, 39 tweets, 7 min read
My Authors
Read all threads
@bacahorror @InfoMemeTwit

#bacahorror #horror #ceritahorror #Spirituality #pengalamanspiritual #memetwit

A THREAD : Pengalaman pribadi sebagai anak indigo dan pelaku spiritual (Episode 21.2)

Untuk episode-episode sebelumnya bisa dilihat di tab likes profil saya yaa :D
Haloo! Akhirnya bisa update jugaa hahahaa! Thread kali ini akan less supernatural dan lebih ke cerita romansa, gimana ceritanya? Kuy simak!
Pagi itu, setelah aku terjaga dari sebuah mimpi yang sangat aneh. Sebuah pertemuan dengan sosok wanita memakai kemben hijau yang agung. Beliau tidak se-mengerikan apa yang digambarkan oleh orang-orang pada umumnya.
Ketika orang-orang itu mendengar namanya , spontan mereka akan berkata "Ih, ratunya jin itu! Ngeri!!". Aku tak menceritakan mimpi ini kepada siapapun kecuali kepada Pak Arfian karena aku paham betul bagaimana alur perbincangan akan mengarah kemana nantinya.
Dalam sebuah pertemuan kami di pura, seperti biasanya. Aku menceritakan itu kepada Pak Arfian. "Wah! Keren ya! Yuk lah kita konsultasikan ini ke Mbah Yudi.", ucap Pak Arfian.
"Iya, pak.", jawabku sembari mengangguk.
Ada perubahan suasana hati dari Pak Arfian melalui tatapan matanya. Entahlah apa perasaan itu, aku memilih untuk tidak mengetahuinya. Dia terus menatapku dengan seluruh isi suasana hati yang tergambarkan melalui tatapan matanya.
"Enek opo kok ndeloki aku terus? (Ada apa kok ngeliatin aku terus?).", tanyaku.
"Lho? Nggak kok , nggak apa-apa.", pak Arfian kaget.
Dia berusaha untuk menutupi suasana hati itu. Aku paham, namun aku memilih untuk menghiraukannya, "Ayo ke Mbah Yudi."
"Iya, ayo!", Pak Arfian kemudian memegang tanganku.
Ini kali pertamanya tanganku disentuh oleh laki-laki. Biasanya aku memukul kecil tangan laki-laki jika mereka memegang tanganku pertanda sebuah penolakan, namun entah mengapa aku tidak memukulnya ketika Pak Arfian memegangnya.
Ada perasaan seperti leleh yang terdapat di dalam hatiku. Hangat, seperti itulah aku tak pintar mendeskripsikan suasana hati itu. Yang hanya aku tahu hanyalah perasaan suasana hati ketika aku depresi, dan sedih. Aku hanya pintar menggambarkan suasana hati yang negatif.
Kami pun pergi berdua menemui Mbah Yudi di Situs Semen. Seperti biasa, kami berdua duduk di gubuk sederhana sembari menikmati suasana alam sekitar dan menikmati wingit nya lingkungan sekitar situs.
Aku pun menceritakan mimpiku yang aku alami kepada Mbah Yudi.
"Wah, sudah ketemu sama beliau ya?", tanya Mbah Yudi
"Iya, Mbah. Dugaan saya benar, wanita yang di dalam mimpi itu adalah beliau.", jawabku.
"Ya memang, beliau itu dekat dengan Eyang Putri. Tak jarang Eyang Putri bersemedi untuk bertemu dengan beliau.", ujarnya.
"Semedinya menghadap ke selatan, karena beliau berasal dari Pantai Selatan.", Mbah Yudi menambahkan.
"Apa tempat Eyang Putri bertemu dengan beliau itu ada di Goa Selomangleng yang bagian selatan sendiri, Mbah?", tanyaku.
Mbah Yudi mengangguk setuju.
"Wah...", jawabku tertegun.
Setelah hening beberapa saat Pak Arfian memohon izin untuk bersemedi di depan arca Eyang Nagaraja, Mbah Yudi pun mempersilahkan.
"Mbak Putri tidak ikut?", tanya Mbah Yudi.
"Nggak usah, Mbah. Biar saya sendiri saja." ucapnya
Setelah beberapa saat Pak Arfian bersemedi. Aku pun mencoba memberanikan diri untuk bertanya-tanya kepada Mbah Yudi tentang suasana hati yang ada dalam diriku dan Pak Arfian.
"Bukannya saya sudah bilang Mbak Putri nanti kemana-mana selalu bersama dengan Mas Arfian?", tanyanya.
