Aku merupakan seorang mahasiswa di salah satu kampus di kota Semarang.
Setiap dua minggu sekali, aku selalu pulang ke rumahku yang berada di salah satu kota di Jawa Timur.
Aku berniat memulai perjalanan setelah maghrib. Setelah semua beres, aku mandi. Kemudian menunggu adzan maghrib, setelah adzan berkumandang aku bergegas shalat.
Aku matikan saklar listrik dan ku pastikan kran air sudah mati juga. Ku kunci pintu kost ku.
Aku nyalakan motorku, kebetulan aku menggunakan motor manual karena memang tidak suka motor matic.
Untuk sampai di rumahku, aku harus melewati 5 kota. Aku mengambil jalur tengah Pulau Jawa, karena lebih cepat sampai.
Aku melajukan motorku menuju pinggiran kota Semarang,
"Mudik ya mas? Nyang ndi? Kok plat motor e *...* (disamarkan)" (Mudik ya mas? Kemana? Kok plat motornya ...?) tanya Bapak itu.
Percakapan kami berhenti sampai disitu. Aku sesegera mungkin meneguk habis teh hangat, dan melanjutkan perjalanan. Tidak tahu kenapa, malam itu badanku terasa sakit dan pegal-pegal.
Biasanya aku pulang bersama seorang teman yang kebetulan satu kota denganku, hanya beda kecamatan saja. Namun hari itu temanku sedang ada praktikum,
Kota B telah berlalu berlanjut ke kota selanjutnya, jalanan sudah mulai sepi, padahal baru pukul 20.30, hanya ada beberapa kendaraan roda empat yang ku temui di jalur yang aku lewati.
Ku tarik gas motorku sampai maksimal, karena jalan memang sudah sepi jadi aku berani ngebut. Aku juga ingin cepat sampai.
Tidak ada kejadian aneh setelah itu, sampai akhirnya aku tiba di kota selanjutnya. Kota terakhir di Jawa Tengah yang harus aku lalui.
Karena kota ini pun kota yang cukup ramai dengan beberapa kampus besar yang ada disana,
"Mas arep neng kota P?" (Mas mau ke kota P?) tanya lelaki itu.
"Oiyo mas, pie mas?" (Oiya mas, gimana mas?) jawabku sembari mendekatkan motorku dengan motor mas itu.
Aku terkejut ternyata dia pun melihat hal serupa
Aku tetap melajukan motorku, sampai...
"Mas..!! Aku nunut yo..sampeyan arep nyang P to?" (Mas..!! Aku numpang ya..kamu mau ke P kan?) pinta perempuan tersebut, wajahnya sedikit memelas dan agak menggoda.
"Lha mbak e sangking pundi? Kok piyambakan ten mriki lho...
Awal perjalanan, perempuan itu hanya diam.
"Wes to mas, pokmen terke aku wae, omahku neng desa J, engko tak duduhi arahe."
Aku tidak berani menanyakan hal lain-lain lagi. Karena sepertinya dia agak capek dan sedang ada masalah.
Aku beristighfar berulang kali seraya mengengkol slah motorku. Dan sialnya motorku tidak menyala-menyala. Akhirnya aku tuntun motorku, aku berlari secepat-cepatnya sambil membawa beban berat tas ransel di punggungku
Aku tetap mencoba menyalakan motorku dan berkali-kali gagal. Aku harus menyusuri jalan yang sama seperti masuk tadi, jalan setapak kecil. Karena rumahku ada di sisi timur kota P. Sedangkan lokasiku saat ini ada di sisi barat kota P.
Untuk menuju rumahku, memang harus melewati jalan besar yang kanan kirinya sawah, karena mayoritas
Sampai aku sampai di jembatan (masih di area persawahan).
Brukkkk!! Aku terguling ke kiri. Tidak ada kendaraan sama sekali yang lewat karena sudah puku 11.30 malam.
Tiba-tiba pintu depan terbuka, Bapakku keluar dari dalam rumah.
"Ngopo Le, kok moro-moro nangis ndengaren ono opo? Jam sakmene kok yo lagi teko?" (Kenapa nak, kok dateng-dateng nangis, tumben, ada apa? Jam segini kok ya baru sampai?) tanya Bapakku sedikit panik.
Aku pun menceritakan seluruh
Sekian🙏 -sekala niskala-
@bacahorror | #bacahorror