah, tepatna didepan jendela kamar,
Namun, Ayu hanya berdiri lantas berlari pergi, "dasar ca cilik"(dasar anak kecil) gumam Vero
"Ngomong mbek sopo dek?"(ngomong sama siapa dek?) tanya Tomo
Mereka pun pergi dari rumah, tal lupa pula mengunci pintu sebelum meninggalkan rumah
Tak sampai setengah jam Vero dan Tomo sampai dirumah ibunya, tepatnya dirumah mertuanya Tomo
Seperti mana biasanya seorang anak yang datang kerumah
Hingga selepas melaksanakan sholat dzuhur berjamaah, Tomo pamit untuk pergi kerumah temannya
Pembicaraan sudah dimulai dan minuman penghangat tubuh pun sudah melengkapi obrolan mereka
"Ngene Ko, koyok e kontrakanku rodok rak beres loh"(gini ko, kayaknya kontrakanku agak gak beres loh) ujar Tomo
"Enek cah cilik e,"(ada anak kecilnya) jawab Tomo
"Teros? Koe wedi mbek cah cilik? Cemen tenan ke"(terus? Kamu takut sama anak kecil? Cemen banget kamu) kata Riko
"Uduk iku masalahe"(bukan itumasalahnya) kata Tomo
"Cah iki koyok ngincer anakku"(anak ini kayaknya ngincer anakku) lanjut Tomo
"Tenane?"(beneran) kata Riko memastikan ucapan Tomo
"Iyo, soale pas tak tegor, malah dee ngelawan, ngomong nak iku adik e"(iya, soalnya pas aku tegur, malah dia melawan, bilang
"Ya wes ngko mbengi awak rono"(ya udah nanti malam kita kesana) jawab Riko santai dan menyeruput kopinya
Tomo dan Riko sepakat, mereka akan melihat rumah itu nanti malam
Hingga obrolan tak penting menemani hari mereka sampai Tomo pulang
Malam harinya Tomo sengaja pamit dari rumah mertua untuk pulang kerumah karena ada sesuatu yang tertinggal, ya itu alibinya
Selepas sholat isya, Tomo menjemput Riko dan langsung tancap gas kerumah Tomo
Selama perjalanan tidak ada gangguan apapun
Dedemitpun enggan untuk menampakan dirinya, kalaupun ada demitnya mungkin hanya iseng dengan orang yang penakut, begitu kata Tomo dan Riko jika bergurau
Singkat cerita sampailah Tomo dan Riko di rumah Tomo
Gelap dan pekat, embun yang serupa dengan asap tebal terlihat mengepul dikejauhan
Belum terlihat tanda-tanda adanya sosok menyeramkan saat itu
Tomo dan Riko langsung masuk kedalam rumah, dan membuat sgelas kopi untuk mereka
Jam menunjukan pukul 9 lewat 35 menit, disitulah hal aneh terjadi
Samar-samar terdengar suara anak kecil memanggil-manggil nama "Dek"
Karena suara tv yang cukup keras
Tapi semakin lama suara itu semakin kencang, hingga cukup mengganggu acara tv yang masih seru
Riko yang geram dengan suara itu, berdiri dan mencari kesumber suara
Riko sudah berkeliling ternyata tidak ditemukan siapapun
Anak kecil itu tersenyum ramah, namun wajahnya pucat, dan jelas itu bukan manusia tentunya
Tomo tak menyadari hal itu, karena sebenarnya, perempuan kecil itu
"Cah ayu sopo jenenge? Bali yo"(anak cantik, siapa namanya? Pulang ya) sapa Riko kepada anak kecil tersebut,
Mendengar hal itu, Tomo langsung meloncat kaget, separuh takut
"Cok, kon ngopo ee"(cok, kue ngopo ee) sahut Tomo yang terkejut
Tomo spontan memukul kepala Riko,
"Pant*k, aku yo rak ketok mbol"(pant*k, aku ya gak nampak mbol) kata Tomo yang gemas
"Hooo ngeplaki ndas, tak kon jupok anakmu iki bocah e, gelem ke"
"Yo wes karepmu tek mbok apake lah, kon lungo sing penting"(ya udah terserah mau diapakan, suruh pergi yang penting) jawab Tomo
"Cah ayu, mulih yok, wes wengi"(anak cantik, pulang yuk,
Anak perempuan itu masih terdiam dan tersenyum ramah menatap Riko
"Weh kok ngedeni yo, malah gor mesem cok,"(weh kok ngeri ya, malah cuma senyum cok) kata Riko sedikit takut saat itu
"Opo jalukanmu?"(apa maumu) tanya Riko pada anak kecil yang tersenyum itu
Entah apa maksud dari senyuman itu, Riko bingung dengan keadaan malam itu, harus bagaimana dia bisa berinteraksi dengan anak kecil itu
"Jalok opo tak takon?"(apa maumu aku tanya
"Aku mung njalok adikku"(aku cuma minta adikku) jawab anak kecil itu
"Ra iso! Iku dudu adikmu! Muleh kono"(gak bisa! Itu bukan adikmu! Pulang sana!) ujar Riko membentak anak kecil tersebut
Semula wajah anak kecil yang mekar dengan senyum dingin
Wajahnya berubah seolah bukan lagi dirinya
Anak kecil itu kini menatap Riko dengan tatapan penuh amarah, benar! Mendadak angin kencang yang entah datang dari mana, berhembus kearah wajah Riko,
"Yakin kon pengen ndelok?"(yakin kamu mau lihat?) Tanya Riko meyakinkan Tomo
"Yakinlah, iki tentang anakku cok"(yakinlah, ini tentang
"Yo wes"(ya udah) kata Tomo
Entah ajian apa yang disebut Riko, Tomo kini bisa melihat anak kecil itu
Ia tak takut, bahkan terkejutpun tidak, hanya amarah yang ada dalam pikiran Tomo saat itu, ditambah melihat wajah lucu yang sangat menyebalkan
"Jadi koe sing nggaroni bojo mau isuk?!"(jadi kamu yang mengganggu istriku tadi pagi?!) tanya Tomo dengan nada emosi
"Dee gowo adikku, aku kudu jikok adikku"(dia bawa adikku, aku harus ambil adikku) jawab anak kecil tersebut dengan nada emosi pula
Anak kecil itu hanya menatap marah Tomo dan Riko
Tidak ada yang bisa dilakukan, lebih tepatnya mereka bingung apa yang harus dilakukan
Tak berapa lama kemudian, terdengar suara tangis dari anak itu
Riko komat kamit membaca beberapa mantra yang entah apa yang ia sebut,
Selaras dengan itu anak kecil tersebut pergi, menghilang secara perlahan
"Aku malah wedi cah cilik iku nyerang Vero,"(aku malah takut anak kecil itu nyerang Vero) kata Riko
"Ngene, cah cilik iku kan nganggep anakmu koyok adik e, nah saiki adik e iku enek njero wetenge bojomu, po yo ora bojomu sing bahaya, yo jelorone bahaya, mung aku lebih ngeri iki kenek neng Vero"
Tomo hanya terdiam sedih dan cemas memikirkan hal itu
Riko hanya menyarankan masalah ini dibantu oleh yang lebih pintar, seperti orang yang memang lebih tua ilmunya
Tapi, siapa?
