My Authors
Read all threads
Perjalanan Menuju Pulang
.
.
.
@bacahorror | #bacahorror
.
.
.
Pict: Pinterest Image
Sore itu sekitar pukul 16.00 aku bersiap-siap membereskan beberapa baju dan barang di kamar kost.
Aku merupakan seorang mahasiswa di salah satu kampus di kota Semarang.
Setiap dua minggu sekali, aku selalu pulang ke rumahku yang berada di salah satu kota di Jawa Timur.
Waktu itu hari Jumat. Memang setiap kali aku pulang pasti ku pilih hari Jumat, karena selain karena hari Jumat kuliahku hanya satu mata kuliah di pagi harinya, pun juga karena aku selalu percaya bahwa bepergian jauh di hari Jumat itu baik. Saat terjadi sesuatu yang buruk
di jalan atau bahkan yang terburuk aku meninggal, setidaknya aku meninggal di hari Jumat, hehe memang agak konyol logikaku tapi memang seperti itu prinsipku dari dulu.
Seperti biasa aku membawa beberapa helai baju dan tak lupa membawa laptop serta beberapa buku.
Aku berniat memulai perjalanan setelah maghrib. Setelah semua beres, aku mandi. Kemudian menunggu adzan maghrib, setelah adzan berkumandang aku bergegas shalat.
Aku mengenakan celana jeans dan jaket tebal, ku gendong tas ranselku. Tak lupa aku memakai masker, kaos kaki, dan sarung tangan. Bagiku safety riding yang utama.
Aku matikan saklar listrik dan ku pastikan kran air sudah mati juga. Ku kunci pintu kost ku.
Tak lupa aku berpamitan kepada teman sebelah kamarku, barangkali besok ada teman atau siapapun yang mencariku.
Aku nyalakan motorku, kebetulan aku menggunakan motor manual karena memang tidak suka motor matic.
Motorku pun perlahan mulai melaju, menyusuri gang kecil kemudian sampai di jalan besar.
Untuk sampai di rumahku, aku harus melewati 5 kota. Aku mengambil jalur tengah Pulau Jawa, karena lebih cepat sampai.
Aku melajukan motorku menuju pinggiran kota Semarang,
dan mulai memasuki kota B. Dari kota ini, perasaanku mulai tidak karuan. Jantungku terasa berdebar sangat kencang, padahal malam itu suhu udaranya normal tidak panas dan tidak terlalu dingin. Angin pun berhembus biasa.
Sudah satu jam lebih aku perjalanan. Aku masih di kota B. Malam itu jalanan terasa sangat panjang dan melelahkan. Aku mencoba menepi di sebuah angkringan yang ada di trotoar jalan. Pukul 19.30, jalan masih lumayan ramai, meskipun tidak seramai kota Semarang.
Aku memesan teh hangat disana ada beberapa bapak-bapak yang sedang nongkrong. Aku pun sempat ditanyai oleh salah satu Bapak yang ada di angkringan itu.
"Mudik ya mas? Nyang ndi? Kok plat motor e *...* (disamarkan)" (Mudik ya mas? Kemana? Kok plat motornya ...?) tanya Bapak itu.
"Njih niki Pak, omah kula ten kota P." (Iya Pak, rumah saya di kota P) jawabku singkat.
Percakapan kami berhenti sampai disitu. Aku sesegera mungkin meneguk habis teh hangat, dan melanjutkan perjalanan. Tidak tahu kenapa, malam itu badanku terasa sakit dan pegal-pegal.
Seperti baru pernah perjalanan jauh, padahal aku sudah melakukannya ratusan kali sejak aku merantau studi di Semarang.
Biasanya aku pulang bersama seorang teman yang kebetulan satu kota denganku, hanya beda kecamatan saja. Namun hari itu temanku sedang ada praktikum,
jadi tidak ikut pulang ke rumah. Akhirnya aku memutuskan untuk pulang sendiri.
Kota B telah berlalu berlanjut ke kota selanjutnya, jalanan sudah mulai sepi, padahal baru pukul 20.30, hanya ada beberapa kendaraan roda empat yang ku temui di jalur yang aku lewati.
Tumben, malam itu aku merasa sedikit mengantuk. Mungkin karena tadi siang aku tidak sempat tidur.
Ku tarik gas motorku sampai maksimal, karena jalan memang sudah sepi jadi aku berani ngebut. Aku juga ingin cepat sampai.
Setelah melewati pusat kota, aku sampai di jalur yang di kanan kirinya hanyalah hamparan sawah yang baru selesai di panen. Tiba-tiba saja aku dikejutkan dengan seekor tikus besar (aku biasa menyebutnya wirog) menyeberang begitu saja.
