, 40 tweets, 7 min read
My Authors
Read all threads
@bacahorror @InfoMemeTwit

#bacahorror #horror #ceritahorror #Spirituality #pengalamanspiritual #memetwit

A THREAD : Pengalaman pribadi sebagai anak indigo dan pelaku spiritual (Episode 21.1)

Untuk episode-episode sebelumnya bisa dilihat di tab likes profil saya yaa :D
Halo!! Akhirnya update juga episode terbarunya! Masih bias sempat update pas lagi capek2nya praktik ngajar, oke langsung ku mulai ya!
Sukma ini rasanya terbebas dari rantai ilmu hitam yang mengikatku tiap detiknya. Aku tak menyangka aku dapat bernafas dengan bebas dan lega, di saat yang sama aku juga merasakan bahwa ketika kasus pelet Mbak Ningsih aku merasakan sesak di dada seperti ada yang mengikat paru2ku.
Tak jarang juga jantungku tiba-tiba berdetak kencang seperti ketika aku sedang ditendang oleh sesuatu tepat di dada kiriku, dan mendadak aku batuk-batuk. Namun, setelah semua selesai aku bias bernafas lega dan tak lagi merasakan detak jantung yang tiba-tiba tidak stabil.
"Ah, aku ingin syukuran.", gumamku.
Ya, untuk "merayakan" selesainya masalah ini, aku berniat untuk mengadakan syukuran. Bukan, syukuran yang mengundang orang banyak kemudian berdoa Bersama-sama, tapi sekedar memberi uang sedekah kepada mereka yang membutuhkan.
Aku membuka smartphone ku dan mencoba untuk menghubungi Pak Arfian, "Pak, aku ingin syukuran untuk ngerayain kelarnya masalahnya Mbak Ningsih."
"Sedekah saja.", jawabnya
"Wah, sepemikiran nih.", ucapku dalam hati.
"Gimana kalua nyumbang dana punia di Pura aja? Kan tempat itu sudah banyak membantu kita dalam masalah ini.", Pak Arfian mengusulkan.
"Boleh! Sekalian nih, mampir ritual disana ngucapin terima kasih ke Eyang Putri!", jawabku.
"Yuk lah berangkat kita.", jawabnya.
Tanpa berpikir Panjang aku langsung memutuskan untuk pulang kampung ke Kediri. Sudah lama aku tidak kesana dan memang sekaranglah aku harus melakukan ritual rutinku di pura.
Akhir pekan pun akhirnya aku pulang, sekaligus merencankan kapan aku dan Pak Arfian pergi ke pura. Kami berdua pun berencan untuk pergi ke pura esok hari setelah aku tiba di Kediri.
Waktu pun berjalan dengan cepat, kami berdua pun bertemu dan segera menyiapkan perlengkapan ritual serta sesaji. Kami pun berangkat ke pura.
Sesampainya disana, sebelum aku memulai ritual aku melihat papan yang bertuliskan "dana punia" , mendadak aku teringat niat dan tujuan awalku ke pura. Aku pun membaca papan itu.
Papan itu berisi daftar jemaat pura serta nominal uang yang disumbangkan untuk dana punia.
"Hah?! Satu juta?!", ucapku tercengang
"Eh, enggak. SEPULUH JUTA?!", mataku terbelalak kaget. Niatku seketika ciut melihat jumlah nominal dana punia yang dikeluarkan oleh para jemaat.
"Harus segitu banyaknya ya? Padahal niatku hanya menyumbang sepuluh ribu rupiah, karena hanya itu yang aku punya.", ucapku sembari menghela nafas Panjang.
"Putri! Kamu ngapain diam disitu? Ayo semedi!.", teriak Pak Arfian memanggilku.
"Anu, pak.… Kayaknya aku ga jadi nyumbang dana punia deh…", jawabku
"Kenapa?", tanya pak Arfian.
"Lha segitu banyak uang yang disumbangkan. Apa ada jumlah minimalnya ya...", jawabku sedih
"Seikhlasnya bisa kok, semampumu saja.", ujarnya
"Lagian mana ada agama yang ngasih jumlah minimal untuk bersedekah? ", Pak Arfian menambahkan.
"Iya sih, tapi aku terlanjur minder aku…..", ucapku tertunduk.