Ia hanya bisa berinteraksi dan bernegosiasi, bukan untuk menyembuhkan ataupun mengusir, kelebihannya hanya itu serta membuka mata batin
Sedangkan Tomo ia hanya orang yang tidak kenal takut dengan hal semacam itu, perihal melihat dedemit itu hanya kebetulan atau ketidak sengajaan, kalaupun bertemu hanya diabaikan jika tidak mengganggu
Vero hanya bertanya anak kecil siapa? Tomo hanya menjawab "ya anak kecil/dedemit"
Vero terdiam, juga cemas dengan kandungannya, takut terjadi apa-apa
Entah kapan lamanya Tomo pun tak tahu, Tomo pun sebenarnya tak enak hati tinggal bersama mertua, tapi apa harus dikata, ini juga menyangkut cucunya
"Bapak ndue kenalan, jajal mengko mbengi awakmu merono, mana tau, wonge iso mbantu"(bapak punya kenalan, coba nanti malam kamu kesana, mana tau orangnya bisa bantu) kata Bapak mertuanya
"Wong Batu Lapang"(orang Batu Lapang) jawab Bapak mertuanya
"Sopo jenenge pak?"(siapa namanya pak?) tanya Tomo
"Jenenge Pak Yok, kon tekon ae mbek wong kono, pas weroh iku, bapak ora iso ngenterno, mergo mesin pabrek rusak"
Tomo pun meng iyakan ucapan mertuanya, dan kembali menikmati kopinya di sore hari dengan istri tercintany
Selama perjalanan ternyata diluar dugaan Tomo, beberapa lelembut muncul melintas ditengah jalan, bahkan ada yang mengikuti,
Beruntunglah Tomo
"Wedan, demit gede men cok"(gila, demit besar kali cok) umpat Tomo
"Woh, wong sakti iki, rame sing berobat"(woh orang sakti ini, rame yang berobat) gumam Tomo sembari turun dari motor
Yang membuat Tomo tercengang adalah, ia tidak menemukan satu orang yang berobat, melainkan hanya gerombolan anak-anak muda yang berada disana
Ia sadar bahwa ternyata anak-anak muda disana semacam menimba ilmu batin dipadepokan ini
Tomo hanya mengangguk dan terseyum
"Tomo pak" kata Tomo sembari duduk bersila disebelah Pak Yok dan dikelilingi oleh anak-anak muda yang juga berada disana
Pak Yok yang mendengar hal itu hanya mengangguk seolah paham akan ucapan Tomo
"Anak karo bojo mu rak bakal celoko, mung omahmu sing emang bermasalah"(anak dan istrimu gak bakal celaka, cuma rumahmu yang
"Njok aku kudu pie Pak? Mosok aku rak iso turu omah karo bojoku!?"(trus aku harus gimana Pak? Masak aku gak bisa tidur rumah sama isitriku!?) jawab Tomo menahan kesal
"Ngene, sesok nterno aku nang ngomahmu, awak
Tomo melihat penari itu, sedikit merinding dibuatnya
"Koncone riko demit po pie Pak? Ngedeni"(teman anda demit apa gimana Pak? Nakutin) tanya Tomo
"Heeeh! Wes rak usah nyangkem, menengo,"(heh! Gak udah bacot, diam aja) jawab Pak Yok sed
Ya walaupun itu sesosok hantu atau makhluk halus, tetapi, ia juga perlu dihargai, ditambah sosok itu setia dengan Pak Yok dan tidak membahayakan, jelas saja Pak Yok sedikit kesal dengan ucapan Tomo
Tomo yang merasa menjadi tuan rumah, langsung membukakan pintu rumah dan membuatkan minum untuk Pak Yok
Pak Yok pun duduk dan mengamati sisi ruangan rumah
"Enek wong mburi Pak, Lek Satyo jenenge"(ada orang belakang Pak, Lek Satyo namanya) jawab Tomo yang sembari menyuguhkan kopi yang sudah dibuatnya
"Jadi pie Pak?"(jadi gimana Pak?) tanya Tomo
"Sak werohku, omahmu enek kuburan e Mo"(sepengetahuanku, rumahmu ada kuburannya Mo) terang Pak Yok
"Iyo, mung dudu kuburan bioso"(iya, cuma bukan kuburan biasa) jawab Pak Yok meyakinkan Tomo
Mendengar hal iu Tomo langsung berpikir, apa mungkin ada kuburan kramat dirumahnya? Tomo hanya berani menebak-nebak dalam hati
"Weroh koyok e Pak"(tahu Pak) jawab Tomo
"Opo?"(apa?) tanya Pak Yok lagi
"Kuburan Kluron opo Pak?"(Kuburan Kluron apa Pak?)
Pak Yok mengangguk isyarat Benar
Ternyata ada kuburan Kluron yang ada dirumah Tomo, tapi kenapa dia
"Hubungane mbek anakku opo nggeh Pak?"(hubungannya sama anakku apa ya Pak) tanya Tomo
"Iku sing harus mbok golek Mo, bocah iki rak bakal iso lungo seko omah iki, dee bakal tetep neng kene,
"Bocah iku rak bakal jikok anakmu,
"Nggeh Pak"(baik Pak) jawab Tomo singkat
Malam itu tidak ada yang terjadi, menurut penuturan Tomo yang diberitahu Pak Yok, bocah kecil itu tidak menampakan diri karena takut dengan penari yang Pak Yok
Tapi Tomo bersyukur, bocah kecil itu tidak menampakan dirinya, hingga ia tidak bertambah kesal,
"Sesok aku mbalek! Mbok ganggu anak bojoku, tak untal ndasmu"(besok aku kembali!