Karena aku kaget dan kondisi tidak siap mengerem, tikus tersebut tertabrak olehku dan tubuhnya hancur seketika. Aku memelankan laju motorku. Namun bulu kudukku merinding, tidak ada satupun rumah disana. Namun, beberapa kali aku melihat ada pasangan muda-mudi
yang sedang memadu kasih di pinggir jalan.
Tidak ada kejadian aneh setelah itu, sampai akhirnya aku tiba di kota selanjutnya. Kota terakhir di Jawa Tengah yang harus aku lalui.
Karena kota ini pun kota yang cukup ramai dengan beberapa kampus besar yang ada disana,
jadi aku melajukan motorku dengan kecepatan standar. Bahkan di beberapa titik lampu merah masih sangat ramai dan macet. Setiap kali aku pulang, aku selalu paling malas di kota ini, karena selain jalan rayanya sempit, tatanan kotanya juga berantakan.
Setengah jam kemudian aku sampai di kota selanjutnya. Kota pertama di Jawa Timur yang harus aku lalui. Disinilah kejadian-kejadian janggal mulai aku rasakan. Kejadian diluar nalar logika, tetapi begitu nyatanya.
Jam sudah menunjukkan pukul 10.00, jalanan di kota tersebut sudah sangat sepi. Jalannya besar dan memang aspal baru, jadi masih sangat halus serta lebar. Bahkan belum ada garis putih tengah jalan dan garis pembatas pinggir jalan. Benar-benar masih hitam mulus.
Penerangan di jalan tersebut juga sangat minim. Hanya ada beberapa lampu jalan, yang berjarak sekitar 1 kilometer dari satu lampu ke lampu yang lain. Itupun cahayanya tidak terlalu terang. Sebenarnya aku suka jalur di kota ini, selain karena jalannya lebar dan halus,
disini juga bukan merupakan jalur provinsi yang biasanya akan ramai truck-truck besar pengangkut barang. Jalur ini memang hanya sebuah jalan aspal yang berkelok, naik dan turun, di kanan kirinya hanyalah kebun-kebun warga, dan kebun pohon minyak kayu putih.
Meskipun jalan ini terkesan sepi, namun tidak jarang terjadi kecelakaan bahkan di siang hari. Mungkin karena medannya yang berkelok lumayan terjal. Aku pun selalu berhati-hati jika melewati jalur ini. Aku tidak berani melajukan motorku dengan kecepatan tinggi.
Beberapa menit telah berlalu, masih baik-baik saja. Aku sudah melewati beberapa tikungan. Tidak ada lampu merah di jalur ini. Saat aku sampai di tanjakan, aku seperti melihat karung menggelinding dari atas (lawan arah). Posisi aku sendiri, tidak ada pengendara lain yanv lewat.
Aku perhatikan baik-baik karung tersebut, karena jalanan cukup berkabut aku tidak begitu jelas saat melihat dari kejauhan. Saat semakin dekat, ternyata yang menggelinding itu bukan karung tetapi buntalan putih, pocong!
Iya pocong. Pocong itu menggelinding dari atas menurun ke bawah dengan posisi salto. Entah bagaimana teknis dia salto tetapi memang begitu adanya. Aku membaca ayat kursi dan suratan pendek yang aku hafal. Badanku gemetar, tubuhku berkeringat.
Aku tidak bisa melihat wajah sosok tersebut. Karena aku tidak berani memperhatikan lebih jelas. Aku menancap gas motorku agar cepat berlalu melewati sosok tersebut. Aku sempat beberapa kali melihat ke arah spion, dan sosok yang tadi salto berubah posisi menjadi
berdiri di tengah jalan di bawah sana. Dia hanya berdiam diri disana. Aku benar-benar ketakutan. Aku terus ngebut sampai akhirnya aku menemukan sebuah pom bensin. Satu-satunya pom bensin di jalur ini. Aku memutuskan untuk berbelok dan mengisi bensinku yang kebetulan habis.
Meskipun tidak ramai, setidaknya ada beberapa pengendara yang sedang mengisi bensinnya. Aku pun antre, ada 3 motor di depanku yang sedang antre. Motor didepanku persis memiliki plat yang sama denganku, dan sepertinya kami satu daerah.
Mas-mas itu pun tampak berkali-kali menengok ke belakang ke arahku. Aku sempat merasa curiga dengannya. Karena wajahnya ketakutan dan gelisah. Setelah mas itu selesai mengisi bensinnya. Dia tidak langsung pergi, dia seperti menunggu sesuatu.
Setelah aku mengisi bensin, aku pun menyalakan mesin motorku, akan tetapi mas tadi mencegatku.