Kami pun terdiam sebentar.
"Ya sudah, sumbangin saja uangmu di masjid aja. Sama saja kan? Sebenarnya di pura juga ga apa-apa, wong sama-sama tempat ibadahnya juga.", ujar Pak Arfian
"Aku sumbangkan ke pura dan masjid saja.", jawabku.
"Tapi kalau di pura , uangnya aku tinggal di pelinggihannya Eyang Putri saja, aku taruh sama sesajinya.", tambahku
"Baiklah kalau gitu yang penting niatnya, nanti aku antar.", jawabnya sembari mengelus kepalaku.
"Apa sih main elus kepala aja. Nyapo (kenapa)?", tanyaku.
"Gak apa-apa, suka saja.", jawabnya sembari tersenyum.
"Emang ya dari dulu sampeyan selalu berlebihan, sudahlah ayo semedi!", ucapku dingin.
Kami pun menghabiskan waktu seharian untuk semedi serta memberikan uang sumbangan sebagai bentuk rasa syukur atas selesainya kasus pelet Mbak Ningsih.
Malam pun tiba, aku menghempaskan tubuhku ke tempat tidur. Lelah karena seharian keluar rumah, aku pun memutuskan untuk beristirahat sejenak, serta menatap lampu kamarku yang lumayan menyilaukan mata.
Namun aneh, cahaya lampu yang menyilaukan mata itu justru membuatku merasakan kantuk yang luar biasa hingga tak terasa aku pun tertidur. Namun, tak lama kemudian aku terbangun lagi tetapi pada ruang dan situasi yang berbeda.
Aku Bersama kedua orangtuaku yang sedang berkunjung ke sebuah museum tua. Museum itu dihiasi dengan lampu yang remang-remang, lantai dan tembok yang berwarna putih, serta lemari-lemari tua yang berisikan koleksi-koleksi seperti keris, dan tombak.
Kami pun disambut oleh kakek tua yang bekerja sebagai juru kunci sekaligus pemandu wisata di museum itu. Kakek tua ini sungguh aneh, beliau memakai pakaian serba hitam serta udeng berwarna hitam. Tatapannya begitu dalam menatap kami ketika beliau menjelaskan seisi museum.
Kakek tua itu kemudian menatapku, aku hanya bias menatap balik cuek. Kakek itu kemudian tersenyum, "Kene nduk, ayo melu aku (Sini nak, ayo ikut aku.)"
"Lha, ortu saya bagaimana, Mbah?", tanyaku.
"Wes to (sudahlah).", jawabnya.
Aku pun menatap kedua orangtuaku, yang tiba-tiba melangkah menjauh dariku. Seperti terlalu asyik menikmati koleksi museum sampai mereka tak menghiraukanku. Terasa lega karena orangtuaku tidak menghiraukanku , akhirnya aku pergi mengikuti kakek itu.
Semakin lama aku mengikuti kakek itu, semakin aku merasakan ruangan museum berubah menjadi lebih gelap dan gelap, aku masih bisa melihat cahaya dari lampu yang "sekarat". Aku pun mulai merasa merinding dan ragu-ragu, "Haruskah aku kembali?"
"Mbah, ngapunten (maaf) kita ini mau kemana ya?", tanyaku ragu-ragu.
Kakek itu tak menjawab dan terus berjalan. Aku pun semakin ketakutan. Apa yang terjadi? Mau dibawa kemana aku ini?
Kami berdua pun akhirnya tiba di sebuah ruangan yang suasananya mirip seperti museum, kami pun melihat sebuah pintu? entahlah itu pintu , jendela atau kaca yang memiliki penutup. Sebuah ukiran gebyok dengan detail yang indah. Kakek itu pun berhenti di depan gebyok itu.
"Apa ini, Mbah?", tanyaku
Kakek itu pun tersenyum memberikan sebuah isyarat.
"Ini pintu, jendela , atau tempat cermin, Mbah?", tanyaku lagi
"Bukaen kuwi (bukalah itu)", jawabnya.
Dengan cepat aku pun menggelengkan kepala pertanda takut. Seakan paham akan ketakutanku, kakek itu meresponnya dengan senyuman, "Sek ya, nduk. (Sebentar ya, nak). Kakek itu pun pergi ke sebuah bilik kecil.