Ucapan itu Tomo tujukan untuk anak kecil yang mengganggu anak istrinya, sedangkan Pak Yok sudah berada ditepi jalan menunggu Tomo menutup dan mengunci pintu, sebelum mereka meninggalkan rumah itu
"Mungkin dia sedang bermain"
Siapkan beberapa cemilan, atau kopi secukupnya, jangan bayangkan yang terjadi dalam cerita, hidupkan lampu, periksa sekitar tempat tidurmu, mungkin AYU sedang tersenyum disampingmu)
Lantunan Surat Yasin berkumandang merdu disetiap sudut rumah, bahkan terdengar hingga beberapa meter dari rumah
Menit berganti jam, kini para tamu kembali kerumah mereka masing-masing dengan senyum kenyang tentu saja
Tomo dan Ibu mertuanya membereskan piring-piring yang masih tergeletak dibawah
Jam menunjukkan pukul 10.40 malam, Ibu mertua sedang menyusun piring-piring yang baru saja ia cuci, ditengah-tengah aktivitasnya, ia dikejutnya oleh suara tawa
"Eh sopo iku?"(eh siapa itu?) tanya Ibu mertua Tomo sedikit terkejut
Tidak ada jawaban, bahkan suara tawa itu menghilang
"Moo, Tomo, mreneo le," lanjut ibu mertua memanggil Tomo
"Pie buk?"(gimana buk?) sahut Tomo
"Kae anak e sopo mbengi-
"Anak e wong sebelah paling buk, urung turu paling, wes iki men tak siapno, ibuk tunggoni Vero wae, dewean dee"(Anaknya orang sebelah paling buk, belum tidur paling,
Sejujurnya Tomo tahu siapa itu, tapi tentu tidak mungkin untuk diucapkan yang sebenarnya, meskipun Tomo sudah berkata sebelumnya bahwa rumahnya sedang tidak baik-baik saja,
Sontak saja Bu Jum berlari menghampiri Tomo
"Mo, bocah e mbalek"(Mo, bocahnya balik)
"Kae nang njero kamar"(itu dalam kamar) ujar Bu Jum
Tomo langsung berjalan cepat menuju kamar, saat masuk kamar tentu saja tidak ditemukan anak itu,
"Bu, turu wae nang kene yo,
Entah dapat pikiran dari mana Tomo berinisiatif untuk memanggil anak tersebut menggunakan boneka yang ia dapat digudang
Hal tersebut ia dapat dari menonton film sebenarnya, "mana tahu berhasil" begitulah katanya
"Wes saiki rene, ndok, aku rak bakal nguntal ndasmu?"(sudah
Cukup lama Tomo menunggu kedatangan anak kecil itu
Namun sampai jam setengah 12 pun tidak kunjung datang
Saat ia kembali dengan kopinya, apa yang ia lihat sungguh membuat ia tambah jengkel,
Susu yang memang dihidangkan untuk anak itu, mendadak habis tak bersisa
Mungkin bagi orang awam dan normal, yang dilakukan Tomo adalah hal yang tak masuk akal
Tapi, tidak ada salahnya dicoba bukan, demi anak tercintanya
wajah nyaris saja terlihat sempurna, dan benar itu anak kecil perempuan yang ia tunggu
"Sopo jenengmu?"(siapa namamu?) tanya Tomo dan agak merindik
"Ngopo mbok ganggu bojoku?"(ngapa kamu ganggu istriku?) tanya Tomo
"Aku nggak pernah ganggu bojomu, aku mong pengen weroh adikku"(aku gak pernah ganggu istrimu, aku cuma pingin lihat adikku) kata Ayu dengan nada dingin
Banyak pertanyaan yang tersimpan dibenak Tomo "ada apa sebenarnya?"
Tak lama setelah itu, ia tertawa, disusul dengan ucapannya yang membuat Tomo semakin takut dengan suasana saat itu
"Bojomu rak bakal tak gowo, aku mung njalok adikku melu karo aku,"(istrimu gak bakal aku bawa, aku cuma
"Gendeng! Adik! Adik! Ndasmu! Iki anakku! Nyanti mbok dmek anakku, tak obong koe!"(gila! Adik! Adik! Ndasmu! Ini anakku! Sampai kau pegang anakku kubakar kau!) kata Tomo kesal
Ayu hanya tertawa, dan lantas menghilang dengan suara tawanya
Masalah ini harus diselesaikan, begitulah gumam hati Tomo, ada sesuatu yang jelas bersemayam dirumah itu, ada hal yang memang disembunyikan oleh tuan rumah asli
Sesampainya dirumah Pak Satyo, tak lupa Tomo mengetuk pintu rumahnya dengan sopan, saat dipanggil dan terus mengetuk pintu
"Nandi begejil iki?"(kemana begejil ini) gumam Tomo
"Golek i sopo mas?"(cari siapa mas?) tanya seorang lelaki yang keluar dari balik pintu rumah sebrang
"Matane rak mlek po aku nang ngarep omahe
"Golek i sing ndue omah Pak"(cari yang punya rumah Pak) jawab Tomo kepada lelaki tersebut yang ternyata adalah Pak RT
"Wong e isih lungo kui mas, sesok baru mbalek, mrene mas mlebu sik"
"Weh mayan iki, entuk kopi, mbok menowo wong e yo weroh karo omahku"(weh lumayan ini, dapat kopi, siapa tahu orangnya tahu tentang rumahku) kata Tomo lagi dalam hatinya
Selayaknya seorang tamu, Tomo dipersilahkan untuk duduk dan dibuatkan minuman, dan sesuai harapan Tomo, ada secangkir kopi yang menjadi temannya mengobrol dengan Pak RT nanti
"Iki mas, disambi wedang e,
"Lah pak kok repot-repot, kopi yo wes cukup, malah aku sing ngerepoti"(Lah pak kok repot-repot, kopi ya udah cukup, malah aku yang merepotkan)
Tomo pun tergerak untuk ikut terbuka dengan Pak RT yang kelihatan sangat baik dan dapat dipercaya
"Oh iyo pak, aku arep takon oleh?"(oh iya pak, aku mau tanya boleh?) tanya Tomo antusias
"Yo oleh toh"
"Tapi rodok aneh sih,"(tapi agak aneh sih) kata Tomo
"Wes takon wae, piepie? Enek opo"(udah tanya aja, gimana gimana?) tanya Pak RT yang terlihat santai namun penasaran
"Ngene loh pak, koyok e enek sing ora beres karo omah kontrakane lek Satyo kui"
"Oh iku, lah sampean pie? Isih betah?"(oh itu, lah kamu gimana? Masih betah?) tanya Pak RT yang membuat Tomo bingung
"Lah?! Maksud e pie e pak?"(lah?! Maksudnya gimana ya pak?)