"Mas arep neng kota P?" (Mas mau ke kota P?) tanya lelaki itu.
"Oiyo mas, pie mas?" (Oiya mas, gimana mas?) jawabku sembari mendekatkan motorku dengan motor mas itu.
"Oleh bareng ra mas? Soal e iki mau neng turunan aku delok ono pocong ngglundung e mas, aku dadi wedi" (Boleh bareng gak mas? Soalnya ini tadi di turunan aku melihat ada pocong menggelinding mas, aku jadi takut).
Aku terkejut ternyata dia pun melihat hal serupa
dengan apa yang aku lihat. Tetapi aku memilih tidak mengatakan bahwa aku pun melihat hal yang sama. Karena aku khawatir justru akan terjadi percakapan yang panjang dan hanya akan menunda kepulanganku sampai di rumah.
Akhirnya aku pun meng-iya-kan permintaan lelaki itu. Aku memintanya untuk berjalan di depan, dan aku di belakangnya.
Belum sampai satu kilometer dari pom bensin, tiba-tiba saja lelaki tadi hilang. Padahal sangat jelas dari tadi dia ada di depanku. Karena jalanan memang cukup berkabut, jarak pandang menjadi sangat terbatas. Entah karena aku yang tertinggal,
atau memang lelaki tadi terlalu ngebut, atau malah lelaki tadi bukan manusia? Entahlah aku tidak mau berfikiran terlalu jauh ke arah sana. Aku hanya sanggup berdoa sepanjang jalan.
Aku tetap melanjutkan perjalanan, sampai hampir tiba di penghujung kota. Di ujung jalur ini, jalan bercabang menjadi dua, serong ke kanan dan ke kiri. Aku memilih jalur kiri ke arah kotaku. Tiba-tiba ada sebuah bus besar seperti bus pariwisata menyalip.
Bus tersebut sangat kencang sampai membuat motor dan badanku terhuyung ke arah kiri. Tumben, batinku. Kok ada bus besar lewat jalur ini malam-malam begini. Aku tidak sempat melihat plat nomor bus tersebut saking ngebutnya bus itu.
Sekira 3 kilometer di depanku, aku masih bisa melihat lampu belakang bus tersebut yang berkedip serta sen sebelah kiri yang menyala. Bus tersebut berhenti sebentar, aku tidak tahu alasannya. Namun dugaanku seperti menurunkan penumpang.
Aneh...padahal sepanjang jalur ini sangat jarang ada rumah penduduk. Ada pun, jaraknya masih sangat jauh dari rumah satu ke rumah lain. Sisanya masih kebun-kebun yang tak terawat.
Aku tetap melajukan motorku, sampai...
Jarak beberapa puluh meter, aku melihat perempuan di kiri jalan melambai-lambaikan tangannya seperti hendak menumpang. Aku melihat ke arah spion, tidak ada satupun kendaraan di belakangku. Yang artinya perempuan itu melambaikan tangannya kepadaku.
Aku pun memelankan motorku kemudian berhenti tepat di depan perempuan itu. Dia membawa sebuah koper besar. Rambutnya panjang, parasnya cantik. Dia mengenakan setelah celana jeans biru dengan atasan kaos ketat warna putih dan jaket kulit warna coklat. Sepertinya
dia pulang dari perjalanan jauh.
"Mas..!! Aku nunut yo..sampeyan arep nyang P to?" (Mas..!! Aku numpang ya..kamu mau ke P kan?) pinta perempuan tersebut, wajahnya sedikit memelas dan agak menggoda.
"Lha mbak e sangking pundi? Kok piyambakan ten mriki lho...
mriki kan jalur sepi mbak...kayak e sampeyan iki mau numpak bis to?" (Lha mbaknya ini darimana? Kok sendirian disini...sini kan jalur sepi mbak...kayaknya tadi kamu naik bus kan?) tanyaku menyelidik.
