Yuk simak..
Oh iya, sekadar mengingatkan, jangan pernah baca sendirian karena terkadang mereka gak hanya sekadar hadir dalam cerita.
Aku melihat spion dalam, hanya tinggal beberapa penumpang saja yang tersisa. Sementara Yanto masih dalam posisi yang sama dari beberapa saat lalu, berdiri diam di samping pintu keluar bagian depan.
***
~Kenapa harus begitu? Kenapa harus menekan klakson ketika akan melintasi jembatan?
***
“Ngantuk kamu, To?” Tanyaku kepada Yanto yang berdiri di samping pintu depan.
“Gak Bang, hehe, tadi kan sudah minum kopi. Abang ngantuk gak? Mau gantian Bang?” Jawabnya diakhiri dengan pertanyaan.
Beberapa menit lagi jam dua belas tengah malam, beberapa jam yang lalu kami baru saja meninggalkan kota Jambi, menuju kota Medan seperti biasanya.
***
Kali ini penumpang tergolong sedikit, kursi hanya terisi kira-kira setengah dari seluruh kursi yang ada. Tapi walaupun begitu, kami harus tetap berangkat mengantar penumpang sampai ke kota Medan.
***
Jarak satu bangunan dengan bangunan lainnya sangat jauh, bisa sekitar 500 meter atau bahkan lebih.
Suara Yanto memecah kesunyian, sedikit mengagetkanku yang sedang berkonsentrasi penuh.
"Iya, To," Jawabku pendek.
Satu jembatan besar berkonstruksi besi dan beton, salah satu jembatan tua yang melintas di atas sungai besar.
Begitulah..
***
Aku memutar roda kemudi ke kanan dan ke kiri, mengikuti kelokan jalan, menuntun kami untuk terus turun.
Aneh, padahal ini bukan yang pertama kali, sudah beberapa kali aku lewat wilayah ini, tapi entah kenapa perasaanku gak enak, malam ini hawanya beda dari biasanya. Ada apa? entahlah..
"Kamu lihat, To?" Tanyaku kepada Yanto, untuk memastikan.
Lega aku mendengarnya, berarti bukan hanya aku yang melihat mereka.
Sontak aku langsung menginjak rem, mengendalikan bis untuk menepi.
"Ada apa, bang?" Tanya Yanto penasaran.
"Gak tau ini, gak ada ujan gak ada angin kok tiba-tiba mesin mati." Jawabku ketika bis sudah benar-benar berhenti.
***
"Aku cek mesin ya Bang." Dengan sigap Yanto langsung membuka pintu dan turun dari bis.
Perlahan aku menutup pintu, menghindari gaduh suara yang bisa membangunkan.
Langkah kakiku yang sedang berjalan menuju belakang bis, menjadi suara satu-satunya suara yang terdengar.
Sepi.
Hening.
Dead silence.
***
Ke mana Yanto? kok gak kelihatan..?
Saat itulah aku lantas melihat sekeliling, mencari keberadaannya.
Benar, itu Yanto. Walaupun dalam posisi membelakangi, aku bisa mengenali dari postur dan cara berjalannya.
Dia sudah sangat dekat dengan dua orang yang sedang berdiri di pinggir jalan, dibantu kilatan sinar lampu senter dan serpihan cahaya langit, aku juga dapat melihat mereka, sekilas.
Ternyata mereka masih berdiri di tempatnya, berdiri diam tapi gak lagi menghadap ke seberang jalan, kali ini mereka mengadap Yanto, menghadap kami.
“Jemput penumpang, bang.” Begitu jawabnya, setengah berteriak juga.
Saat itulah tiba-tiba perasaanku jadi gak enak.
Perasaanku sangat gak enak..
Bergegas aku berlari kecil mendekat ke tempat Yanto berdiri.
“Iya bang.” Jawab Yanto pelan, sepertinya dia mengerti gelagatku.
Lalu kami berjalan menuju bis.
***
“Kayaknya gak ada yang rusak bang, semuanya bagus. Kenapa ya?” Begitu kata Yanto dengan mimik kebingungan.
“Aku coba menyalakan lagi saja ya, siapa tahu sudah bisa.” Aku bilang begitu.
Kami melihat kalau ternyata mereka sudah gak ada di tempatnya lagi, menghilang..
Aku dan yanto saling berpandangan, tanpa bicara tapi kami tahu apa yang ada di dalam benak masing-masing.
Sekali lagi Yanto mengangguk pelan.
***
“Greeeeeeng….” Mesin hidup tanpa kendala, menyala normal seperti sedia kala.
Senang dan lega hati ini..
Segeralah aku menginjak pedal gas menjalankan kendaraan, melintasi jembatan, melewati dan meninggalkannya tanpa halangan.
Aku dan Yanto masih diam tanpa kata, memiliki kecemasan yang sama, selama masih berada di tempat yang sunyi dan menyeramkan ini.
***
“Ada apa, To?” Tanyaku penasaran.
Penumpang baru? Kapan naiknya?
Gelap, aku sama sekali gak bisa melihat apa-apa.
“Yakin, bang?” Tanya Yanto masih dengan suara setengah berbisik.
“Iya” Jawabku.
***
Akhirnya lampu menyala, walaupun redup.
lalu aku menahan nafas, kaget.
Deretan kursi yang aku yakin sepanjang perjalanan sebelum jembatan, dalam keadaan kosong. Aku sangat yakin..
Dari penampilannya, mereka sangat mirip dengan dua orang yang kami lihat berdiri di pinggir jalan sebelum jembatan tadi, amat sangat mirip.
“Matikan lampunya, To.” Ucapku palan.
Kemudian yanto menekan tombolnya, kemudian keadaan kembali seperti semula, gelap gulita.
Aku juga gak berani melirik kaca spion..
***
“Pak kalau ada pom bensin berhenti dulu sebentar ya, saya harus ke toilet.”
Suara dari seorang penumpang di belakang memecah kesunyian.
Setelah bis sudah terparkir, beberapa penumpang langsung bangun dari tidurnya dan turun dari bis.
Ternyata “Penumpang” baru itu sudah gak ada di tempatnya lagi, menghilang.
***
Udahan dulu ya. Met bobo, semoga mimpi indah.
Salam,
~Brii~