"Wes ngene ae, sampean di ganggu ayu toh"(udah gini aja, kamu diganggu ayu kan?) tebak Pak RT yang membuat Tomo heran sekaligus semakin yakin dengan ketidak baikan rumah itu
"Sampean uduk sing pertama mas, sakdurunge wes ono kejadian podo koyok sampean, mung mergo wonge gor ngontrak sesasi, jadi iso gek ndang lungo, lah opo yo ora curiga sampean iku, omah sak ono gedine dikontrak murah,
"Lah emang enek opo Pak?"(lah memabg ada apa Pak?) tanya Tomo penasaran
"Yo mung enek kuburan kluron tok, nangeng masalah sakdurunge iku sing jadi masalah gede"(ya cuma ada kuburan kluran saja, cuma masalah sebelum
"Tahun wingi, enek bocah mati nang omah iku, nah sing mati iku jenenge Ayu"(tahun kemarin, ada bocah mati dirumah itu, nah yang itu namanya Ayu) kata Pak RT seakan tertahab dengan ucapannya, seolah masih ada yang ingin ia sampaikan
(FYI : ada alasan kenapa semalam gak dilanjutkan, karena sepertinya Ayu datang, tapi aku gak tahu pasti)
Mari kita lanjutkan ceritanya)
"Kok mandek Pak?"(kok berhenti Pak?) tanya Tomo menyelidik
"Miris wae, bocah cilik ngono
"Pie toh pak? Kok malah mbulet ngene"(gimana sih pak kok malah membingungkan gini) sahut Tomo geram
"Jadi ngene, sui sak durunge omah dikontrak e,omah iku dipanggoni wong sing jenenge Wati"
"Wati iki, anak e Pak Satyo, yo sakjane ncen uayu bocah e, mung watak e rak podo koyo raine"(Wati ini, anaknya Pak Satyo, ya sebenarnya cuantik
"Lah hubungan e mbek Ayu opo pak?"(lah hubungannya sama Ayu apa Pak?) tanya Tomo semakin bingung dan tambah penasaran
"Ayu iki anak e Wati,"(ayu ini anaknya Wati) jawab Pak RT dengan raut wajah yang teringat akan
Tomo hanya mengangguk angguk seolah sudah paham dengan permasalahan tersebut
"Ayu mati e kepie Pak?"(Ayu matinya gimana Pak) tanya Tomo menyelidik sembari mengernyitkan dahinya
"Bunuh diri" jawab Pak RT singkat
"Ah mosok! Bocah umbelen iso weroh bunuh diri"
"Tapi, ngunu iku jarene keluargane Pak Satyo, awak yo moh gawe berita aneh-aneh, mung yo weroh dewe lambene tonggo, enek sing ngomong dipateni, enek sing ngomong yo diracuni, mulo kui si Ayu iki rak iso tenang"(tapi, gitu itu kata keluarganya
"Hooo yo nak ngono teros rak bakal nggadek kontrakane,"(ho ta kalau begitu terus gak
"Karo omonge tonggo sebelah kui, si Wati iki, meteng meneh, rak weroh lanange sopo, jenenge cah cilik, toh, mamak e meteng anak e yo seneng ndue adek baru, nah jarene meneh, anak sing dikandung iku dipendem neng omah iku"(sama
"Jarene teros Pak,"(katanya mulu Pak)
"Iki masalah e ora mung bojomu Mo, wong wedok sing meteng sejak kejadian iku sering dipetuk i Ayu, jarene iku adik e"(ini masalahnya gak cuma istrmu Mo, perempuan yang hamil sejak kejadian itu, sering
"lah lah, koyok cerito nang film pak,"(lah lah, kayak cerita di film Pak) sahut Tomo tersenyum
Obroloan mereka terhenti dengan adzan maghrib, tak pula terasa bahwa maghrib sudah datang, Tomo pun pamit dan meminta Pak RT untuk
Kadang, ketika kita membicarakan orang yang sudah mati, ia akan merasa dan datang, benar, Ayu datang duduk didepan teras rumah saat Tomo baru sampai dirumah nya, lantas
Tomo yang mengakui dirinya adalah pemberani, ia menjadi takut dan ngeri saat melihat senyum dingin dari sosok bocah kecil bernama Ayu ini, raut wajahnya seakan menyimpan sesuatu, tapi Tomo hanya bisa menduga-duga tentang bocah ini
Tomo dan Vero beserta Ibu mertuanya melaksanakan sholat isya berjamaah
Seperti biasa, seperti malam sebelumnya, setiap rakaat akhir, terdengar suara tawa anak kecil, yang terdengar jelas seperti suara anak perempuan
Salam penutup telah terucap,
Selang beberapa saat setelah melaksanakan kewajibannya, Tomo duduk didepan TV dan Vero masuk kedalam kamar yang ditemani oleh Ibunya
Tak lama setelah itu, datanglah orang yang ditunggu
Tomo pun kebelakang membuatkan kopi untuk Pak RT
Setelah kembali Tomo mempersilahkan Pak RT untuk menikmati kopinya
Mereka pun kembali membahas pembicaraan mereka yang tadi sempat terjeda, yaitu mengenai Ayu
Seakan-akan dirinya sedang diperhatikan oleh banyak orang, dan seakan menjadi pusat perhatian karena sebuah kesalahan
Belum ada yang berbicara setelah nama Ayu trucap
Lebih tepatnya memastikan kalau tidak ada apa-apa
Saat mata mereka beradu pandang seolah film india
"Iyo Pak, suasanane jadi ngeri, jncok! Kok aku jadi weden ngene sih"(iya Pak, suasananya jadi ngeri, jncok! Kok aku jadi penakut sih)
Kembali tidak ada suara yang terdengar, tidak ada sama sekal, bahkan suara jangkrik pun tidak terdengar, lantas kesunyian itu malah dipecahkan oleh suara tawa dan jeritan dari luar rumah,
Tomo dan Pak RT terkejut mendengar