"Wes to mas, engko neng dalan tak ceritani, sek penting saiki tulongi aku sek yo mas yo...mengko tak bayar wes, ra gratisan iki." (Udah mas, nanti di jalan tak ceritain, yang penting sekarang tolong aku dulu ya mas...nanti tak bayar, gak gratisan kok ini) perempuan itu sedikit
mendesak. Belum sempat aku menjawab, dia sudah naik di boncenganku. Dia meletakkan kopernya di tengah. Untung saja bodi motorku cukup besar, jadi tidak terlalu sempit ketika perempuan tadi meletakkan kopernya di tengah.
Dengan sedikit berat hati aku pun menjalankan motorku. Sebenarnya aku sedikit takut hendak menyetujui permintaan perempuan asing tadi. Bukan apa-apa, karena waktu itu sedang marak modus begal motor yang seperti itu.
Awal perjalanan, perempuan itu hanya diam.
"Mbak, sampeyan niki arep nyang pundi? Kok yo asal bonceng-bonceng wae to?" (Mbak, kamu ini mau kemana? Kok ya asal bonceng-bonceng aja?) tanyaku membuka obrolan. Waktu itu aku fokus ke depan.
"Wes to mas, pokmen terke aku wae, omahku neng desa J, engko tak duduhi arahe."
(Udah mas, pokoknya anterin aku saja, rumahku di desa J, nanti tak kasih tau arahnya." jawab perempuan itu ketus.
Aku tidak berani menanyakan hal lain-lain lagi. Karena sepertinya dia agak capek dan sedang ada masalah.
Beberapa kali aku melihat ke spion, memastikan perempuan tadi masih ada di boncenganku dan tidak hilang. Aman, batinku. Berarti dia manusia sungguhan. Rasanya akan sangat lelah jika ternyata dia bukan manusia asli.
Sebentar lagi aku memasuki pusat kotaku, perempuan itu menepuk pundak kananku dan memberi kode untuk belok ke kanan di perempatan kecil. Aku pun menurutinya. Sebenarnya aku juga tahu jalan ini merupakan alternatif menuju desa J.
Jalannya kecil dan sepi hanya muat satu motor saja. Samping kanannya merupakan sungai yang cukup besar, dan samping kirinya hamparan sawah serta kebun. Aku menyusuri jalan tersebut sampai sekita 2,5 kilometer. Kemudian aku menemukan jalan bercabang dua, ke kanan dan ke kiri.
Perempuan itu menunjuk jalan yang kanan, namun belum sampai jauh ke sana. Dia sudah minta berhenti. Dia pun turun. Disana ada rumah megah, bangunannya tinggi bertembok kokoh dengan pintu kayu yang besar. Sepertinya perempuan ini orang kaya, batinku.
"Sek yo mas, tak jipukke duwet neng jero." (Sebentar ya mas, tak ambilin uang di dalam) ucap perempuan itu sembari masuk ke rumahnya. Aku memutar balik sepeda motorku agar nanti mudah jalanku menuju pulang.
Kira-kira seperti inilah gambaran posisiku saat itu.
*Rumah* itu posisi rumah perempuab tadi.
*Yang bulat* itu posisiku. Image
Aneh. Lokasi ini terasa seperti hutan bagiku. Tidak ada satupun rumah penduduk selain rumah perempuan tadi. Setelah aku memutar balik motorku, betapa terkejutnya aku ketika melihat ke arah kiri. Rumah perempuan tadi sudah tidak ada dan berganti dengan kebun pohon jati
yang menjulang tinggi. Disana benar-benar hutan!
Aku beristighfar berulang kali seraya mengengkol slah motorku. Dan sialnya motorku tidak menyala-menyala. Akhirnya aku tuntun motorku, aku berlari secepat-cepatnya sambil membawa beban berat tas ransel di punggungku
sekaligus menuntun motorku yang cukup besar.
Aku tetap mencoba menyalakan motorku dan berkali-kali gagal. Aku harus menyusuri jalan yang sama seperti masuk tadi, jalan setapak kecil. Karena rumahku ada di sisi timur kota P. Sedangkan lokasiku saat ini ada di sisi barat kota P.