"Iya sih, Mbah. Cuma saya agak ragu-ragu saja, mengingat saya pernah berpacaran dengan beberapa laki-laki dan semuanya kandas.", jawabku sedikit curhat.
"Madep mantep marang Gusti lan para leluhur, Mbak Putri.", ucap Mbah Yudi.
Disaat itulah aku merasa aku mendapatkan sebuah ilmu baru dari beliau berupa prinsip hidup. "Madep mantep". Hadapi dengan mantap kepada Tuhan dan para leluhur, tanpa ada rasa ragu-ragu sedikitpun.
"Berarti saya..... dengan.... Pak Arfian...", ucapku sedikit terbata-bata.
"Iya.", jawab Mbah Yudi.
Lagi-lagi Mbah Yudi membaca pikiranku! Belum sempat aku menyelesaikan kalimatku, beliau sudah menjawabnya.
Aku terdiam kaget beberapa saat sembari menunggu pak Arfian selesai bersemedi.
"Usahakan apa-apa harus berdasarkan keputusan sampeyan berdua, Mbak. Sampeyan nggak bisa hidup sendiri tanpa Mas Arfian begitu juga Mas Arfian. Sampeyan berdua selalu berdua kemana-mana, menghadap leluhur pun nanti juga selalu berdua.", ucap Mbah Yudi membuyarkan keheningan.
Aku menatap tatapan mata Mbah Yudi yang dalam.
"Sampeyan berdua tidak bisa pisah. Sudahlah, madep mantep ya, Mbak Putri.", Mbah Yudi menepuk pundakku.
"Baik, Mbah.", jawabku.
Benar apa yang aku rasakan ketika di pura tadi, aku sedikit tersipu malu.
Pak Arfian pun selesai dalam semedinya, aku tak henti-hentinya menatap tatapan matanya.
"Ada apa?", tanya Pak Arfian.
"Nggak, nggak apa-apa.", jawabku memalingkan wajah dari Pak Arfian.
"eleh... eleh kamu itu..", Pak Arfian mencubit pipiku.
"Pipimu tembem hahaha!", Pak Arfian tertawa.
"Opo to opo! (Apa sih apa!)", ucapku tersipu malu.
Melihat tingkah kami berdua Mbah Yudi pun tersenyum. Kami berdua pun kembali berdiskusi dengan beliau sampai sore hari tiba.
Malam harinya, aku melanjutkan komunikasiku bersama pak Arfian melalui chat. Entah mengapa ingin sekali aku pergi ke pura sekali lagi hanya untuk bersantai disana mengingat tempatnya memliki aura positif yang besar sehingga membuatku merasa nyaman dan aman disana.
"Yuk lah, sekalian aku mau ngomong sesuatu ke kamu.", jawabnya.
Melihat ucapan Pak Arfian spontan aku mengatakan, "Ga usah bilang, aku sudah tau. Percuma sampeyan bilang besok."
"Njir!", respon Pak Arfian.
"Tau ah, pokoknya aku mau bilang ke kamu itu pokoknya!", Pak Arfian menambahkan.
"Apa perlu aku kasih tau jawabannya sekarang?", tanyaku
"JANGAN! Besok saja, langsung. Jangan via chat.", ucap Pak Arfian.
"Ah, nggak asyik ah. Kenapa suka mengulur waktu hahaha", balasku
"Nggak apa-apa pengen jawaban langsung dari kamu saja.", ucap Pak Arfian.
"Kan sama saja, dari chat sama langsung. Sumbernya sama-sama dari akunya", ucapku
"Pokoknya jangan.", jawab Pak Arfian.
Esoknya kami pun pergi ke pura. Kami tetap menghaturkan sesaji untuk Eyang Putri, dan bersemedi sebentar hanya untuk mengatakan kepada Eyang Putri bahwa kami telah menghaturkan sesaji untuk beliau.
Kami pun duduk berdua menikmati suasana pura sembari memandang padma pura bersama. Pak Arfian pun mengelus-elus kepalaku, aku diam menikmatinya, baru kali ini kepalaku dielus oleh seseorang. Bahkan orangtuaku tak pernah melakukan itu kepadaku , anaknya sendiri.
Setelah beristirahat sejenak, kami pun beranjak pulang. Sebelum kami pulang ke rumah masing-masing aku pun bertanya kepadanya, "Gimana? Di jawab sekarang apa nggak?"
"Nggak!", jawab Pak Arfian mendadak , aku merasakan detak jantungnya berdetak cepat seperti sedang berolahraga.
"Ya udah aku pulang.", ucapku