Namun, suara tawa itu masih terdengar, dan sangat mengganggu sekali
Kebetulan pula, Vero dan Ibunya sudah tertidur pulas
Padahal mereka tidak bersuara sama sekali, hanya suara angin yang terdengar,
Selaras dengan menghilangnya suara mendesis itu, pintu rumah mendadak terbuka dengan sendirinya
sontak saja, melihat hal ganjil itu, Tomo dan Pak RT beradu pandang, "Mo opo iku ntes Mo?"(mo apa itu tadi mo?) tanya Pak RT yang gemetaran, keringatnya sudah mulai keluar dari sela
"Embuh Pak"(gak tahu Pak) kata Tomo singkat
Mereka pun memutuskan untuk mendekati pintu dan memeriksa mungkinkah itu orang iseng, yang sepertinya tidak terlintas sama sekali diotak Tomo
Dipikirannua hanya ada Ayu
Suaranya keras sekali, Tomo langsung bergegas menuju knop pintu,
Heran dan aneh, pintu pun seperti dikunci
Tomo menjadi panik, ia mencoba untuk mendobrak rumah pintu rumahnya, nihil, tidak membuahkan
Syukrlah jendela bisa terbuka, Vero ada didepan Tomo saat ini terisak tangis dan takut
Tomo langsung meloncat dari lewat
"Ono opo dek?"(ada apa dek?) tanya Tomo kepada Vero
"Embuh mas, ujuk-ujuk wae mamak mencet wetengku, sakit njok aku mbengok"(gak tahu mas,
"Kosek Mo, tak celokno pak ustad wae,"(sebentar Mo, aku panggilkan pak ustad saja) kata Pak RT yang bergegas pergi tanpa menunggu jawaban Tomo
Ia hanya mengangguk lantas tersenyum dingin, dan Tomo yakin benar kali ini, itu Ayu, senyumannya sama dinginnya seperti yang sering ia lihat
"Jane opo karepmu? Iki bojoku! Iki anakku! Dudu adimu"
Selang beberapa saat pak Ustad pun datang, lebih tepatnya orang yang dituakan, dan sering menjadi imam dimasjid
"Mo iki ustad e, Mbah Sugi jenenge"(Mo ini ustadnya, Mbah Sugi namany)
"Gowo metu bojone Mas,"(bawa keluar istrinya Mas) kata Mbah Sugi
"Ora iso Mbah, pintu ngarep rak knek kebuka"(gak bisa mbah, pintu ngarep gak bisa kebuka) jawab Tomo
"Wes manuto, iso iso"(sudah nurut aja, bisa-bisa) kata Mbah Sugi
Sosok Ayu yang ada dalam tubuh ibu mertuanya pun ikut berjalan mengikuti Tomo dan Vero dan masih dalam keadaan menangis
"Koe neng kene wae! Rak usah melu metu! Bocah ndablek!"(kamu disini saja!
"Aku rak ndue urusan karo koe! Aku mung njokok adikku"(aku gak ada urusan sama kamu! Aku cuma njemput adikku) kata Ayu tak mau kalah membentak Mbah Sugi
"Kon gendeng yo! Bocah rak knek kandanane! Adikmu wes mati dipendem neng
Seolah memberi petunjuk baha kuburannya berada tepat dibawah kaki Mabh Sugi
"Ora, adikkku isih nang njero weteng!"(nggak! Adikku masih dalam perut)
Geram dengan ucapan Ayu, Mbah Sugi pun masuk melalui jendela, lantas menjambak rambutnya, rambut Ibu lebih tepatnya
Sedang Pak RT pergi kedepan untuk menemani Vero dan Tomo, tanpa disangka, ternyata sudah ramai orang yang berada didepan rumah Tomo
Pak Rt tidak menggubris para tetangga yang melihat, ia malah khawatir dengan keadaan Vero dan juga Tomo
"Sabar yo Mo" kata Pak RT menenangkan
Seperti mana dikehidupan nyata, bukan bocah namanya jika bisa diatur dan bernegosiasi dengan
Ayu masih menjerit ingin lepas dari cengkraman Mbah Sugi, walau menangis, ia tetap melawan
Mulut Mbah Sugi tak berhenti berucap, ntah ajian apa saja yang sudah diucapkan, tetap saja, Ayu tidak ingin
"Aku moh metu!" Bentak Ayu sembari menangis kesakitan
Namun, entah apa yang diucap oleh Mbah Sugi, tiba tiba saja tubuh itu lunglai tak berdaya,
Belum, Ayu belum keluar, dia masih dalam tubuh itu,
Mbah Sugi keluar menemui Vero dan Tomo,
"Celokno mamak e"
"Mamak e sopo mbah?"(ibunya siapa Mbah?) tanya Pak RT bingung
"Mamak Ayu toh Te,"(ibunya Ayu toh Te) kata Mbah Sugi (Fyi: Te = erTE)
"Hooo yo mbah, nak misale, Vero nang omahku wae pie Mbah, men dijogo karo bojoku
"Ojo, wedine, bocah kentir kae malah rono,
Karena sadar, satu persatu warga berjalan pulang dengan wajah malu dan ada pula yang kesal tentunya
Tapi memang ada benarnya, hal semacam itu tidak harus jadi tontonan, lagi pula, kasihan melihat Vero yang mengandung dan menjadi tontonan
"Wadoh, gawat iki, kae bocah durung metu seko
Pak RT juga diam, Mbah Sugi
"Gur nggo angetno awak, diumbe ndok"(cuma buat ngangetib badan, diminim nak) kata Mbah Sugi kepada Vero
Vero menyambut teh tersebut dan menyeruput secara perlahan, namun wajahnya tak berubah
Mungkin ia cemas dengan ibunya, dan juga buah hati yang sedang ia kandung
"Oalah mas, jabang bayi mung gari pirang sasi iso lahir, malah enek wae sing arep njokok,"(oalah mas, anak cuma beberapa bulan bisa lahir, malah
"Sabar yo dek, iki tantangan go awak men kuat"(sabar ya dek ini tantangan
"Iyo ndok, sabar, bayimu aku sing jamin selamet, insha Alloh"(iya nak, sabar, bayimu aku yang jamin selamat, insha Alloh) sahut Mbah Sugi juga menenangkan Vero