Di jalan setapak ini, aku mendengar banyak tertawaan cekikikan seperti menggoda dan mengejek. Tubuhku basah oleh keringat dingin. Nafasku semakin memendek. Akhirnya motorku bisa menyala, aku langsung tancap gas menuju jalan raya. Aku buru-buru menyusuri jalan menuju rumahku.
Di perjalanan aku masih merasakan berat di boncengan motorku. Padahal boncenganku kosong. Namun rasanya ada yang duduk ke samping sambil mengayun-ayunkan kakinya, sehingga beberapa kali motorku terhuyung ke kanan dan ke kiri. Aku hanya mampu merapalkan doa sebisaku.
Namun gangguan itu tak kunjung mereda. Justru semakin menjadi-jadi. Berkali-kali aku merasa di colek di bagian leher belakangku, seperti ada yang menyentuh. Tangan perempuan.
Untuk menuju rumahku, memang harus melewati jalan besar yang kanan kirinya sawah, karena mayoritas
penduduk di kotaku pun masih bermata pencaharian petani.
Sampai aku sampai di jembatan (masih di area persawahan).
Brukkkk!! Aku terguling ke kiri. Tidak ada kendaraan sama sekali yang lewat karena sudah puku 11.30 malam.
Lututku terluka dan sedikit mengeluarkan darah. Kepalaku sangat berat dan pusing. Namun aku tetap melanjutkan perjalananku. Boncenganku sudah terasa enteng. 500 meter lagi aku sampai di rumahku.
Sesampainya di teras rumah aku memarkir motorku lalu duduk sejenak di kursi teras. Sambil melihat ke sekeliling dan melepas sepatuku. Aku sangat shock dengan kejadian yang tadi menimpaku sepanjang perjalanan.
Tiba-tiba pintu depan terbuka, Bapakku keluar dari dalam rumah.
Aku menangis sejadi-jadinya sambil memeluk Bapak.
"Ngopo Le, kok moro-moro nangis ndengaren ono opo? Jam sakmene kok yo lagi teko?" (Kenapa nak, kok dateng-dateng nangis, tumben, ada apa? Jam segini kok ya baru sampai?) tanya Bapakku sedikit panik.
Aku pun menceritakan seluruh
detail kejadian yang aku alami selama perjalanan pulang. Bapak menasehati agar aku selalu berdoa setiap kali hendak bepergian baik dekat maupun jauh.

Sekian🙏 -sekala niskala-

@bacahorror | #bacahorror
Missing some Tweet in this thread? You can try to force a refresh.

Enjoying this thread?

Keep Current with Sekala Niskala

Profile picture

Stay in touch and get notified when new unrolls are available from this author!

Read all threads

This Thread may be Removed Anytime!

Twitter may remove this content at anytime, convert it as a PDF, save and print for later use!

Try unrolling a thread yourself!

how to unroll video

1) Follow Thread Reader App on Twitter so you can easily mention us!

2) Go to a Twitter thread (series of Tweets by the same owner) and mention us with a keyword "unroll" @threadreaderapp unroll

You can practice here first or read more on our help page!

Follow Us on Twitter!

Did Thread Reader help you today?

Support us! We are indie developers!


This site is made by just three indie developers on a laptop doing marketing, support and development! Read more about the story.

Become a Premium Member ($3.00/month or $30.00/year) and get exclusive features!

Become Premium

Too expensive? Make a small donation by buying us coffee ($5) or help with server cost ($10)

Donate via Paypal Become our Patreon

Thank you for your support!