"Jangan! Jangan!", jawab Pak Arfian dengan nada cepat.
Aku pun tertawa melihat tingkah Pak Arfian yang seperti anak kecil, aku tak tahu bagaimana menjelaskannya dalam Bahasa Indonesia namun dalam Bahasa Jawa, pak Arfian saat ini sedang "gupuh".
Kami berdua pun terdiam, aku hanya melihat pak Arfian yang sedang "gupuh" itu sembari tertawa. Berjalan kesana-kemari, bingung. Itu yang aku rasakan dari Pak Arfian.
"K-kamu besok kembali ke Malang ya?", tanya Pak Arfian.
"Gak usah mengalihkan topik.", jawabku berpura-pura dingin.
"Mati aku!", ucap Pak Arfian menepuk dahinya.
Kami berdua pun terdiam.
"Ya sudah, gimana jawabanmu? Aku terima semua jawabannya!", Pak Arfian nampaknya memantapkan diri.
Aku pun tersenyum melihat kemantapan hati dari Pak Arfian. Perlahan pula aku mulai membuka hatiku untuk Pak Arfian, setelah sekian lama aku tutup karena trauma.
Sebelumnya, aku pernah berpacaran dengan orang yang tinggal di Hong Kong, dia bukan seorang pekerja dari Indonesia melainkan dari Hong Kong asli. Aku memprediksikan bahwa hubunganku akan kandas dengannya.
Namun, aku tak memperhatikan prediksiku sendiri dan memaksakan hubunganku bersamanya hingga akhirnya malapetaka itu datang dan aku terjatuh dalam depresi berat. Sakit, iya sakit sekali terjatuh dalam malapetaka yang diprediksikan sendiri. Aku terkadang membenci anugerah ini.
Tetapi, entah mengapa perasaan ini berbeda dari sebelumnya. Aku merasa, perjalananku mencari cinta sejatiku sudah berhenti, dan berlabuh kepada guruku sendiri, Pak Arfian. Pak Arfian pun juga, dia telah menungguku selama empat tahun lamanya semenjak dia menjadi guru PPL.
Sungguh diri ini tidak peka, seharusnya aku bersama dengannya selama empat tahun lamanya. Tapi, tidak apa-apalah, namanya garis takdir. Kita tak bisa melawannya.
"Baiklah, aku mau jadi pasangan sampeyan.", ucapku tersenyum.
Pura Penataran Agung Kilisuci adalah saksi bisu kisah pertemuan kami berdua dari sekian lamanya berpisah, hingga saat ini , dan mungkin Eyang Putri pun juga turut menjadi saksi bagaimana kami berdua bersatu sebagai pasangan.
Okayy! Berikut akhir dari Thread episode ini! Terima kasih telah membaca! Episode selanjutnya akan update minggu depan, semoga bisa tepat waktu seperti biasa, pada malam Jumat. So, stay tuned ya!
Missing some Tweet in this thread? You can try to force a refresh.

Enjoying this thread?

Keep Current with Yanto S.

Profile picture

Stay in touch and get notified when new unrolls are available from this author!

Read all threads

This Thread may be Removed Anytime!

Twitter may remove this content at anytime, convert it as a PDF, save and print for later use!

Try unrolling a thread yourself!

how to unroll video

1) Follow Thread Reader App on Twitter so you can easily mention us!

2) Go to a Twitter thread (series of Tweets by the same owner) and mention us with a keyword "unroll" @threadreaderapp unroll

You can practice here first or read more on our help page!

Follow Us on Twitter!

Did Thread Reader help you today?

Support us! We are indie developers!


This site is made by just three indie developers on a laptop doing marketing, support and development! Read more about the story.

Become a Premium Member ($3.00/month or $30.00/year) and get exclusive features!

Become Premium

Too expensive? Make a small donation by buying us coffee ($5) or help with server cost ($10)

Donate via Paypal Become our Patreon

Thank you for your support!