Vero hanya diam tak menjawab, bahkan
Selang beberapa menit kemudian, suara tawa dari dalam kamar terdengar nyaring, dan itu Ayu
"Wes Vero karo Tomo nang kene wae, koe melu aku Te"(sudah Vero dan Tomo disini saja, kamu ikut aku Te) kata Mbah Sugi mengajak Pk RT untuk iku melihat
"Nak kon ora ngekekno adikku,
"Hooooo bocah gendeng! Kon wes modar yo!"(hoooo bocah gendeng! Kamu udah mati ya!) bantah mbah Sugi
Ayu masih menangis dan menjerit, sampai memporak poranda-
"Wes ngene wae yo ndok, mengko mamakmu sing mbalekno adimu, saiki meneng anteng, turu yo, sesok mamak njokok"(sudah gini saja ya nak, nanti ibumu yang memulangkan adikmu, sekarang diam tenang, tidur ya, besok ibu jemput) kata Mbah Sugi seolah
"Titenono, sesok mbengi sampe aku ora iso gowo adikku, ndeloken,"(lihat saja, besok malam sampai aku gak bisa bawa adikku, lihat saja!) kata Ayu membentak dan mengancam Mbah Sugi
Mbah Sugi hanya diam, dan mendekati
Iya benar, Ayu sudah pergi dari tubuh Bu Jum atau Ibu mertua Tomo, namun, belum sadarkan diri, Mbah Sugi dan Pak RT mengangkat tubuh Bu Jum keatas ranjang merebahkannya, lalu pergi menemui Tomo
Tak lama kemudian, terdengar suara perempuan
Semua ikut kedalam kamar termasuk Mbah Sugi dan Pak RT
"Ono opo iki ndok?"(ada apa ini nak?) tanya Ibu sembari mencoba duduk dan memegang kepalanya, terlihat dari raut wajahnya, serupa sedang menahan sakit
"Orapopo mak, orak ono opo-opo"(gak papa bu, gak ada apa-apa) jawab Vero tersenyum
"Sepurane buk, mbengi iki, sampean karo sing lain turu wae nang omahku, ben lueh aman, yo,"
"Loh, lah enek opo jane kok ndadak turu gene njenengan"(loh, lah ada apa sbenarnya kok sampai tudur ditempat anda) sahut Bu Jum bingung, bertanya-tanya dengan semua
Mereka tidur dirumah Mbah Sugi untuk malam ini, malam yang panjang bagi Vero dan Tomo tentu saja
Sesampainya dirumah Mbah Sugi, Vero dan yg lain kecuali Pak RT yang sudah kembali kerumahnya sndiri
"Amet yo le, mung iso neng jogan, rapopo toh, tapi nang kene anget kok, mung atos wae"(maaf ya nak, uma bisa di kursi, gak papa kan, tapi disini hangat kok,cuma keras saja)
"Ora popo Mbah, kulo sing kesuwon, karo amet wes ngerepotno Mbah,"(gak papa Mbah, saya yang terimakasih, dan minta maaf sudah merepotkan) jawab Tomo sungkan
"Wes ra usah dipikir, rak popo, kono gek merem, sesok akeh
Mbah Sugi meninggalkan Tomo dan masuk kedalam kamarnya, tanpa mematikan lampu, mungkin untuk penerangan bagi Tomo
Tomo pun sudah diberitahu dimana dapur jika ingin mengambil air minum
Tapi, tanpa ba-bi-bu, Tomo langsung menggulung tubuhnya dengan selimut
(Maaf, kemarin tidak jadi update, dan baru update sekarang, sekaligus gak bisa panjang-panjang, dan update-an selanjutnya adalah penutup untuk cerita ini, tapi tidak skrg, insha Alloh jika tidak ada
Ada 3 bocah yang sedang memainkan kaki Tomo, wajah mereka semua pucat, "tuyul iki mesti," gerutu Tomo dalam hatinya
"Heeh le, ijek wengi, aku arep turu, minggat kono,"(heh dek, masih malam, aku mau tidur, pergi sana) kata Tomo dengan mata menyipit
"haaah mbuhlah," kata Tomo pasrah dan kembali tidur
Nahas, saat akan menutup mata, ia dikejutkan dengan suara keras, semacam batu yang beradu dengan kayu, seakan ada yang melempar
Keringat dinginnya mulai keluar, membasahi lehernya sendiri,
Ketika suasana menjadi normal, barulah ia berani untuk menutup mata, walaupun itu gagal, sosok pocong tiba-tiba saja
Ingin teriak tak bisa, ingin bergerak pun susah, dan kala sudah tak kuat, disitulah Tomo tak lagi mengingat apa-apa alias pingsan tak sadarkan diri
Vero dan Ibunya masih tetap harus diumah Mbah Sugi, setidaknya dirumah itu lebih ramai, dari pada dirumahnya sendiri
Syukurlah, pak Satyo berada dirumah hari itu,
Pintu diketuk tak lupa mengucap salam sebelumnya
"Pie?"(gimana) tanya Pak Satyo
"Enek kae nang njero, lah opo dee nggaroni boca-boca meneh"(ada itu didalam, lah apa dia mengganggu anak-anak lagi?) tanya Pak Satyo lagi
"Iki oleh melebu ora Yo"(ini boleh masuk gak Yo?) potong Pak RT
Merekapun masuk dan duduk dikursi tamu, mata Tomo tak habis berkeliling menatap isi rumah yang megah,
"Ngene Yo, aku karo sing lain rene, enek sing arep tak rampongno, putumu, Ayu, rak siap-siap ngganggu wong sing manggon nang
"Wes iyo karep sak unen-unenmu arep ngomong opo, intine aku mung njalok Yo, tolong, sekali iki wae
"Mengko mbengi moro nang kontrakanmu, gowo wati, sampe ora teko, tak obong omah kae"(nanti malam datang kekontrakanmu, bawa wati, kalau gak datang, aku bakar rumah itu) jawab Mbah Sugi sekaligus mengancam
Diperjalanan Tomo yang sedari tadi hanya menyimak, kini ia bertanya-tanya, sebenarnya ada apa ini?