Kakek itu pun kembali dengan membawa tongkat berbentuk ular kemudian berdiri di samping gebyok itu. Kakek itu pun kemudian menghentakkan tongkat ular itu ke lantai dan tiba-tiba gebyok itu pun terbuka.
Mataku terbelalak, mulutku ternganga melihat ombak Samudra yang bergulung-gulung begitu keras setelah gebyok kayu jati itu terbuka. Tak terasa air dari ombak itu keluar dan membasahi sedikit dari tubuhku.
Di antara ombak itu, keluarlah kereta kencana yang terbuat dari emas, berjalan ditarik oleh beberapa kuda. Kemudian kereta kencana itu tertutup lagi oleh ombak. Belum sempat aku , menutup mulutku tiba-tiba ada sosok yang keluar diantara ombak itu.
Sesosok wanita yang anggun dan cantik bak bidadari memakai pakaian serba hijau, keluar Bersama dua ekor naga yang semuanya memakai mahkota. Beliau bertiga menari beriringan dengan ombak Samudra yang juga ikut menari.
Tak lama kemudian, gebyok kayu jati itu tiba-tiba tertutup dengan sendirinya meninggalkan ku yang masih tercengang dan masih mencoba mencerna apa yang sedang terjadi. Aku pun menatap kakek itu penuh dengan keheranan, dan kakek itu hanya meresponnya dengan senyuman.
"Saiki tangi o, nduk. (Sekarang bangunlah, nak), ucapnya.
Dan benar saja, aku pun terbangun dari tidurku. Aku pun melihat jam yang ada di smartphoneku. Jam menunjukkan pukul 04.00 dini hari, hampir mendekati waktu subuh.
Tiba-tiba aku merasakan aura Mas Ganteng berada di luar kamar, aneh, biasanya beliau stay di dalam kamar tidurku untuk menjagaku, namun kali ini beliau berada di luar ruangan. Aku pun membuka pintu kamar dan menemuinya, "Lho, njenengan kenapa di luar?"
"Oh, hai! Iya, tadi ada yang mau masuk dan gak mau diganggu.", jawabnya
"Kenapa?", tanyaku.
"Aku kan hanyalah qhodam, jin penjaga. Aku tidak level untuk menemani beliau. Beliau sudah membawa penjaga sendiri juga.", jawabnya
"Beliau yang di mimpiku itu…….", ucapanku tiba-tiba terputus,
Mas Ganteng pun itu tersenyum.
"Iya beliau datang buat menemui njenengan.", ujarnya.
Okayy! berikut akhir dari episode ini! Terima kasih telah membaca! Untuk episode selanjutnya , Insha Allah akan update pada malam Jumat minggu depan ya! So , stay tuned yah!
Missing some Tweet in this thread? You can try to force a refresh.

Enjoying this thread?

Keep Current with Yanto S.

Profile picture

Stay in touch and get notified when new unrolls are available from this author!

Read all threads

This Thread may be Removed Anytime!

Twitter may remove this content at anytime, convert it as a PDF, save and print for later use!

Try unrolling a thread yourself!

how to unroll video

1) Follow Thread Reader App on Twitter so you can easily mention us!

2) Go to a Twitter thread (series of Tweets by the same owner) and mention us with a keyword "unroll" @threadreaderapp unroll

You can practice here first or read more on our help page!

Follow Us on Twitter!

Did Thread Reader help you today?

Support us! We are indie developers!


This site is made by just three indie developers on a laptop doing marketing, support and development! Read more about the story.

Become a Premium Member ($3.00/month or $30.00/year) and get exclusive features!

Become Premium

Too expensive? Make a small donation by buying us coffee ($5) or help with server cost ($10)

Donate via Paypal Become our Patreon

Thank you for your support!