"Yo wes nak ngono, nak emang koe pengen weroh, sing mateni Ayu iku Satyo, sing mateni adine Ayu iku aku"(ya sudah kalau gitu, kalau memang kamu pengin tahu, yang membunuh Ayu itu
"Loh Mbah" kata Pak RT terkejut termasuk Tomo dengan ucapan Mbah Sugi, "bukane bunuh diri"lanjut Pak RT bertanya
"Opo yo enek, bocah cilik ndue pikiran go bunuh diri Te"(apa ya ada? Anak kecil
"Wes saiki ayo sembayang, mengko tekan omah tak ceritani seko awal ngopo iku sampe kedaden,"(sudah skrg ayo sholat, nanti sampai rumah aku ceritakan dari awal kebapa itu sampai kejadian) terang Mbah Sugi
Tomo hanya diam & brjlan
Sesampainya dirumah, tak lupa Vero membuatkan kopi untu ketiga orang tersebut yg salah satunya adlh
Percakapan berlanjut hingga kopi datang,
"Vero, iso njaluk tulung?"(vero, bisa minta tolong?) tanya Mbah Sugi
"Iso mbah, pie"(bisa mbah, gimana) tanya Vero balik
"Koe karo ibukmu kan durong mangan, aku yo podo
"Wes men aku wae Mbah,"(sudah biar aku saja Mbah) sahut Tomo, namun, seakan Mbah Sugi memberi isyarat 'tidak' kpada Tomo
"Aku enek perlu mbek koe, malah minggat,"(aku ada perlu denganmu malah pergi) kata Mbah Sugi
"Yo wes mbah,"(ya sudah mbah) kata Vero senyum
Secara tidak langsung itu hanya alibi Mbah Sugi
Vero pun pergi, ditemani oleh ibunya,
"Ngene, jadi waktu iku," lanjut mbah Sugi bercerita, semua pasang telinga mendengarkan secara seksama
"Ayu iki ora ndue Bapak, lebih tepate iku, Wati meteng tapi ora weroh
"Aku yo nyese wes ngiyoke omongane Satyo, tapi jenenge nyesel yo mesti keri, mung matine Ayu lah sing iso ketutup sampe saiki"
"Vero wes mbalek ayo mangan, awak siapke mengko mbengi"(vero sudah balik,
Mereka berlima makan bersama sembari menunggu kehadiran malam untuk menyelesaikan masalah itu
Dan harus selesai malam itu juga
Setelah kejadian malam itu, Tomo hanya kembali kerumah
Setelah melaksanakan sholat, dan tak lupa memanjatkan doa
Perlahan-lahan mereka berjalan, Menimbang Vero juga membawa
Tomo menuntun dan merangkulnya, seakan takut jika istrinya tersandung oleh batu
Sesampainya disana, Pak Satyo belum muncul, mungkin sebentar lagi
Vero tak berani masuk kedalam rumah, jiwanya seakan menolak untuk kembali tinggal dirumah itu
"Lah ngopo baru saiki sampean mikire ngono ndok, wes telat yo,"(lah ngapa baru sekarang kamu mikirnya begitu nak, sudah telat ya) kata Mbah Sugi dengan matanya yang menyelidik kedalam rumah,
Pintu rumah sudah dibuka, lampu pun sudah
"Maksud e telat?" Tanya Vero menyelidik
"Yo telat ndok, Ayu wes ngenali ambumu, nak ket pertama, kalian keganggu terus minggat, yo rak bakalan nyanti ngene iki, wes tenangno atimu, mari iki awakmu aman, anakmu juga"(ya telat nak, Ayu sudah mengenali baumu, kalau dari
Satu, dua, tiga, boo!
Ada sesuatu yang menggebrak benda didalam rumah, cukup keras,
Mbah Sugi masuk kedalam rumah, dan memeriksa apa yang terjadi,
"Ndi adiku,"(mana adikku) bentak Ayu yang saat itu mendadak muncul
"Njaluk o mbek emakmu ndok, sedelok ngkas, emakmu rene,"(minta sama ibumu nak, sebentar lagi, ibumu datang) jawab Mbah Sugi tenang
Perlahan Ayu menghilang dari tatapan Mbah Sugi
"Hooo bocah gendeng, tunggal mbek mamak e"(hooo bocah gendeng, sama kaya ibunya)
Mbah Sugi kembali keluar menemui Tomo dan Vero yang saat itu sedang duduk diteras
Selang beberapa saat, Ayu muncul dengan suara menggelegar ditelinga mereka bertiga
"Aku rak gelem nunggu!"(aku gak mau menunggu) kata Ayu dengan suara khasnya yang kecil
Tomo melihatnya, ia berdiri diujung tembok, raut wajahnya yang menggambarkan amarah yang tak terkendali, dan senyumnya yang sangat membuat Tomo begidik ngeri untuk terus menatapnya
Tak lama kemudian setelah hal itu terjadi, datanglah Satyo ber-
Wati yang saat itu berpakaian ala ibu-ibu hamil dengan daster seadanya, ya serupa orang stress pada umumnya, tapi kali ini ia tampil dengan wajah bersih,
Seperti biasa, ia selalu menyebut nama Ayu, Ayu, dan Ayu
"Ndoook, mreneo ndok,"(nak, kesini nak)
"Anakku nendi Mbah?"(anakku dimana mbah?) tanya Wati dengan tatapan bingung
"Enek nng njero, mlebu oo ndok, celok wae, anakmu neng njero"(ada didalam, masuklah nak, panggil saja, anakmu didalam) jawab Mbah Sugi
"Pie kue Yo? Wes siap?"
"Siap ngopo?" kata Pak Satyo balik bertanya
"Siap diobong raimu nang kene!"(siap dibakar mukamu disini!) kata Mbah Sugi dengan mata melotot, seakan itu yang akan dilakukan
"Weh! Sampean ojo kurang ajar Mbah!"
Mbah Sugi hanya diam menyaksikan raut wajah Satyo yang cemas, dan Mbah Sugi hanya tersenyum kecut dengan Pak Satyo
"Rene melu aku"(sini ikut aku) ajak Mbah Sugi masuk kedalam rumah
Setelah Mbah Sugi masuk, Suasana didalam rmh mendadak menjadi lembab, dingin, terkadang panas, campur menjadi satu,
Disitulah datang sosok Ayu dengan senyum yang mengerikan
Namun, tidak dengan Ayu, senyumnya bkanlah untuk hal yang bahagia, melainkan senyum yang begitu satir, tatapan tajam menatap Pak Satyo, kakeknya sndri
"Ngopo ndelokno aku koyo ngono, rak terimo tak pateni koe!"(ngapa melihat aku seperti itu, gak terima aku bunuh kamu!) bentak Satyo kpada Ayu
Sontak, Mbah Sugi mengucap istighfar dan memukul kepala Satyo, cukup keras
"Kui putumu yo mbol!"(itu cucumu ya mbol) kata Mbah Sugi geram dengan ucapan Satyo,
"Opo Pak? Sampean sing mateni Ayu?"(apa Pak? Bapak yang bunuh Ayu?) tanya Wati mendadak seakan kewarasannya kembali seperti semula
Pak Satyo hanya terdiam
"Iku putumu Pak, getehku, dagingku,"(itu cucumu Pak, darahku, dagingku) kata Wati memberontak, sketika itu pula Ayu menghilang entah kemana
Mendadak angin berhembus kencang entah dari mana
Wat menangis, menyesali perbuatan bapaknya sendiri,
Mbah Sugi berjalan kebelakang mencari cangkul dan mengambilnya
"Kuborke putumu sing nggenah, aku nyesel wes mbantoni koe,"(kubur cucumu yang benar, aku nyesel sudah membantumu) kata Mbah Sugi sembari melempar cangkul
"Wegah!"(ogah!) jawab Pak Satyo
Mendadak dan tanpa disadari oleh Mbah Sugi, dan Pak Satyo, Wati meraih cangkul tersebut dan menancapkan kepala Satyo,
"Wati! Edan kon, iki bapakmu, kok malah mbok pacol ndase!"(wati! Gila kamu, ini bapakmu, kok malah di
Darah mengucur dari kepala Pak Satyo, dan isi kepalanya terlihat saat kepala Cangkul itu ditarik oleh Wati, Mbah Sugi kalah mental melihat hal itu, bahkan kejadian itu lebih menyeramkan dari pada bertemu
Hal itu sangat membekas diingatan Mbah Sugi
"Aku Ayu, hahaha" kata Wati, sembari tertawa, ya ternyata itu adalah Ayu yang meminjam raga Wati
"Saiki ndi adiku"(sekarang aman adikku!) lanjut Ayu berkata dengan suara Wati, bertanya kembali tentang adiknya
Sedang mata Mbah Sugi tak henti menatap darah yang mengalir kental dari kepala Pak Satyo
"Adikmu enek neng njero kene, nek koe arep nggowo adikmu, iki bongkar wae, adikmu enek neng njero kuburan iki"
Melihat betapa bahayanya Ayu ketika meminjam
Ternyata galian itu tidaj terlalu dalam bahkan satu meter pun tidak sampai
Ditemukanlah satu bungkusan kecil, berwarna putih, ketika dibuka, terdapat tulang kecil, hampir sama
"Sesok awak nterno adikmu yo, mengko tak deleh nang sebelah omahmu"(besok kita antarkan adikmu ya, nanti aku taruh disebelah rumahmu(makam))terang Mbah Sug menenangkan Wati
"Matursuwun" kata Ayu lirih
Watipun mendadak tak sadarkan diri,
Mbah Sugi memanggil Vero dan Tomo, untuk masuk kedalam rumah, dan Pak RT mengikutinya
"Astaga ya Alloh mas," kata Vero terkejut, melihat darah dan kepala dengan luka yang menganga
Tentu saja yang lainnya juga sama
Mbah Sugi datang dari arah belakang dengan membawa bungkusan kecil itu,
"Ayu sing macol ndase,"(Ayu yang macul kepalanya) kata Mbah Sugi sedikit begidik melihat darah yang melimpah,
"Wes ojo didelok, Vero mbek Tomo wes aman"
Sedang Vero masih menangis dipelukan Tomo
"Te, aku njalok tolong karo koe, umumke nang mesjid sesok bar subuh, nak Satyo ninggal"(Te, aku minta tolong sama kamu, umumkan dimasjid, kalau Satyo mati) kata Mbah Sugi
"Vero karo Tomo, nggolek o kontrakan liane, masalah ganti rugine, sesok diurus karo sedulur e Satyo,"(Vero dan Tomo, carilah kontrakan lainnya, masalah ganti rugi, besok diurus dgn
"Ayu wes ketemu adine, tapi ora menutup kemungkinan, dee bakal mbalek, malah iso jadi bakal nunggoni omah iki selawase"(Ayu sudah ketemu adiknya, tapi gak menutup kemungkinan dia bakal kembali, malah bisa jadi tinggal
"Nggeh mbah, matursuwun," hawab Tomo tanpa senyum
Malam itulah akhir dari hidup Satyo yang tidak mau mengakui cucunya,
Keesokan paginya, selepas subuh dan sesuai intrupsi Mbah Sugi, diumumkanlah kepda warga bahwa Satyo meninggl
Hingga sekarang Wati masih berada dikamar yang sama, dirumah sakit jiwa yang sama, tak banyak informasi yang dapat diambil dari Wati
Ayu masih sering menampakan diri dengan orang yang berada disekitar rumah, tapi lebih kerap menampakan diri kepada perempuan yang sedang
Vero dan Tomo, kini sudah memiliki rumah sendiri dan tidak lagi berada didesa tersebut, bahkan mereka pindah kekota sebelah,
Sesekali Tomo sering melihat bayangan Ayu tersenyum, sama saat ia melihat Ayu tersenyum seram kali pertamanya diteras rumah
Begitupun dengan Vero
-Selesai-
Semoga kita masih bisa dipertemukan dengan kisah lainnya
Maaf jika pada thread ini tidak terlalu seram atau bahlan tidak seram
Aku hanya mengutarakan apa yang aku dengar dari narasumber
Jika ada hikmah/pelajaran yang bisa diambil pada cerita ini, maka pelajari apa yang harusnya dipelajari, buang jauh perkataan yang tidak baik
Jangan lupa wudhu dan baca doa sebelum tidur bagi yang muslim
Untuk yang non-muslim silahkan berdoa menurut agama masing-masing sebelum tidurmu😘
Jangan matikan lampu,
Sweet dream😘
--------------
Aku Gusbrind mohon undur diri
Matursuwun😘
#saktialamkerinci @bacahorror #bacahorror